9 - Lil Bros - Part 2

170 23 2
                                    

Jisung menahan tangis sampai di rumah, sedangkan Juhoon malah tak bisa berhenti tertawa. Jaemin dan Jeno tadi sudah kembali setelah ayahnya menjemput di klinik yang tak jauh dari kantor ayah mereka.
"Pfftt! Lihat, katanya tak akan menangiss..." cibir Juhoon.
Suzy yang melihat pemandangan itu hanya bisa tersenyum. Dulu, pemandangan seperti ini hanya terjadi pada Myungsoo dan Renjun. Mereka terlalu muda saat memiliki Renjun, jadi kadang sikap kekanakan suaminya itu membantu membesarkan putra sulung mereka.
"Jisungi kalau mau menangis, menangis saja, tak ada yang salah dengan itu, hem?" Suzy akhirnya melangkah mendekat ke kedua putra bungsunya. Menyamakan dirinya dengan Jisung yang masih berdiri dengan bahu sedikit bergetar.
"A-aku tidak boleh menangis...namja itu tak boleh menangis." Ucap Jisung.
Renjun yang sejak tadi duduk di sofa ruang tamu diam-diam menikmati pemandangan itu, rasa kagum dengan sikap ibunya, gemas dengan tingkah si bungsu juga si Juhoon.
"Ya, kemari." Myungsoo menepuk sisi sebelahnya, membuat Juhoon mendekat dan justru menghambur ke pelukannya.
"Wae appa?"
"Neo hyeongiya?"
Juhoon kecil mengangguk. "Geurom, karena itu aku tidak menangis, lagipula itu tidak sakit- hanya menakutkan saat pertama melihat jarumnya, jadi aku menutup mata dan membayangkan kalau aku tertusuk duri."
Myungsoo mengangguk paham. "Jalhaesso. Cha, bawa Jisungi naik, jangan mengejek adikmu, heum?"
Juhoon mengangguk lalu dengan segera  berjalan ke sisi Jisung, memeluk adiknya itu. "Eomma, biarkan aku memeluk Jisungi".
Suzy mengusap lembut pucuk kepala Juhoon lalu Juhoon dan Jisung berpelukan.
"Appo?" Ucap Juhoon.
Jisung mengangguk. "Gwaenchana, nanti akan hilang. Cha, ayo kita ke kamar."
Jisung masih mengangguk lalu melepas pelukannya. Setelahnya, si kembar naik ke kamarnya.
"Ahhh...menggemaskan sekali." Renjun kini memeluk sang ayah.
"Kau juga menggemaskan..." kekeh Myungsoo.
"Wae kapjagi?"
"Menggemaskan karena sudah bisa mengantar anak gadis orang pulang." Lanjut Myungsoo. Suzy terkekeh.
"Aigoo~ uri Renjunie sudah berkencan eoh? Eotte? Apakah gadis itu cantik oppa?" Suzy kini mendudukkan diri di samping suaminya. Renjun- Myungsoo- Suzy.
"Gerseyo....tapi dia sedikit lebih tinggj dari Renjun." Pria itu mencoba mengingat-ingat. Sementara Renjun masih mencoba mencerna kalimat yang diucapkan ayahnya.
"Kencan? Na?" Namja itu mencoba meyakinkan kedua orang tuanya.
Myungsoo mengangguk. "Geurom, dua hari lalu."
"Ahhh~ Jimin?"
"Namanya Jimin?" Ucap Suzy. Renjun mengangguk.
"Eoh, aku hanya menemaninya karena itu sudah terlalu malam, lagipula kami searah."
Myungsoo mengernyit. "Hanya?"
Renjun mengangguk. "Aku sering mengantar Lia, Giselle juga Herin pulang."
Suzy mencibir. "Heishh...menurun juga ternyata. Sudahlah, kalian berdua sama saja. Cepat mandi dan kita makan malam."
"Ehh?" Myungsoo menatap istrinya yang beranjak dari sofa.
"Eomma wae?" Namja itu keheranan melihat ibunya pergi.
"Lain kali appa ceritakan. Kajja, ahh..ajak adikmu Kim Renjun. Pastikan mereka tak ketiduran."
Renjun mengangguk paham lalu melangkah menaiki tangga.
KLEK.
Renjun tersenyum. "Aigoo...menggemaskan sekali." Ucapnya begitu melihat Juhoon dan Jisung tertidur di kasur Jisung.
--

Renjun berlari secepat yang dia bisa begitu mendapat telpon dari ayahnya kalau Juhoon terlibat perkelahian dengan teman berbeda kelasnya- yang katanya merupakan siswa dari luar negeri. Padahal saat itu dia masih di sekolah, beruntung sekolahnya dekat dengan pre- school adik kembarnya. Tidak dekat sebenarnya, tapi berada dalam kompleks yang sama. Jadi saat itu juga, ia meminta ijin pada guru matematikanya untuk menemui sang adik.
"Anyeonghaseyo."
"Renjun~ssi?"
Renjun mengangguk sopan, dilihatnya sang adik tengah berdiri di depan meja guru bersama satu laki-laki kecil lainnya. Renjun benar-benar tak melihat ada rasa bersalah di sana, yang dilihatnya justru perpaduan tatapan tajam sang ibu dan wajah mengintimidasi milik sang ayah. Ini situasi yang bernahaya.
"Maaf saem, ayah dan ibuku tidak bisa datang, mereka baru saja tiba di Busan."
"Gwaenchana. Duduklah. Ada yang harus aku sampaikan."
Renjun melirik sejenak ke arah Juhoon dan namja satu lagi, - Haruto. Ah...dia dari Jepang. Namja kecil itu sejak tadi terus menunduk, tak mau menatapnya ataupun Juhoon.
"Kim Juhoon..." gumamnya.
"Juhoon mengunci Haruto di gudang."
Renjun hampir memekik begitu mendengar perkataan guru di depannya. "Ye?! Me-mengunci?"
Guru laki-laki itu mengangguk samar dengan senyum tipis. "Tapi, dia sendiri yang melaporkannya kepadaku setelah sepuluh menit mengunci Haruto di sana." Pria itu tersenyum kecil ke arah Juhoon, membuat Renjun kebingungan.
"Dia bilang, Haruto sudah sering berbuat nakal, dia terus mengganggu teman-teman wanita dan membuatnya menangis, juga mengganggu Jisung dan beberapa kali mendorongnya saat jam makan siang. Jadi, tadi saat jam makan siang- Juhoon segera menarik Haruto ke gudang setelah Haruto mendorong Jisung ke rak mainan."
Renjun menghela nafas. "Bukankah ada guru pembimbing di sini saem?"
Guru laki-laki itu mengangguk. "Ya. Kejadian itu berlangsung saat guru-guru wanita menyiapkan makan siang. Sekali lagi, maafkan kami."
"Kim Juhoon." Ucap Renjun dingin, tapi adiknya itu segera merapat ke arah sang kakak.
"Ne?"
"Kau benar-benar menguncinya?"
Juhoon mengangguk. "Awalnya aku mau memukulnya, tapi ayah bilang itu tidak boleh. Jadi, aku membawanya ke gudang dan menutup pintunya. Lagipula Haruto pendek dan takut gelap."
"Tidak boleh seperti itu lagi, Juhooni harus minta maaf."
Namja kecil itu menggeleng. "Dia dulu yamg meminta maaf, itu janjinya." Juboon menunjuk Haruto. Namja kecil yabg ditunjuk itu mendongakkan kepalanya, bisa dilihat wajahnya memucat dan kedua bahunya bergetar.
"Sesange...Kim Juhoon." Ucap Renjun frustasi.
"Hiks...mianhae Juhoon~a, aku- tidak akan mengulanginya lagi. Hiks...mianhae.."
--

Jisung hanya bisa menangis saat melihat Juhoon dihukum oleh Myungsoo. Namja kecil itu diminta menatap cermin di ruang depan. Sementara Myungsoo dan Suzy juga ada di sana.
"Kim Juhoon?" Panggil Myungsoo.
"Ne appa?" Jawabnya tanpa menoleh.
"Kau tahu kenapa appa menghukummu?"
"Ne. Jalmothaeso appa. Aku salah. Aku akan minta maaf ke Haruto."
Myungsoo mengangguk. "Kemari Juhooni."
Juhoon mengangguk patuh lalu masuk ke dekapan sang ayah. "Appa~ .." lirihnya.
"Gwaenchana...menangis saja, heum?"
Renjun tersenyum kecil lalu menggeser duduknya ke arah sang ayah, meninggalkan Jisung dengan sang ibu. "Tidak boleh...na hyeongi...i cant cry..." ucapnya.
"Na hyeonginya, uri dongsaeng..." ucap Renjun lembut. "Jadi, kau boleh menangis ke hyeong, arasseo?" Renjun tersenyum lembut.
"Jinca appa?"
Myungsoo mengangguk. "Geurom.."
"Hiks...hyeong..." Juhoon kini beralih memeluk Renjun, sementara Jisung tersenyum kecil.
"Juhoon lucu sekali kalau menangis." Lirihnya.
"Astaga...anak ini tak sadar diri..." Suzy mencubit hidung putra bungsunya. "Ayo, mandi dan bantu eomma memasak, heum?"
Jisung mengangguk.
--

Myungsoo dan Suzy tengah duduk menikmati angin malam di balkon kamar mereka. "Apa aku salah mendidik Juhoon?" Ucap Myungsoo.
"Kalau oppa salah, itu artinya aku juga salah. Kita membesarkannya bersama oppa."
"Kau benar."
"Juhoon berusaha melindungi adiknya, hanya saja ia menggunakan cara yang salah."
Myungsoo tersenyum, menatap sang istri sembari menggenggam jemari putih itu. "Kita harus menekankan tentang cara Juhoon menasihati orang lain."
"Gumawo Ji~ya."
Suzy mengangguk sembari tersenyum.
--

6 tahun kemudian
Renjun memejamkan kedua matanya saat mendengar suara berisik di pagi hari. "Haishh...dua bocah itu...YAAKK! DIAMM! AKU BARU MAU TIDUR!!" Teriak Renjun dari kamarnya. Kesal? Tentu saja. Dia baru menyelesaikan revisi tugas akhir kuliahnya semalam dan selesai pukul 5 pagi. Tapi sekarang? Baru pukul 7, kedua adiknya yang berusia 12 tahun itu malah membuat ribut!
"Ish! Kembalikan Kim Jisung!" Juhoon bersiap memukul punggung sang adik, tapi Myungsoo lebih dulu sampai di ambang pintu kamar si kembar. Pria itu segera terbangun saat mendengar teriakan Renjun.
"Astaga....ada apa lagi?!"
"Jisung mengambil buku tugasku."
Si bungsu hanya tersenyum. "Aku hanya mau menyalin-"
"Tsk! Makanya jangan bermain game terus!" Sergah Juhoon. Jisung mencebik kesal.
"Bukan bermain game! Aku sedang bertanding! Kau tidak tahu kan kalau aku mendapatkan 1000.000₩?"
"Tidak." Jawab Juhoon lugas. "Lima belas menit. Cepat salin."
Jisung mendengus. Juhoon itu definisi paket lengkap, sudah tampan, pintar, tinggi dan sudah memenangkan lomba olimpiade nasional. Sementara Jisung, anak itu cenderung, berprestasi di bidang olahraga dan tari, juga games. Dia adalah salah satu gamers handal.
"Cepat turun, jangan berisik, hyeong baru saja tidur, arasseo?" Myungsoo menatap kedua kembar itu bergantian.
Jisung dan Juhoon mengangguk.
"Aigo, dua hari tanpa Suzy saja rumah sudah seperti ini." Keluh Myungsoo.
"Hya, mau membangunkan singa?" Juhoon memberikan smirknya pada Jisung.
"Geurom..." jawab Jisung. Lalu keduanya berjalan perlahan ke arah kamar Renjun. "Tsk...dia benar-benar sudah persiapan." Juhoon menghela nafas panjang begitu mendapati pintu kamar Renjun terkunci.
"Tidak menarik sama sekali."

TING
Satu pesan masuk ke ponsel Juhoon.

Renjun Kim
Kalau kau berani menggangguku, aku akan membakar komputer gamer kalian!!☠🤡

"Heol." Ucap keduanya bersamaan.

~~End~~

MyungZy VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang