Fourteen: Akan Menjelaskan

18 5 5
                                    

Hai! Mau tanya dong, kalian baca ini pas lagi pagi, siang, sore, atau malam?

Happy Reading

"Wait ... kapan lo ke rumah gue? Kenapa gue bisa enggak tau? Menemukan apa?" Pertanyaan beruntun muncul dari Brama yang penasaran.

Bukannya menjawab, Viola hanya memasang senyum penuh maksud sembari berkata, "Udah berapa lama?"

Brama terdiam, mematung, dan mencoba memahami maksud dari pertanyaan Viola. Apa yang gadis itu temukan di rumahnya? Apa yang gadis itu maksud? Semua pertanyaan-pertanyaan itu bersarang di kepala Brama.

Brak!

Saat Brama ingin menanyakan kembali, tiba-tiba suara keras terdengar dari pintu rooftop. Suara itu terdengar jelas karena Viola dan Brama tepat berada di bawah tangga yang akan menuju rooftop. Suara itu seperti suara tubuh seseorang yang terbentur pintu dengan keras.

Sontak Brama dan Viola menoleh pada pintu rooftop dengan penuh keterkejutan. Kepanikan sedikit terbesit kala pikiran mereka menuju pada keributan di atas sana.

"Hey, siapa di atas sana?" Brama bertanya dengan sedikit berteriak agar suaranya dapat terdengar. Namun, tak ada tanda-tanda seseorang akan menjawab pertanyaannya.

"Vi, gimana kalo ada keributan besar di atas sana?" Brama bertanya dengan sedikit panik.

"Biarin aja. Palingan cuman anak-anak nakal yang lagi bolos sedang bertengkar di sana." Viola menjawab dengan santai karena masih mencoba berpositif thinking.

"Kalo itu sesuatu yang lain gimana?"

"Sesuatu yang lain seperti apa?"

"Perundungan."

Entah kenapa pikiran Brama tiba-tiba tertuju ke arah sana. Pikiran Brama yang disuarakan untuk Viola, membuat Viola jadi kepikiran juga. Bagaimana jika memang benar ada perundungan di atas sana?

Sial menjadi umpatan pada pagi hari ini. Pagi yang seharusnya tenang sudah diawali dengan keributan yang tak bisa diabaikan.

Viola yang memikirkan perkataan Brama; naik ke atas tangga begitu saja untuk membuka pintu rooftop. Namun, sial lagi pintu itu seperti tertahan hingga sulit dibuka.

Brama yang melihat Viola kesulitan membuka pintu tersebut mulai membantunya. Brama menyusul Viola di atas tangga, dan turut andil dalam membukakan pintu. Pintu didobrak hingga pada akhirnya terbuka.

Tak ada seorang pun yang menjadi pandangan mereka saat pintu tersebut terbuka. Hanya terdapat sebuah batu seukuran kepalan tangan dan kayu rapuh yang sudah patah.

"Mungkin enggak kalau suara yang kita dengar tadi dari batu ini? Batu yang kelempar dari bawah, dan kena pintu sampe-sampe menimbulkan suara keras?" ujar Viola yang memberikan asumsinya sembari mengangkat batu itu.

"Mungkin dan enggak mungkin, Vi. Kalau memang benar, terus pintu yang susah dibuka maksudnya apa? Pasti ada yang nahan dari dalam. Gue memang murid pindahan dari setahun lalu di sekolah ini, tapi setau gue rooftop enggak ada kuncinya, 'kan? Jadi enggak mungkin di kunci dari luar. Batu ini bisa jadi emang udah ada di sini untuk sesuatu." Brama juga andil memberikan asumsinya.

"Jadi teori lo apa?"

"Pintu ini sengaja ditahan dari dalam dengan kayu ini. Sayangnya, kayu yang dipake udah rapuh jadi pintu gampang didobrak. Untuk Batu ini gue juga enggak tau pasti buat apa, tapi kayaknya bukan kelempar dari luar."

"Jadi lo beranggapan memang ada orang di sini?"

"Maybe."

"Tapi kayak yang kita liat sekarang enggak ada siapa-siapa, 'kan?"

Sederet Penyesalan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang