8. Jadi Benalu Tidak Buruk Juga

17.5K 2.6K 30
                                    

Menjual perhiasan tidak bisa dilakukan secara terus-menerus. Aku butuh solusi kedua menangani keuanganku nanti. Pengalamanku bekerja tidak bisa menjamin sanggup menyokong biaya pendidikan Damian, pengeluaran makanan, listrik, dan oh sialan dunia kapitalis ini! Aku paham Tristan saat ini belum berencana menceraikanku, tapi tidak ada jaminan hidup selamanya mulus. Sedia payung sebelum hujan. Harus. HARUS!

Apa aku akhirnya menemukan jalan keluar?

Iya, tentu saja!

Sebenarnya aku tidak sengaja mengetahui pekerjaan dadakan yang bisa kuambil. Ketika sedang menemani Damian bermain, aku iseng menggambar kancil dan kura-kura dan TERNYATA GAMBARKU BAGUS! Aku tidak tahu, pokoknya otak dan tanganku bisa sejalan! Padahal aslinya aku tidak memiliki bakat melukis, menggambar, bahkan membuat lingkaran mungil. Itu bukan keahlianku.

Akan tetapi, bakat Violet yang satu itu, seni, ternyata tidak ikut lenyap bersama pemiliknya. Tahu-tahu saja aku mampu melakukannya. Ide cemerlang pun langsung menyala!

Tidak, menjadi ilustrator di perusahaan penerbit bukan pilihan utama karena portofolioku hanya sampai di SMA. Contoh gambar pun tidak banyak. Maka, aku putuskan meniru salah satu seniman TikTok dan YouTube.

Tanpa ba-bi-bu segala macam belanjaan yang berkaitan dengan kuas, kanvas, palet, cat minyak, cat air, spidol, pensil warna, laptop, kamera baru pun langsung menjadi kebutuhan utama. Asal tahu saja, semua biaya aku bebankan kepada Tristan. HUWAHAHAHA apa gunanya suami kaya raya, huh? Dia bisa menjadi bermanfaat dengan cara membantuku memperkaya diri sendiri! YES!

Jadilah aku membuat chanel di beberapa aplikasi dengan username Violetta. Pertama-tama aku hanya memamerkan contoh gambar mulai dari putri duyung, naga dan penyihir, naga berkepala tiga yang tengah menelan bumi, bahkan ilustrasi imut. Kemudian berlanjut ke video proses pembuatan lukisan. Pada awalnya chanel-ku hanya dikunjungi beberapa orang saja. Namun, keadaan berubah ketika aku mengajak Damian ikut serta membantuku melukis. Semua orang terfokus pada kami berdua dengan pandangan baru.

Tahulah Violet cantik dan Damian imut. Kombinasi mematikan!

“Mama, sedang senang, ya?”

Damian yang duduk di pangkuanku menampilkan senyum mematikan yang sanggup membuat jantung setiap orang dag-dig-dug! Kami sedang membaca komentar pengunjung di salah satu aplikasi semacam YouTube. Kurang lebih semacam ini komentar yang mereka tinggalkan.

[Violetta, apakah kamu masih lajang? Aku bersedia menjadi bapak bagi putramu.]

[Maaf ya, sebenarnya Violetta itu istriku.]

[Damian manis sekali.]

[Keponakan online-ku! Aaaaa pipinya!]

[:”) Penasaran suami Violetta.]

[Setuju! Pasti ayah kandungnya ganteng!]

[Uhuk. Aku sebenarnya ayahnya Damian.]

“Ma?”

Aku mengusap kepala Damian dan membenamkan wajahku di rambutnya yang begitu harum. “Kenapa?”

“Mereka suka Mama,” kata Damian sembari menunjuk deretan pesan yang ditinggalkan oleh pengunjung. “Ada yang ngaku-ngaku jadi suami Mama.”

Segera saja kuputuskan untuk keluar dari chanel dan mematikan laptop. “Ada yang ngaku jadi tantenya Damian, ‘kan?”

Damian bersedekap. “Hmmm.”

Oh betapa ingin kucubit pipinya!

***

Tristan, anehnya, tidak berkomentar apa pun terkait pengeluaran dan keputusanku memanfaatkan salah satu ruang sebagai studio. Sesekali dia mampir dan menunggu dari jauh, seolah takut mengusikku membuat video melukis. Dia berdiri di dekat pintu, menyandarkan bahu ke pintu, dan mengamatiku.

Sebenarnya aku ingin mengusirnya, tetapi kepalang tanggung. Lukisan mengenai mawar dan peri-peri mungil bersayap putih yang tengah bersembunyi pun menjadi prioritas. Aku abaikan dorongan mendelik dan mengusir Tristan, fokus pada pekerjaan. Begitu selesai, kuletakkan kuas di salah satu ember. Lekas mengelap tangan di kain dan mematikan kamera agar berhenti merekam.

“Kamu kembali melukis, Violet?”

Tristan mendekat, pandangannya jatuh ke gaun putih sepanjang lututku yang kini dihiasi bercak-bercak warna-warni dari cat minyak. “Aku pikir kamu tidak tertarik dengan dunia itu....”

Aku mengedikkan bahu. “Ada beberapa hal yang membuatku sadar bahwa seni jauh lebih menyenangkan daripada menunggu perhatian dari seseorang.”

Koreksi, mengumpulkan uang jauh lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu menjadi istri pajangan.

“Kamu terlihat hidup,” katanya dengan nada suara yang terdengar lembut. Dia menjulurkan tangan, menyelipkan rambut di belakang telingaku, lantas tersenyum. “Aku sempat cemas ketika kamu memutuskan berhenti melukis.”

Tristan terlihat santai dalam balutan kemeja putih dan celana jins. WAIT! Kenapa dia memilih kemeja putih? Apa dia sedang membujukku agar dimasukkan ke dalam video dan diperkenalkan sebagai suamiku? Idih, NO! Nggak boleh.

“Oh kamu bisa cemas juga, ya?” sindirku. “Aku pikir selama ini posisiku hanya sebatas ‘pertanggungjawaban’ belaka.”

“Aku berusaha memperbaiki segalanya,” kata Tristan. Dia memasukkan kedua tangan di saku celana. “Membuatmu bahagia.”

Omong kosong! “Dengan cara tidur di kamar terpisah?” serangku. “Oh bahkan kamu nggak pernah menghadiri sekolah Damian.”

“Aku punya alasan khusus,” dia menepis tuduhanku. “Lagi pula, Violet kamu dulu tidak pernah menuntut apa pun. Kenapa sekarang kamu mengungkit kesepakatan tidak tertulis di antara kita?”

“Hei, Tuan Sok Tahu. Aku nggak peduli andai kamu ingin tidur di loteng maupun pinggir jalan. Satu-satunya yang kubutuhkan adalah partisipasimu dalam menyemangati Damian. Apa kamu tahu kalau semua anak di TK selalu dijemput oleh orangtua mereka, bukan sopir?”

Setelah menghela napas, akhirnya Tristan berkata, “Aku sibuk.”

Sibuk?

Sepertinya menghajar Tristan itu legal.

“Apa kamu masih memikirkan Vivian?” tanyaku seraya berkacak pinggang. “Dia, kan, yang kamu inginkan? Oke, kita bisa berpisah dan kamu berhenti merasa berkewajiban melindungi kami.”

“Violet, sudahi saja pertengkaran ini. Ada hal lain yang perlu kita bahas.”

Susah payah aku menahan bibirku agar tetap terkatup—agar tidak merecoki Tristan dengan serangan julid dan nyinyir!

“Ulang tahun papamu,” katanya. “Sebentar lagi kita harus menghadiri perayaan tersebut.”

Aku menurunkan tangan. Kembali ke kediaman Gordavid, walau sejenak, sepertinya bukan pilihan bagus. Pasti akan terjadi drama picisan dan aku yang akan berakhir sebagai contoh buruk.

Sialan!

***

Malamnya aku sulit tidur. Bermacam pikiran mengenai keluarga asli Violet membuatku jengah.

Vivian jelas tidak akan tinggal diam bila melihatku muncul di sana. Ada banyak musuh, sedikit sekali—tidak ada—pendukung. Damian, oh dialah yang paling aku cemaskan. Semua orang pasti akan menunjuk dan menuduhku sebagai wanita murahan! Si perebut lelaki orang. Padahal aku hanya jiwa nyasar yang terjebak raga wanita kaya raya.

Mau tidak mau, aku harus kuat!

Serang atau kabur.

Tentu saja serang dan gigit!

Maju! Ayo kalian semua musuhku maju saja! Aku tidak takut!

Huhuhu masalah memang menyebalkan.

Selesai ditulis pada 19 Nopember 2022.

:”) Milky sekarang suka keluyuran. Mana susah nyarinya. Hiks. Oh iya, kalian jangan sampai telat makan lho. Sakit perut dan lambung itu berbahaya. Terutama jaga pikiran, jangan terlalu banyak beban. Hehehe. Minum air putih secukupnya dan bila perlu konsumsi vitamin C. I love you, teman-teman.

Salam hangat,

G.C

Violet is BLUE (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang