6. Hadapi Saja

18.1K 2.7K 25
                                    

Urusan dengan Linda sudah beres. Kelar. Selesai. Memang paling benar dalam hidup ialah, menuntaskan segala hal yang menyebabkan penyakit hati. Salah satunya, wanita yang ingin menjadi tokoh utama dalam kehidupan pernikahan orang lain. Iya, aku tahu. TAHU. Paham bahwa pernikahan antara Violet dan Tristan terjadi karena kecelakaan. Satu malam panas penuh desah dan pergolakan batin. Tidak ada ikatan cinta. Linda mungkin mengira bisa menggeser posisi Violet dengan cara memamerkan kecerdasan, seakan Violet yang cuma lulusan SMA tidak bisa menyelip dirinya saja. 

Ohohoho tolol benar. Begini ya, aku katakan dengan segenap kewarasan bahwasanya sekalipun seseorang terpelajar, kaya, dan good looking sekalipun tidak membenarkan menjadi orang ketiga. Hei, menginginkan suami atau istri orang lain itu merupakan tindakan buruk. Manusia punya akal, bukan? Nah tolong gunakan akal dan nalar agar tidak tergoda menjadi setan. Ingin saja sudah salah apalagi berniat mengupayakan segala cara agar suami seseorang berpaling. Jangan! Masih banyak lelaki lajang di luar sana. Lajang, kaya, dan mapan. Tidak perlu mengendus milik orang lain.

Lalu, terkait si Violet ini. Barangkali Violet tidak keberatan dijadikan sebagai pengalih perhatian bagi Tristan, tetapi akulah sekarang si nyonya besar—pemilik tubuh dan pemegang kuasa tertinggi. Tristan salah dan patut dipenjara, sebenarnya. Sungguh kocak si Tuan Gordavid ini, ayah tiri Violet, yang memutuskan terima saja pertanggungjawaban Tristan dalam bentuk pernikahan.

Aiiih gemas! Bagaimana bisa Violet terbutakan cinta dan dimabuk asmara hingga rela saja direnggut kesuciannya oleh Tristan yang sedang tidak-dalam-kondisi-sadar-akibat-obat-perangsang? Taruhan! Ayo taruhan kalau sebenarnya aku berada dalam salah satu novel erotis di suatu web dan sedang mengambil alih salah satu karakter sampingan! Mana ada orang waras iya-iya saja diajak nikah oleh pemerkosanya?

Violet,’ kataku dalam hati, ‘kita perlu bicara empat mata. Kamu mungkin butuh ceramah dan petuah hidup mengenai tidak semua cerita cinta harus berakhir dalam pernikahan. Ada kalanya melepaskan jauh lebih baik daripada mempertahankan suatu hubungan yang tidak dilandasi oleh komitmen, kasih sayang, dan kemanusiaan.’

Benar juga. Violet mungkin perlu menemui psikolog.

“Ada apa denganmu, Violet?”

Suara Tristan berhasil menyadarkanku dari lamunan. Untung jantung masih sehat dan bisa diajak kerja sama.

“Sedang berkontemplasi,” jawabku sekenanya.

Ternyata aku sedari tadi sedang duduk di depan meja rias. Pada awalnya usai berkonfrontasi dengan Linda, aku ingin lanjut ke rencana awal yakni, menjual perhiasan Violet secara bertahap. Namun, setelah memilah beberapa cincin dan memasukkannya ke tas tangan ... hmm diriku justru terjebak beberapa pemikiran.

Abaikan pemikiran mengenai Linda, ada hal lain yang penting!

Aku menatap pantulan Tristan yang tengah berdiri di belakangku melalui cermin. “Kenapa kamu ke sini?”

Iya, wajar kalau Tristan masuk ke kamar istrinya. BUT, beda cerita kalau aku yang sedang merasuki tubuh Violet!

“Hanya sedang memikirkan mengenai ucapanmu,” dia menjawab pertanyaanku. “Mengapa kamu menginginkan perceraian?”

Aku pura-pura merapikan riasan, berharap Tristan akan kehilangan minat dan bersedia melepaskanku dari tuntutan memberi penjelasan. Sayang Tristan sama sekali tidak terpengaruh dan memilih bersabar menungguku.

Baiklah! “Seperti yang tadi aku bilang,” ucapku seraya merapikan rambut dengan jepit mutiara. “Kamu nggak punya perasaan apa pun ke aku. Bukankah pada awalnya kamu berencana akan dipertunangkan dengan Vivian? Pernikahan kita hanyalah sebuah kesalahan.”

Violet is BLUE (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang