25. Kesepakatan

1.7K 76 1
                                    

"Simpanlah"

Erlangga menerima foto yang diberikan oleh Cempaka dengan tangan sedikit bergetar.

Entah apa yang membuat Liam dan Cempaka berbaik hati dengan memberikan foto usg bayinya pada Erlangga yang masih menunggu di luar ruangan.

Liam memutar bola matanya malas saat melihat tatapan penuh kasih Erlangga pada foto usg di tangannya.

"Ditunggu surat cerainya setelah bayi itu lahir," ucap Liam seolah memperingatkan Erlangga.

Cempaka mengusap pundak Liam, seolah mengatakan pada pria itu bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk mengatakannya.

Erlangga hanya mengangguk tanpa bantahan, sedangkan Larissa sejak tadi hanya diam sambil melihat foto di tangan Erlangga.

"Anak kita," gumam Larissa tersenyum hangat.

"ANAK KITA?!"

Telinga Liam panas mendengarnya. Hey! Yang menuruti ngidam Cempaka dirinya, yang selalu mengelus perut Cempaka setiap malam agar anaknya tenang dirinya, yang selama ini berperan penting untuk bayi itu adalah ia dan Cempaka. Dan dengan gampangnya Larissa mengatakan anak kita? Bisa bikin anak aja kagak, nyebut anak kita.

"ANAK KAMI! Bayi itu milik kami. Tutup mulutmu yang kotor itu. Jangan sampai anakku dan Cempaka mendengarnya," kesal Liam membuat Larisaa menunduk takut. Sungguh, Larissa tak sengaja mengucapkannya.

"Ayolah pergi, lama-lama di sini bikin stres. Dikasih hati minta rempela," kata Liam mengajak Cempaka meninggalkan dua orang itu begitu saja.
....

Tak terasa saat ini kandungan Cempaka sudah menginjak usia sembilan bulan, yang itu artinya sebentar lagi bayi yang telah ditunggu oleh banyak orang akan lahir ke dunia.

Cempaka tersenyum tipis, menyambut hangat Larissa dan Erlangga yang jadi sering berkunjung ke rumah Liam sejak dua bulan lalu, saat mereka memeriksa'kan keadaan bayi mereka yang berusia tujuh bulan dengan penuh drama.

"Apa kau sering merasakan sakit akhir-akhir ini Ka?" tanya Larissa menatap perut Cempaka yang sudah membesar dan lumayan turun.

Cempaka mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Mungkin dia tak sabar ingin segera keluar, tapi belum waktunya," kata Cempaka dibalas tendangan kecil dari bayinya yang membuatnya meringis pelan.

Erlangga ikut tersenyum melihatnya. Bagaimanapun sebenarnya masih ada rasa tak ikhlas saat mengetahui bahwa anak tunggalnya itu akan tinggal bersama Cempaka dan Liam serta menjadi hak asuh Cempaka setelah mereka berdua bercerai.

Beberapa minggu lalu mereka membuat kesepakan bersama yang sempat ditolak oleh Erlangga sebelum akhirnya pasrah saat Liam mengancamnya akan membawa pergi jauh Cempaka dan anak mereka.

Hak asuh anak itu akan jatuh ke tangan Cempaka dan Liam, Erlangga akan menceraikan Cempaka setelah anak itu lahir. Tapi meski begitu, Erlangga diperbolehkan mengunjungi anaknya dan Erlangga masih harus menjalankan kewajibannya sebagai Ayahnya seperti memberikan harta warisannya, menafkahinya, mengajaknya bermain, dan memberikan nama belakangnya untuk anak itu.

"Kau menangis Er?" tegur Liam melihat Erlangga meneteskan air matanya.

Erlangga yang tak menyadari jika air matanya menetes langsung mengusapnya saat mendapatkan teguran dari Liam.

Mendengar teguran Liam pada Erlangga membuat Cempaka ikut melihat ke arah mereka.

"Ingin menyentuhnya?" tawar Cempaka berbicara pada Erlangga yang menatapnya tak percaya.

"Bolehkah?" tanya Erlangga ragu diangguki pelan oleh Cempaka yang tersenyum hangat.

Dengan ragu Erlangga mendekat. Pria itu hanya menatap perut besar Cempaka sat sudah berada di hadapannya. Tentu saja Erlangga tak berani menyentuhnya meskipun Cempaka baru saja mengizinkannya.

Rasanya tak percaya, bahkan tangannya sekarang sudah bergetar meskipun tak menyentuhnya. Selama ini Erlangga menahan dirinya agar tak melewati batas. Tapi kini, di saat Ibu anaknya itu telah mengizinkannya menyentuhnya, Erlangga justru takut dan ragu untuk melakukannya.

Cempaka memegang tangan Erlangga yang dingin lalu mengarahkannya untuk menyentuh perut besarnya.

DUG... DUG... DUG...

Erlangga menahan nafasnya sesaat ketika merasakan tendangan anaknya yang begitu kuat. Rasanya kehangatan itu menyalur dari tangannya hingga ke hati. Bahkan air matanya menetes kembali di hadapan Cempaka yang hanya tersenyum tipis.

"Dia aktif sekali," ucap Cempaka mengomentari respon anaknya saat disentuh oleh Ayahnya.

"Apa sakit?" tanya Erlangga menatap Cempaka dengan tatapan bersalah.

"Lumayan, tapi tak terlalu. Hanya saja aku jadi sering buang air kecil," jujur Cempaka mengelus pelan perutnya untuk menenangkan kembali bayinya setelah tangan Erlangga menjauh dari perutnya.

"Kau tak nyaman? Lebih baik berbaring saja di kamar. Ayo aku antar," kata Liam bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Cempaka yang beberapa kali mengelus punggungnya sambil meringis pelan.

"Terima kasih sayang," ucap Cempaka dengan lembut saat Liam membantunya berdiri dan menuntunnya berjalan menuju ke kamar.

Sedangkan di ruang tamu Erlangga dan Larissa hanya melihat Liam dan Cempaka yang semakin menjauh dari hadapan mereka.

Tak lama setelah menghantarkan Cempaka ke kamarnya, Liam kembali menemui Larissa dan Erlangga yang masih ada di ruang tamu.

"Kalian pulanglah. Cempaka butuh istirahat, aku juga tak nyaman melihat kalian di sini," usir Liam tanpa basa-basi pada dua pasangan Suami Istri yang sudah paham dengan sifatnya. Ternyata Liam belum mau berdamai dengan mereka berdua.

Erlangga mengangguk pelan sambil tersenyum tipis sebelum bangkit dari tempat duduknya, diikuti Larissa.

"Baiklah kami pamit," ucap Erlangga diangguki oleh Liam.

"Ya ya ya, jangan menangis lagi di rumahku. Dan tak perlu sering berkunjung," balas Liam terdengar kurang bersahabat, tapi Erlangga hanya membalasnya dengan senyuman.

Setelah Larissa dan Erlangga berpamit pulang, Liam langsung menyusul Cempaka ke dalam kamar sambil membawa susu untuk wanita itu.

"Mereka pulang?" tanya Cempaka saat Liam masuk kamar.

Liam mengangguk lalu memberikan susu itu pada Cempaka yang langsung meneguknya habis tanpa penolakan.

"Tidurlah, aku akan mengerjakan pekerjaan kantorku di kamarmu," kata Liam menerima gelas Cempaka yang sudah kosong lalu meletakkannya di atas nakas.

Cempaka mengangguk pelan, lalu memposisikan tubuhnya mencari posisi ternyaman untuk berbaring.

"Kau juga istirahatlah di kamarmu," kata Cempaka saat Liam membenarkan selimutnya.

Liam hanya mengangguk, meskipun ia tak berniat kembali ke kamarnya. Walaupun kamarnya dan kamar Cempaka bersebelahan, rasanya tetap tak berani meninggalkan wanita itu sendirian dalam kamar.

Bahkan Liam menata kasur lantai bawah di tempat tidur Cempaka untuk dirinya beristirahat setelah merasa lelah berkutat dengan layar laptopnya.

"Tidur Cempaka," tegur Liam saat wanita itu tak kunjung menutup matanya.

Cempaka tersenyum kecil saat mendapatkan teguran dari Liam sebelum dirinya menutup matanya dan mencoba memasuki alam tidurnya.

Liam menggeleng pelan melihatnya. Setelah memastikan Cempaka tertidur dengan nyaman, barulah Liam mengambil laptopnya dan mengerjakan pekerjaan kantornya yang telah dikirim oleh sekretarisnya.

.....
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

Sat set aja ya biar cepet tamat. Jujur saya sendiri gak seantusias nulis cerita saya yang lain ketika nulis ini. Kayak terlalu biasa gitu ehe. But it's ok, saya bakal tetep tamatin nih cerita buat kalian pembaca yang menghargai cerita ini.

Yang mau baca cerita saya yang lain, boleh banget buat mampir ke profil saya. Lihat-lihat siapa tahu ada yang menarik gitu kan hehe
𓁹‿𓁹

Tinggalin jejak ya, sebentar lagi menuju ending lho...

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang