Part (9) Menjadi siswa

1.6K 249 13
                                    

Happy reading
Jangan lupa
Vote
Komentar
.
.
.
Love in Time Treval
by
ICHADRAY
~(^×^)~
.
-
.


Aula utama Hogwarts itu terdengar ramai, wajah-wajah gembira dari setiap murid yang menceritakan tentang liburan natal mereka yang cukup panjang. Jubah yang menunjukkan di asrama mana mereka berasal dengan anggun berkibar, menempati tempat duduk memanjang yang sudah di siapkan.



Telah tiba hari penerimaan murid baru di Hogwarts, binar dari semua mata yang tertuju ke depan menantikan siapa saja yang bisa memasuki asrama masing-masing. Tentu itu adalah pembagian asrama dari pilihan topi seleksi yang mengecek kemampuan dan bakat seperti apa yang tertampil, jati diri yang menghubungkan empat asrama dalam pembagian kelas sihir untuk anak-anak yang baru masuk.



Harry dan Draco lebih dari tahu mereka berdua agak gugup, berdiri melihat dari belakang podium yang menampilkan para Profesor yang mengajar. Tempatnya agak tertutup walau mereka masih bisa mengintip keberlangsungan pemilihan asrama murid.


Harry melihat para guru yang bersiap dan para murid yang menunggu di meja. Ia jadi sedikit bernostalgia dengan keadaan seperti ini sebelumnya. Aura sihir yang kuat dan wajah senang semua orang. Harry spontan mencari asramanya, tidak berbeda dari apa yang terlihat di masa depan. Tempatnya masih sama di antara empat asrama lain dan ia tidak bisa menahan kegembiraannya melihat kedua orang tuanya di sana. James seperti sedang merencanakan sesuatu dengan anggota The Marauders lain, terbukti dari bagaimana empat orang itu berbisik dan menahan tawa sambil menyembunyikan sesuatu di bawah meja. Harry yakin jika penyebab muka salah satu orang Gryffindor yang perlahan menghitam itu adalah bagian dari lelucon mereka. Tampaknya menyenangkan untuk menilai dan berharap agar bergabung di sana, terlebih dari semua orang yang melihat kejahilan mereka, hanya Lily Evans yang cukup berani menegur. Membuat wanita bermata hijau itu kini di goda oleh James sebagai peralihan. Harry bisa melihat keduanya, atau Ayahnya yang terus menerus mencoba menarik perhatian Ibunya dengan binar humor diiringi tatapan cinta.


Harry terkekeh, raut wajah Ibunya yang marah benar-benar lucu. Lily dengan beberapa temannya yang menggoda sang wanita agar lebih dari sekedar menegur sang kekasih. Tak dapat dipungkiri jika kedua orang tuanya jatuh cinta, walau, Lily dengan baik menutupi atau mungkin tidak menyadari hal itu. Harry menahan diri untuk tidak terpekik dan berlari memeluk mereka semua.

...

Beralih pada pemuda berambut pirang yang duduk tenang sambil memperhatikan semua asrama di dalam, Draco telah lama memperhatikan asramanya. Ia telah menyusuri sekeliling aula dengan manik silvernya dan ketertarikannya pada asrama Slytherin membuatnya mengalihkan fokus.


Di sana masih sama. Pada penilaian semua asrama yang ada, hanya asrama Slytherin yang paling banyak diam. Namun, bukan berarti asramanya tidak mengikuti arahan dan menjadi pendiam. Slytherin lebih menghargai waktu berharga sampai mempertahankan etika layaknya bangsawan yang terhormat.

Draco hanya tersenyum angkuh sedikit nostalgia untuk telinganya mendengar bisikan-bisikan tentang perencanaan strategi licik di pertandingan Quidditch yang akan datang. Orang-orang di asramanya sejak dulu tidak berbeda, memilih merencanakan sesuatu yang lain daripada terus mengoceh layaknya tiga asrama lain.


Draco menarik senyum miring mengingat jika yang bisa memasuki asramanya adalah orang-orang yang merupakan keturunan darah murni. Wajah angkuh aristokrat yang menjadikan asrama Slytherin begitu berkelas. Ia bisa melihat beberapa orang yang ia kenali di sana, agak ragu jika Draco bisa mengatakan bahwa ia mengenali semuanya. Di antaranya adalah kedua orang tua dari beberapa teman dekatnya dan juga beberapa orang yang Draco asumsikan sebagai para petinggi sihir di masa depan. 



Love in Time TravelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang