Eleven: Mimpi

28 4 5
                                    

Halo, readers yang jarang kusapa karena jarang update. Hehe, aku kembali update untuk kalian^^

Semoga enjoy, ya!

Happy Reading

Fatur tidak bisa tidur. Pikirannya yang sudah menumpuk membuatnya terus memikirkannya hingga ia kehilangan kemampuannya untuk tidur pada malam ini.

"Apakah Aina sudah tidur?" gumamnya sambil memikirkan istrinya.

Fatur memutuskan untuk menghampiri kamar almarhumah Indira—tempat Aina tidur sekarang—hanya untuk memastikan apakah istrinya itu sudah tertidur dengan nyenyak atau sama seperti dirinya yang tidak bisa tidur.

Setibanya Fatur di pintu kamar putri semata wayangnya, Fatur tidak berniat mengetuk pintunya karena dia takut jika Aina sudah tidur, dan nantinya dia hanya akan membangunkan istrinya saja dengan suara ketukan pintu. Hingga pada akhirnya Fatur membuka sedikit pintu yang kebetulan sedang tidak dikunci itu, menyisakan sebuah celah yang bisa dia gunakan untuk memantau keadaan Aina.

Hal yang pertama Fatur lihat saat pintu sedikit terbuka adalah Aina yang sedang terbaring dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu gelisah. Apakah Aina baru saja mimpi buruk? Melihat Aina yang tidur dengan tidak tenang membuat Fatur jadi merasa tidak tenang juga. Terbesit rasa khawatir yang besar dalam diri Fatur untuk istri—ah, calon mantan istrinya itu.

Fatur membuka pintu kamar itu dengan semakin lebar dan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Fatur langsung mengambil duduk di tepian ranjang itu sambil menatap sendu ke arah istrinya. Diusapnya perlahan bahu istrinya itu guna menyalurkan keterangan. "It's okay. I'm here. Aku di sini buat kamu, Aina. Tenang, ya." Fatur berujar lembut sambil tidak berhentinya mengusap bahu Aina, sayangnya hal itu tak kunjung membuat Aina tenang.

Aina masih menunjukkan ekspresi wajah gelisah. Dalam kegelisahan itu, berkali-kali Fatur mendengar Aina menyebutkan nama seseorang yang sama. Seseorang yang keberadaannya sudah tidak ada lagi. Seseorang yang sudah pergi dengan meninggalkan banyak penyesalan untuk kedua orang tuanya. Seseorang yang tidak lain bernama Indira Farisha Purnama.

"Indira." Entah sudah keberapa kalinya Aina menyebutkan nama itu.

Mendengar itu membuat tetes demi tetes air mata Fatur luruh. Meski Fatur tidak tau jelas seperti apa mimpi Aina, tapi Fatur dapat merasakan sakitnya. Kehilangan seseorang bukan perkara mudah, saat dirimu tidak akan pernah lagi bisa melihat raga itu, maka pertemuan lewat mimpi saja yang bisa kamu harapkan meski berefek menimbulkan rasa sesak yang menjalar. Rasa sesak yang seolah membuatmu nyaris kehilangan pasokan oksigen.

"Aina, tenang, Sayang ..." lirih Fatur dengan suara yang bergetar karena suara itu telah bercampur dengan isak tangis. Sakit. Ini sungguh menyakitkan.

Aina terbangun dari tidurnya. Sontak dia langsung mengambil posisi duduk. Matanya melirik ke mana-mana dengan gelisah, seolah sedang mencari sesuatu yang sangat berharga.

"Di mana Indira?" tanya Aina dengan lirih.

Melihat Aina yang seperti itu membuat Fatur menarik Aina ke dalam pelukannya, dan memberikan usapan kecil di punggung Aina. Aina yang mendapatkan perlakuan itu masih belum cukup tenang, dirinya masih saja mempertanyakan keberadaan putrinya yang jelas sudah tidak ada lagi di dunia ini.

"Indira sudah tidur. Dia sudah tidur, Aina. Putri kita telah tidur untuk selamanya .... Jadi tolong sadarlah," ujar Fatur yang sebenarnya tidak tega untuk mengatakan hal itu.

Tangis Aina semakin menjadi, meskipun tangisan itu keluar tanpa suara. Aina sendiri tentu sudah tau bahwa putrinya tidak akan pernah kembali. Hanya saja dirinya yang sulit menerima, ditambah dengan mimpi tentang Indira yang baru saja menghampirinya membuatnya menjadi melindur beranggapan Indira masih ada dan mencarinya seperti tadi.

Sederet Penyesalan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang