Ketakutanku mengenai proses perceraian akan berjalan alot ternyata tidak terbukti. Di luar dugaan, Tristan bersedia mengamini keinginanku, tidak melawan maupun menolak. Dia, kemungkinan besar, terpaksa melakukan perceraian karena satu atau dua hal. Bisa jadi Monica-lah dalang di balik kepatuhan putranya. Bagaimanapun juga perceraian antara kami, aku dan Tristan, merupakan mimpi terindah bagi mantan mertuaku. Dengan begitu Monica bisa memenuhi keinginannya menikahkan Tristan dengan Vivian. Pasti lucu, ya? Mantan suamiku menikah dengan saudari tiriku. Cukup bagus dijadikan bahan FTV berdasar kisah nyata. Ups. Entahlah. Aku tidak peduli. Sekarang aku adalah insan merdeka. Tidak perlu seruangan dengan Tristan.
Beberapa kali aku bersua Tristan di pengadilan. Bisa saja pihak pengadilan menyarankan mediasi kepada kami, tetapi dari pihakku telah menyodorkan beberapa bukti perselingkuhan Tristan termasuk dengan rekaman suara Monica ketika menguliahiku (tambahkan hinaan dan segala kata merendahkan). Monica naik pitam ketika mengetahui ada rekaman mengenai dirinya. Namun, dia mampu menahan diri-tidak menjambak, memaki, maupun menyumpahiku-di pengadilan. Aku bisa bayangkan di dalam kotak imajinasi milik Monica pasti papan reklame bertuliskan "AYO JAGA MULUT AGAR VIVIAN BISA JADI MANTU" berseliweran.
Oleh karena itu, kemenangan gemilang pun jatuh ke tanganku. Terasa manis. Seumur hidup baru kali ini aku merasa sebagai sang pemenang, bukan pecundang.
Damian ... oh betapa aku ingin menghujani putraku dengan hadiah, kasih sayang, dan berkata kepadanya bahwa masa depan akan cerah gemilang. Dia tidak perlu menanggung ekspektasi dari siapa pun; hanya perlu menjalani pilihan miliknya, berjuang demi dirinya, dan melakukan segala petualangan yang semesta tawarkan.
Orang bilang anak merupakan hadiah terbesar yang diterima seorang manusia. Namun, dalam kasusku tidak seperti itu. Aku terlahir sebagai bagian dari rencana menyejahterakan pasangan suami istri. Jangan berharap banyak mengenai ibu maupun ayah baik hati. Posisiku sekadar pelengkap dan alat pemenuh ekspektasi saja. Sekalipun biaya makan, sekolah, dan transpostasi ditanggung tanpa satu kali pun dibahas oleh orangtuaku, tetapi begitu menyangkut pekerjaan dan penghasilan....
Ah lupakan. Masa lalu pahit. Sekarang aku memiliki keluarga baru. Iya! Tidak perlu memikirkan hal-hal yang membuatku murung. Sebagai pengabdi Damian, kebahagiaan Damian-lah yang utama. ALL HAIL DAMIAN!
♪♪♪
Sembari bersenandung, aku mulai membantu Damian bersiap ke sekolah. TK yang kini Damian hadiri terletak tidak jauh dari apartemen. Sesuai penjelasan Liam bahwa ia sengaja memilihkan kediaman yang lokasinya tidak jauh dari area penting seperti sekolah, mal, dan sebagainya.
"Ma, aku keren?"
Kedua mata Damian berbinar indah. Ada kebahagian di dalam sana, di kedua mata. Nuansa hangat yang membuat jantung berdebar dan aku bahkan tidak keberatan menari diiringi suara Taylor Swift. Shake it out! Shake it out!
Usai memasang dasi dan memastikan tidak ada satu pun terlewat, aku pun tersenyum dan menghadiahi Damian ciuman di kedua pipinya. "Kamu keren dan manis."
"Sungguh?"
Aku mengangguk. "Siap?"
Begitu aku bangkit, Damian pun meraih tanganku dan menggenggam jariku. Kami berdua meninggalkan apartemen dan berjalan kaki menuju TK. Sudah kubilang, 'kan, jarak antara apartemen dan TK tidak jauh?
Damian jadi sering tertawa. Jauh berbeda ketika kami tinggal bersama Tristan. Kadang Damian menyinggung topik seperti Liam yang, uhuk, katanya menarik perhatian wali murid yang menganggap Liam tampan dan berwibawa.
"Ma, Om Liam jangan sering-sering main ke TK."
"Kenapa? Bagus dong mereka tertarik kepada Om."
"Nanti aku nggak bisa main sepuasnya dengan Om!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Violet is BLUE (Tamat)
Romance"Kepada para tante, om, keluarga, dan tetangga yang tidak tahu perjuangan hidupku, tolong berhenti membuatku merasa menjadi manusia gagal." Itulah sehimpun ratapan hati yang ingin kuadukan kepada mereka. Namun, hidup memang sedang tidak baik-baik sa...