Myungsoo hanya bisa menghela nafas pelan. Kedua matanya menatap bergantian ke arah putra kembarnya. Dua remaja yang baru saja menginjak kelas 1 SHS itu masih saling diam.
"Kim Jeno." Myungsoo menoleh ke arah Jeno, si sulung yang lahir tiga menit lebih awal dari si bungsu itu masih menutup rapat kedua mulutnya. Oh ayolah...Myungsoo benar-benar sedang diuji kesabarannya sekarang. "Kim Jaemin." Ya. Pria itu beralih ke si bungsu. Jaemin mengerucutkan mulutnya, pertanda ia masih kesal.
"Ini semua karena hyung!" Sungut si bungsu. Oh tidakkk....Jaemin kembali berulah. Ya. Keduanya memang memiliki sikap yang bertolak belakang. Jeno, si sulung itu cenderung dewasa, pendiam, namun begitu pengertian serta bertanggungjawab terhadap adiknya. Jaemin adalah prioritasnya. Tapi saat keduanya bertengkar, dia akan menjadi orang yang paling keras kepala. Sedangkan Jaemin, anak itu cenderung memiliki sisi yang lembut, penyayang, mudah bergaul serta memiliki banyak teman. Hanya saja, kadang kadar cerewetnya melebihi sang ibu.
"Hyaaa!! Kim Jeno!" Kini Jaemin sudah beranjak dari duduknya, berjalan ke sisi seberang meja. Myungsoo sengaja memisah tempat duduk keduanya tadi di meja makan, mencegah pertumpahan darah. Ia tak mau ambil resiko, apalagi istrinya baru pulang besok malam.
Jaemin berdiri di antara kursi Jeno dan Myungsoo, tapi si sulung tak mau menatap ke arah si bungsu.
"Ishhhh!! Lihat aku!" Jaemin memutar paksa wajah Jeno agar menghadap ke arahnya. Myungsoo yang melihat itu hanya meringis. Benar-benar titisan istrinya, Bae Suzy.
"Ya! Na hyeongiya!" Jeno melotot, sehingga membuat seolah mata sipitnya terpaksa melebar. Myungsoo seperti melihat dirinya di wajah si sulung.
Pria itu masih setia menjadi penonton, ia akan turun tangan saat keduanya sudah mulai baku hantam saja. Toh, dua anaknya laki-laki, tak ada masalah.
"Katakan pada Appa kalau ini semua salahmu!" Tuntut Jaemin.
"Shireo! Neo ttaemune!" Sergah Jeno.
"Aniyaaa! Neoya! Kalau kau tak memaksa segera pergi membeli tteokpokki, kelinciku tidak akan matii!" Kedua mata Jaemin semakin melebar.
Jeno bersungut kesal, "Lalu kenapa kau tidak menolak? Lagipula itu salahmu, sudah tahu mau hujan, kenapa tidak memasukkan kelinci kecilmu itu ke rumahnya, kau itu tidak peduli dengan kelinci itu, makanya dia mati." Kesal Jeno, tak tahu saja kalau kalimatnya itu sudah membuat hati lembut Kim Jaemin terluka.
Jaemin terdiam. Kedua matanya terasa memanas. Benarkah seperti itu? Apakah ia benar-benar tak peduli dengan Kokie nya? Ya. Kokie adalah hewan peliharaan pertamanya yang ia beli bersama ibunya di pameran binatang 2 minggu lalu. "Geundae...aku hanya khawatir kalau kau pergi sendirian..." lirih Jaemin. Wajahnya kini tertunduk.
Jeno terdiam. Tak biasanya Jaemin langsung menangis seperti ini kalau mereka bertengkar, Jaemin biasanya akan merengek manja pada orang tuanya, menuntut mereka untuk ikut membelanya dan menyalahkan Jeno. Tapi sekarang, Jaemin justru menunduk dan berbalik badan, meninggalkan ruang makan, menaiki tangga menuju kamar mereka.
Meninggalkan Jeno yang kebingungan.
Myungsoo tersenyum kecil. "Appa..." Jeno menatap ayahnya, meminta penjelasan. Myungsoo hanya mengedikkan bahu.
"Cha...bantu ayah membereskan kudapan kalian."
Ya. Ini baru pukul tiga sore, dua jam setelah si kembar kembali dari supermarket dan menemukan Kokie mati dengan tubuh kaku karena kedinginan dan hujan deras.
---Makan malam hanya dilakukan berdua, Kim Myungsoo dan Kim Jeno. "Jaemin masih tidur?" Myungsoo menatap Jeno yang sejak memulai makan malan baru menyuapkan tak lebih dari tiga sendok nasi.
Jeno mengangguk.
"Baiklah..habiskan makananmu, appa akan ke kamar kalian. Jaemin sepertinya membutuhkan perhatian lebih, geutji?" Myungsoo tersenyum ke arah si sulung, membuat remaja itu mengangguk lalu menundukkan wajahnya. Inilah cara ayahnya mendiduk Jeno dan Jaemin. Pria itu sangat berbeda dengan Suzy. Jika ibunya itu cenderung terus terang terhadap kesalahan, maka Myungsoo cenderung bersikap biasa, meminta putranya untuk bersikap dewasa dan bertanggungjawab atas apa yang dia kerjakan.
Sambil membawa makan malam untuk Jaemin, Myungsoo menaiki tangga ke lantai atas. Sedangkan Jeno justru menatap makan malamnya tak berselera. "Sepertinya kata-kataku tadi terlalu menyakiti hati Jaemin...aishh pabo pabo pabo, sudah tahu anak itu hatinya selembut tahu sutera." Gumamnya. Remaja itu kini beranjak membereskan perlengkapan makan dan meja makan, menyadari bahwa sabtu minggu adalah tugas mereka untuk melakukan pekerjaan rumah. Ya. Ini adalah bagian dari ketentuan Nyonya rumah.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
MyungZy Version
أدب الهواةCerita ini one shoot atau maksimal mungkin cuma twoshoot, tapi gak menutup kemungkinan lebih dari twoshoot di setiap sesi nya. Dikemas dalam pairing MyungZy yg sebenernya sejak dulu adalah pairing favoritku sejak nulis di Wordpress, cuma di wattpad...