Five: Berpisah?

93 11 15
                                    

Hallo, jumpa lagi dengan saya. Author yang paling baik dan tidak pernah membunuh karakter, wkwk. (Tapi boong).

Btw, if you like this srory, don't forget to vote and share^^

Happy Reading
~~~

Fatur memasuki rumah miliknya. Di sana dia langsung menemukan Aina sedang duduk termenung di ruang tamu. Dan tanpa waktu lama, Fatur langsung menghampirinya.

"Kenapa melamun?"

Aina yang mendengar suara berat milik suaminya itu langsung tersentak kaget. Pasalnya, dia sama sekali tidak menyadari bahwa suaminya sudah tiba di rumah.

Wajah mereka saling bertatapan. Mata Aina sembab, dan Fatur dapat melihatnya. Fatur sudah dapat menebak bahwa Aina pasti habis menangis. Mungkin kah karena habis Fatur bentak sebelum Fatur pergi ke toko bunga tadi?

"Diraa!!"

Byuurr!

Guyuran air membasahi Fatur, membuatnya kembali sadar ke dunia nyata. Hal pertama yang Fatur lihat adalah Aina yang berdiri sambil memegang sebuah gayung.

"Mas, kamu kenapa teriak-teriak?"

Fatur yang tadinya sedang berbaring kini mulai memposisikan tubuhnya menjadi duduk tegak. Berusaha menetralkan emosi yang ada di dirinya saat ini.

"Kenapa kamu menyiramku, Aina?" Fatur balik bertanya karena nyawanya belum seutuhnya kembali ke dunia nyata.

"Karena tadi aku melihat kamu berteriak memanggil nama Indira dengan matamu yang terpejam. Aku khawatir karena tadi wajahmu tampak sangat pucat, Mas. Aku berusaha bangunkan, tapi kamu tidak mau bangun. Jadi terpaksa aku menyirammu."

Uh, mimpi itu. Mimpi yang mengingatkan Fatur kepada almarhum putri semata wayangnya. Mengingat mimpi itu membuat emosi Fatur menjadi bercampur aduk sekarang. Sulit untuk dinetralkan.

"Kamu mimpi apa, Mas? Indira?"

"Dasar wanita bodoh! Kalau aku memanggil nama Indira, itu artinya aku sedang memimpikannya! Harusnya kamu tidak perlu membangunkanku!" Fatur berteriak murka. Sungguh ini adalah diluar kendalinya.

Sebuah kilasan balik yang cukup singkat itu langsung berputar di otak Fatur, di tambah lagi saat Fatur kembali melihat mata Aina yang bengkak seperti orang yang terlalu lama menangis. Fatur takut jika ucapannya menyakiti Aina hingga sedalam itu.

Sungguh Fatur tidak sengaja saat membentak Aina, dia hanya kelepasan. Tetapi Fatur sudah merasa bersalah, dan itu sebabnya dia pergi ke toko bunga tadi. Tujuannya untuk membelikan Aina bunga agar dapat memperbaiki suasana hatinya. Dan bunga itu sedang dia pegang sekarang.

Berbicara soal toko bunga, tiba-tiba Fatur juga teringat tentang kejadian bersama Brama tadi. Tentang bagaimana Brama membuat reputasinya hancur dengan begitu mudah. Ah, rasanya kepala Fatur mau pecah mengingat banyak hak buruk yang terus terjadi di waktu yang bersamaan pada hari ini. Hari yang super menyebalkan.

Meskipun dengan hati gelisah karena kepala penuh pikiran, Fatur tetap mengesampingkan hal itu terlebih dahulu. Untuk saat ini, dia hanya ingin menghibur Aina.

"Aina?"

Aina tidak menjawab panggilan Fatur, membuat Fatur jadi semakin gelisah dibuatnya. Fatur langsung duduk di sebelah Aina, merangkul pundak Aina dengan salah satu tangannya.

"Apa kamu merasa sakit hati saat tidak sengaja aku bentak tadi? Jika benar, aku sangat mohon maaf padamu, Aina. Aku tidak bermaksud seperti tadi ...."

"Aku tidak sakit hati. Aku mengerti kalau kamu hanya kelepasan, Mas."

Perkataan dari Aina membuat Fatur merasa lega. Ternyata pikiran buruknya tentang Aina yang terluka tidak lah benar. Namun, Fatur masih merasa ada sesuatu yang sangat ganjal di sini. Jika Aina tidak sakit hati akibat ulahnya, lantas apa yang membuat Aina murung seperti yang sedang terlihat sekarang?

"Jika tidak sakit hati, kenapa wajahmu murung?" Fatur menyampaikan rasa penasarannya.

Aina kembali tidak menjawab ucapan Fatur. Sepertinya untuk sekali ini Fatur harus mengerti bahwa Aina sedang tidak memiliki minat untuk membicarakannya.

Fatur tidak ingin memaksa Aina berbicara jika Aina memang tidak ingin. Tetapi dia ingin membantu memperbaiki suasana hati Aina. Mungkin sebuah bucket bunga dapat membantu.

Fatur menyodorkan bucket bunga yang dia beli tadi ke hadapan Aina. "Tidak apa-apa jika kamu tidak mau mengatakan tentang apa yang menyebabkan kamu murung seperti sekarang. Tetapi aku berharap dengan sebuah bucket bunga ini dapat sedikit menghibur hatimu."

Aina mengambil bucket bunga itu, lalu tersenyum sekilas kepada Fatur. Hanya sekilas karena sekarang Aina kembali berdiam diri sambil merenung dengan wajah yang murung. Persis seperti tadi.

Fatur sudah tidak tau lagi dengan cara apa dia dapat membuat hati Aina merasa terhibur. Dan pada akhirnya, suami-istri itu hanya menciptakan suasana hening di sana.

***

Brama baru saja pulang sehabis dari tempat pemakaman untuk menemui makam sang mama tercinta. Niatnya untuk pulang hanya lah untuk beristirahat dari segala emosi lara yang memenuhi seluruh ruang basirah milik dirinya. Tetapi yang dia dapat sekarang adalah sebuah kejutan.

"Sialan!" umpat Brama.

Brama yang masih berada di dekat gerbang dengan motor yang masih setia dia duduki langsung dibuat terkejut. Betapa terkejutnya Brama saat melihat pria paruh baya yang sudah dia benci sejak dirinya masih kecil berada di teras rumah yang dia tinggali.

Pria paruh baya itu mulai melihat Brama. Dia berusaha menghampiri Brama. Brama yang sadar akan hal itu langsung bergegas kembali pergi.

"Persetan dengan istirahat di rumah, gue lebih baik pergi sejauh mungkin dari cowo berengsek itu!" Brama bermonolog.

Emosi lara yang tadi Brama rasakan, kini berubah menjadi emosi murka saat melihat pria paruh baya yang Brama anggap berengsek. Dan mirisnya pria paruh baya itu memiliki gelar sebagai orang tuanya Brama—papanya.

Dia memang memiliki gelar yang sangat besar dalam hidup gue. Sayangnya dengan gelar itu, dia tidak menjalankan perannya dengan baik. Gue benci dia bahkan semenjak gue masih kecil.

***

Kembali kepada Fatur dan Aina.

Suasana di antara mereka masih hening. Tidak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Fatur jadi gelagapan sendiri.

"Sepertinya kamu benar-benar butuh waktu untuk sendiri, Aina. Kalau begitu aku akan pergi ke kamar saja," kata Fatur.

Saat Fatur baru mulai berdiri untuk pergi meninggalkan ruang tamu itu, Aina tiba-tiba memegang lengannya. "Aku mau membicarakan sesuatu yang penting."

Setelah beberapa menit Fatur menunggu, akhirnya Aina mau juga mengatakan sesuatu. Fatur kembali duduk di samping Aina untuk mendengarkan apa yang akan Aina bicarakan.

"Mau bicara apa?"

"Aku mau kita pisah."

Damn!!!

Fatur dibuat shock dengan ucapan Aina. Sangat tidak kusangka-sangka Aina mengatakan hal itu sekarang.

"Tapi kenapa? Kamu sakit hati dengan ucapanku? Atau apa? Jika memang kamu sakit hati karena tadi, maka tolong beritahu padaku bagaimana cara agar aku bisa memperbaikinya. Atau kamu balas saja perbuatanku dengan cara apa pun yang kamu mau." Fatur benar-benar berupaya membujuk Aina agar Aina kembali menarik kata-katanya tentang berpisah.

"Bukan kah tadi sudah kukatakan aku tidak sakit hati."

"Kalau begitu apa yang menyebabkan kamu ingin berpisah?!"

...To be Continue...



***
See you to the next part;)

Sederet Penyesalan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang