Seokjin dan Myungsoo sedang menikmati malam mereka dengan meneguk bir yang sengaja diambil si sulung Kim dari lemari es di dapur rumah Myungsoo. "Aku tidak pernah tahu Suzy menyimpan bir di kulkas kami." ucap Myungsoo begitu meneguk minuman dingin itu.
"Aku yang memintanya untuk membeli minuman ini. Lagipula Suzy juga bukan orang yang dengan mudahnya meminum bir macam ini. Aku tahu- dia penyuka wine." kekeh Jin.
"Hyeong benar. Dia bahkan bisa handal dalam memilih wine, itu membuatku terkejut." kini ganti Myungsoo yang tersenyum, ingatannya melayang pada awal pertemuan mereka di klub universitas.
"Kau harus ingat, keluarga Suzy itu memiliki latar belakang terpandang, kupikir hal-hal seperti itu menjadi dasar dari pengetahuannya semenjak beranjak dewasa."
"Maja."
"Kau beruntung memiliki pendamping seperti Suzy."
"Hyeong iri, eoh? Mwoya- apa Heeyeon nuna belum cukup heh?" kekeh Myungsoo- bermaksud menggoda kakaknya. Jin menggeleng.
"Aku selalu merasa cukup dengan semuanya, baik Heeyeon, Yohan atau Karina. Maka dari itu, kau harus bisa- merasa cukup- sebelum semuanya terlambat. Suzy sudah mengorbankan masa depannya- mendapatkan beasiswa sekolah kedokteran lanjutan di Jerman bukan hal yang mudah, tapi dia menolaknya karena dia memikirkan tanggungjawabnya sebagai ibu dari dua orang anak saat itu- Heeyeon bahkan secara bersungguh-sungguh memintanya untuk tidak perlu khawatir karena ia akan membantu membantu menjaga Junkyu dan Doyoung, apalagi jarak Junkyu dan Karina berada di umur yang sama. Tapi istrimu menolak, alasannya karena Doyoung saat itu masih berusia empat tahun, usia yang krusial, apalagi kalau dia pergi, dia akan meninggalkan kalian selama dua tahun. Dia tidak mau membuatmu kesusahan Myung."
Myungsoo terdiam. "Kau tahu semuanya hyeong? Suzy memberitahumu?"
"Ani. Justru aku yang memberitahu Suzy. Tapi kau tahu apa jawabannya? Dia menunggu kejujuranmu."
Air mata Myungsoo sempurna menetes. "Pilihan ada padamu Myung. Da In memang lebih muda, aku akui itu tapi Suzy jauh lebih dewasa, dia sudah mengorbankan apapun untukmu- sekarang coba tanyakan pada dirimu sendiri, siapa yang terus mendukungmu saat kau ada di titik terendah, saat perusahaan ayah hampir bangkrut, saat kita bahkan sudah putus asa dengan semua usaha untuk membuat perusahaan itu tetap berdiri, tapi mereka- Heeyeon dan juga Suzy terus memberikan semangat, istrimu bahkan mengajukan cuti sementara waktu untuk terus mendampingimu." Seokjin menggoyangkan kaleng birnya, menatap langit malam.
"Aku- sejujurnya aku hanya merasa kesepian hyeong...Suzy selalu sibuk dengan pekerjaannya dan anak-anak, dia seperti-"
"Seperti tak punya waktu untukmu? Begitu kan?"
Myungsoo menatap kakaknya yang kini justru tersenyum kecut. "Itu hanya kalimat pembenaranmu Myung. Sekarang jawab pertanyaanku, apa Suzy menyiapkan semua kebutuhanmu? Menyiapkan sarapan? Mengingatkan jadwal makan siang dan istirahatmu di kantor?"
Myungsoo sempurna menangis. Tubuh pria itu meluruh, bertumpu pada pembatas balkon lantai dua.
"Saat tahu bahwa kau sudah memiliki wanita lain pun dia masih melakukan hal itu, seolah dia tak tahu menahu soal hubunganmu dan Da In. Dia tetap memposisikan diri sebagai istrimu Myung- ibu dari anak-anakmu. Aku hanya bisa mengingatkanmu dengan cara seperti ini, tapi itu semua kembali padamu, memilih bersama atau Da In atau mempertahankan hal yang selama ini kau sebut dengan rumah." Seokjin mensejajarkan tubuhnya dengan sang adik, menepuk pelan bahu si bungsu. "Ya, menangislah, aku akan menemanimu."
**
Hari ini Junkyu dan Doyoung memilih untuk pergi ke sekolah dengan sang ibu. Si bungsu bahkan merengek tak mau bersekolah kalau bukan Suzy yang mengantarnya, membuat Myungsoo tersenyum kecut. Padahal hari ini Myungsoo memutuskan tidak pergi ke kantor, Seokjin yang memberinya waktu satu minggu untuk beristirahat- bukan, lebih tepatnya menentukan pilihan.
"Astaga..eomma harus melakukan operasi satu jam lagi sayang, dengan Appa saja, heum?"
"Ayolah eomma, menurunkan aku dan Doyoung tidak sampai setengah jam, lagipula kita searah- maksudku sekolah kami." Junkyu berusaha membujuk sang ibu.
"Tidak bisa Junkyu~ya, eomma juga harus mengecek persiapan operasi, heum?"
Junkyu menghela nafas. "Arasseo, kalau begitu aku berangkat dengan Johny samchon saja. Eomma, tolong telponkan samchon, kami akan menunggu di luar. Kajja Dobby~ya." Junkyu segera berjalan keluar area ruang makan, sementara Doyoung mengikuti kakaknya.
"Eomma, appa, na kanda." ucapnya sebelum meninggalkan ruang makan diiringi senyum kecil.
Suzy mengangguk lalu terlihat sibuk dengan ponselnya.
Johny~ya? Eodi?
...
Ah...dahengida, apa kau bisa mengantar Junkyu dan Doyoung, aku dan Myungsoo oppa sedang sibuk sekali hari ini, kami tidak mungkin membiarkan mereka berangkat dengan kendaraan umum, cuacanya terlalu panas.
...
Gumawo, mereka sudah bersiap di depan rumah, kau bisa menelpon Junkyu atau Doyoung.
...
Ne, salam untuk Jeongwoo.
"Kau berbohong pada Johny?" tanya Myungsoo.
"Mwo? Ani, bukankah oppa juga sedang sibuk? Ah..oppa, kalau kau masih agak lama? Bisakah aku meminta tolong untuk mengambilkan jaket dokterku di kamar? Aku harus menghubungi Wonwoo untuk memastikan kondisi pasien sebelum melakukan operasi."
Myungsoo tersenyum lalu segera beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke kamar mereka. Diambilnya jas putih milik Suzy yang ada di atas kursi di depan meja rias. Kedua netranya sekilas menatap foto perayaan 15 tahun perayaan pernikahan mereka.
Pria itu segera meraih ponselnya lalu menekan panggilan dengan nama Da In.
Yobsesyo, oppa?
Da In~a- ayo bertemu.
Kenapa tidak di apartemenku saja?
Tidak. Aku ingin mengakhiri semuanya. Ayo kita akhiri.
TUT.
Senyum pria itu merekah, sebelum akhirnya berjalan keluar kamar.
Astaga Jeon Wonwoo- kau ini sudah bukan dokter residen lagi, kenapa kau bisa seceroboh itu eoh?
...
Yaishh...kalau begitu, pastikan bahwa keluarga pasien mendapatkan penjelasan tentang pentingnya operasi ini. Aku sudah berpesan sejak kemarin- Ya Tuhan..
...
YA! Tidak perlu menjemputku! Selesaikan saja semua itu! Benar-benar! Keuno!
TUT
Myungsoo mengernyit heran saat mendapati Suzy terlihat begitu kesal. "Waeyo?" namja itu meletakkan jas milik istrinya di kursi yang ditempati Suzy.
"Ahni~ Wonwoo baru saja mengatakan kalau dia lupa memberitahu ke keluarga pasien soal kepastian operasi- aku sudah mengingatkannya sejak semalam. Ya Tuhan, dia itu benar-benar."
"Lalu- kenapa dia tadi mau menjemputmu?"
"Sebagai permintaan maaf, astaga..dia bahkan sudah memiliki anak kecil, tapi sikapnya masih saja kekanak-kanakan-"
"EOMMA! KAMI BERANGKAT!"
"NUNA URI KANDA!"
"EOH! JOSIM!" Suzy setengah berteriak saat mendengar teriakan dari halaman depan. "Cepat sekali dia datang. Oppa, hati-hati saat ke kantor, aku pergi." Suzy segera meraih jas dokternya dan melangkah tergesa ke arah garasi, meninggalkan Myungsoo yang hanya bisa tersenyum ke arah istrinya itu.
"Ya! Tidak ada ciuman pagi?!" Ucapnya sedikit keras.
"Aku sudah terlambat! Besok saja! Jangan lupa mengunci pintu!"
Myungsoo hanya tersenyum. "Bisakah waktu dipercepat?"
~~~TBC~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
MyungZy Version
ФанфикCerita ini one shoot atau maksimal mungkin cuma twoshoot, tapi gak menutup kemungkinan lebih dari twoshoot di setiap sesi nya. Dikemas dalam pairing MyungZy yg sebenernya sejak dulu adalah pairing favoritku sejak nulis di Wordpress, cuma di wattpad...