Prolog

230 19 6
                                    

Malam all👋🏻

Hi, my name is Zahra. You can call me 'Zahra,' 'Zah,' or just call me 'Ra.' Atau mau buat panggilan sendiri, boleh. But don't call me 'Author' atau 'Thor.'

Udah siap baca cerita ini?

Tarik napas dulu, yuk, sebelum baca^^

Happy Reading
.
.
.

Indira Farisha Purnama, itulah nama yang tertulis di salah satu batu nisan. Nama seorang gadis yang hidupnya di penuhi rentetan luka. Dan kini orang yang memberikan luka itu berdiri di dekat makamnya.

"Dira ... maaf ... maaf ..."

Sudah lebih dari belasan kali lirihan penuh kata maaf itu terucap dari mulut Aina Farisha.

"Maafin Bunda, Nak..."

Suasana di dekat pemakaman Indira terasa sendu. Aina tidak berhenti menangisi almarhumah putrinya. Kilasan-kilasan saat dia menyakiti putrinya seketika teringat.

"Anak sampah!"

Aina teringat saat dia memaki Indira.

"Bunda, sakit!"

"Berhenti, Bunda!"

"Indira sakit, Bunda!"

Aina teringat saat Indira merintih kesakitan akibat tamparan yang dia berikan.

Semua ingatan-ingatan buruk itu membuat air mata Aina semakin deras. Penyesalan menyelimuti hati Aina. Rasanya sangat sulit untuk dipercaya bahwa putrinya telah pergi secepat ini. Sanking sulit untuk Aina percaya, dia bahkan ...

"Dira masih hidup! Dira belum meninggal! Bunda yakin Dira masih hidup! Dira pasti kesepian di bawah tanah sana. Bunda akan bawa Dira pulang!"

... sampai nekat ingin menggali makam milik Indira dengan tangan kosong.

"Aina, stop!!"

Sebuah suara besar milik pria paruh baya tiba-tiba muncul dan langsung membuat Aina menoleh. Aina menoleh sebentar, lalu dia kembali melanjutkan aksinya.

Fatur Purnama-orang yang tadi bersuara, berlari menghampiri Aina yang semakin menjadi menggali makam Indira. Tangan kekarnya dia gunakan untuk mengunci pergerakan istrinya itu.

"Stop, Aina! Kita sudah menyakiti Indira di dunia nyata, jadi sekarang jangan kamu sakiti juga makamnya!" teriak Fatur.

Aina tidak menghiraukan ucapan suaminya itu. Dia terus saja memberontak agar tangannya terlepas. Namun karena tenaganya kalah besar, usahanya jadi sia-sia. Pada akhirnya Aina tidak lagi memberontak. Dirinya hanya bisa menangis dalam dekapan Fatur.

Sebisa mungkin Fatur berusaha menenangkan Aina, meskipun hatinya sedang dilanda kekacauan yang sama. "Aku tau ini berat. Tapi mau, tidak mau, kita harus sadar bahwa ini adalah fakta. Fakta bahwa dia sudah tidak ada lagi."

"Aku ingin mati saja agar bisa bertemu dengan Dira, Mas..." lirih Aina.

"Jangan. Kita harus tetap menjalani hidup, meskipun kehidupan yang sedang kita jalani ini penuh dengan penyesalan."







***
23.21 WIB. Huhu sorry banget baru update jam segini🥺

By the way, apa yang mau kalian sampaikan habis baca chapter ini? Dan kalian tau cerita ini dari mana?

Ada yang mau disampaikan buat:

-Fatur?

-Aina?

-Almarhumah Indira?

-Me?

Silahkan sampaikan di kolom comment ya, hehe. Btw see you next part👋🏻

Don't forget to find me on instagram: zahradea_zackia

Sederet Penyesalan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang