Six: Menjauh

76 10 22
                                    

Halooo semua. Akhirnya bisa sapa kalian lagi di sini. Udah lama aku tak update yaa🥺 so sorry for that.

By the way, mau tanya dong, kalian masih ada yang tungguin ceritaku, nggak?

Dahlah daripada aku banyak tanya, mending aku bilang happy reading aja ke kalian, hehe.

Happy Reading

"Aku mau kita pisah."

Damn!!!

Fatur dibuat shock dengan ucapan Aina. Sangat tidak disangka-sangka Aina mengatakan hal itu sekarang.

"Tapi kenapa? Kamu sakit hati dengan ucapanku? Atau apa? Jika memang kamu sakit hati karena tadi, maka tolong beritahu padaku bagaimana cara agar aku bisa memperbaikinya. Atau kamu balas saja perbuatanku dengan cara apa pun yang kamu mau." Fatur benar-benar berupaya membujuk Aina agar Aina kembali menarik kata-katanya tentang berpisah.

"Bukan kah tadi sudah kukatakan aku tidak sakit hati."

"Kalau begitu apa yang menyebabkan kamu ingin berpisah?!"

Aina kembali terdiam. Hal itu membuat Fatur frustasi. Fatur memegang kedua bahu Aina, dan menatap matanya dengan perasaan yang bercampur aduk. Berharap Aina dapat memberikannya jawaban.

"Bukan kah memang sudah dari dulu kita ingin berpisah, Mas?" Bukannya memberikan jawaban, Aina justru memberikan pertanyaan balik untuk Fatur.

Memang benar apa yang Aina katakan. Mereka dulu ingin berpisah. Tetapi niat itu terpaksa tidak terlaksanakan saat Aina tiba-tiba saja mengandung Indira saat itu.

Ketidak sepahaman antara satu sama lain membuat pertengkaran terjadi di antara mereka dulu. Tiada hari tanpa suara barang-barang yang dibanting. Tiada pula hari tanpa suara teriakan. Ketika dua orang sama-sama memiliki sifat keras dan egois tanpa ada yang melakukan intropeksi terhadap diri, maka tidak ada penyelesaian yang mampu mereka lakukan selain perceraian.

Saat kertas putih yang terdapat materai di atasnya menyatakan tanda akan ingin periksa. Gadis kecil itu hadir dalam kandungan dan mengurungkan rencana. Indira telah hadir.

"Tanda tangan di sini dan urusan kita sebagai pasangan suami-istri akan segera selesai!"

Aina langsung meraih kertas dan pena yang disodorkan Fatur kepadanya. "Dengan sangat senang hati saya laksanakan!"

Dalam ruang tamu di mana mereka duduk saling berhadapan dan hanya dibatasi dengan meja di tengah mereka, terdapat banyak aura kebencian. Kertas putih itu lah yang menjadi saksi sekaligus bukti dari kebencian itu.

Saat tangan Aina hendak menanda tangani kertas, tiba-tiba saja dia mulai merasakan pusing luar biasa pada kepalanya. Dan tak lama ... Aina jatuh pingsan.

"Ck, menyusahkan!"

Mau tak mau Fatur memopong tubuh Aina masuk ke dalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit. Hingga sampai rumah sakit mereka dikejutkan dengan sebuah fakta.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, keadaan Ibu baik-baik saja. Tidak ada keadaan yang serius. Ibu hanya mengalami perubahan hormon saja, hal itu yang menyebabkan Ibu pingsan. Itu hal yang normal dialami bagi Ibu hamil."

Fatur kaget. Begitu pula dengan Aina yang sudah siuman. Hamil?! Tidak disangka hal itu terjadi di saat mereka sudah mau melakukan perceraian.

"Hamil, Dok?"

"Benar, Pak."

"Dokter enggak salah periksa, kan?"

"Tidak, Pak. Kalau begitu saya tinggal dulu, ya. Kalau butuh apa-apa bisa panggil saya kembali."

Sederet Penyesalan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang