14 - Puzzle Piece - Part 5

76 19 8
                                    

Sudah berjalan tiga bulan sejak Suzy meminta Myungsoo untuk lebih dekat kepada kedua putra mereka. Tapi sepertinya luka yang ada terlalu besar, karena jujur, ia pun merasa demikian. Baginya, pengkhianatan adalah kesalahan tak termaafkan dalam sebuah hubungan. Pada dasarnya, keinginannya untuk mempertahankan rumah tangganya buman karena ia mampu memberi maaf atau terlalu mencintai suaminya, tapi karena kedua putranya. Ia ingin membuat sebuah rumah yang hangat untuk dua pangerannya, tapi nyatanya, kedua putranya sudah mengetahui apa yang terjadi pada ayah mereka.
"Sedang memikirkan sesuatu nuna?" Wonwoo duduk di samping Suzy yang tengah menikmati sore di taman Rumah Sakit. Wanita itu menggeleng.
"Tidak."
Wonwoo terkekeh. "Well, tidak salah lagi. Pasti tentang keluarga, geutji?"
Suzy menatap juniornya itu.
"Nuna, mungkin aku memang lebih muda darimu, tapi soal perceraian, aku lebih berpengalaman." Kekehnya. Suzy malah miris mendengarnya.
"Kau bangga, huh?" Kekehnya singkat.
"Sedikit. Yah...setidaknya aku bisa memberi saran untuk nuna."
Suzy mengangguk, setuju. "Tidak buruk. Jadi, menurutmu, bagaimana perceraian itu?" Lanjut Suzy.
Wonwoo tersenyum kecil. "Perceraian itu...hal terbodoh yang pernah aku lakukan." Kekehnya, tapi entah kenapa terdengar nada penyesalan di sana. "Tapi kalau boleh jujur, aku lega saat kami melakukannya." Senyum pria itu muncul. "Itu terbantu karena putraku masih kecil. Setidaknya, aku bisa membiasakan agar dia tidak bergantung dengan ibunya. Tapi di sisi lain, aku juga takut, apa yang harus aku katakan saat ia menanyakan kenapa aku dan ibunya berpisah."
"Kalau itu terjadi, apa yang akan kau katakan?"
Wonwoo mengedik. "Entahlah....tapi, satu yang pasti, aku akan mengatakan bahwa aku dan ibunya sudah berdosa karena melanggar janji setia di hadapan Tuhan."
Suzy menatap ke langit. "Janji di hadapan Tuhan ya..."
Wonwoo mengangguk. "Kedua putramu sudah besar nuna. Mereka tentu bisa memahami apa arti pengkhianatan. Nanti, saat dia dewasa, aku akan menekankan bagaimana pentingnya kesetiaan dan apa konsekuensi dari pengkhianatan, tapi untuk saat ini. Aku belum bisa." Lirih Wonwoo.
Suzy mengangguk paham. "Bagaimana perasaanmu saat kau tahu dia berselingkuh?"
"Aku- tak memberikan respon apapun. Aku terlalu terkejut. Melihatnya berciuman di dalam mobil di depan tempat kerjanya. Hal yang bahkan tak sering kami lakukan saat berpacaran." Tawa miris itu terdengar lagi. "Saat pulang, aku mengajaknya berbicara 4 mata, menatap langit malam dari balkon kamar. Minum wine sambil memakan kue buatannya. Aku hanya bertanya, apa arti janji di hadapan Tuhan menurutmu? Dan dia menjawab, sakral dan-suci. Lalu aku hanya mengangguk, kalau begitu kau akan sangat berdosa karena telah melanggar janji suci- dan aku juga akan berdosa karena memutuskan janji itu."
Suzy terdiam, kepalanya menoleh ke arah Wonwoo.
"Lalu bagaimana hubungan kalian saat ini?"
"Baik. Sangat baik. Kami secara bergantian mengasuh Jungwon. Membawanya pergi tamasya sesekali. Tetap mengajarkan bahwa kami masih berhubungan baik untuk mendiskusin perkembangan dan pendidikannya. Kami...juga mengenalkan calon ayah barunya. Mengajarkan bahwa sebuah keluarga tak harus dipenuhi kebahagiaan antara ayah, ibu dan anak. Tapi, bahagianya suatu keluarga itu ada berbagai macam cara, salah satunya adalah berdamai."
Suzy menundukkan kedua matanya. "Kalian begitu dewasa. Mantan istrimu juga begitu dewasa, kalian bisa membesarkan dan memberikan pemahaman yang baik untuk putra kalian."
Wonwoo tersenyum bangga. "Geurom...mantan istriku adalah seorang psikolog. Nuna bahkan akrab dengan dia."
"Huh? Nugu?"
"Dahyun- Kim Dahyun."
"Sesange...kalian bahkan berada di satu kantor?!"
Wonwoo mengangguk lucu. "Geurom."
"Luar biasa sekali."
"Jadi..nuna...mau benar-benar bercerai?"
Suzy mengedikkan bahu. "Gerseyo..."
***

Myungsoo menatap jam tangannya yang menunjukkan angka 7 pm. Waktunya menjemput Junkyu. Helaan nafas terdengar. Mata pria itu terpejam seiring dengan kepalanya yang tersandar di sandaran mobil. Tak berapa lama, ia segera membuka mata lalu menghidupkan mesin mobil dan berangkat ke sekolah putra sulungnya.
Tak sampai sepuluh menit, pria itu sudah sampai di depan gerbang sekolah. Dilihatnya sang anak masih bersama Karina.
"Oh, itu paman!" Pekik Karina. Junkyu mendongakkan kepalanya.
"Na kanda. Josim. Telpon aku kalau samchon belum menjemputmu. Arasseo?"
Karina mendengus. "Aro! Ppalli. Aku bukan anak kecil lagi. Kka.." usir gadis itu. Junkyu terkekeh lalu melambaikan tangannya. Karina hanya bisa menatap kepergian sepupunya itu dengan senyum miris.
"Pabo.. bagaimana bisa aku menyukai saudara sendiri...tsk. Karina pabo.." rutuknya.
"Ya, kau belum dijemput?" Suara Jihoon membuat Karina menoleh dan mendapati sahabat Junkyu berdiri di sampingnya.
"E-eoh? Su-sudah. Tapi belum datang." Jawabnya sedikit terkejut. Jihoon hanya mengangguk.
"Ok. Aku temani sampai kau dijemput."
"Huh?"
"Well...daripada kau susah move on dari saudaramu sendiri, ayo, aku bantu."
Karina tiba-tiba jadi kepiting rebus.
--

MyungZy VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang