SINGAPORE, 2010
Putus cinta bisa jadi sebuah awal baru atau akhir kehidupan. Untuk orang-orang yang bisa menyikapi putus cinta dengan positif, mungkin bisa menjadi awal yang baru, misalnya dengan meraih kembali cita-cita yang sempat tertunda atau mendapatkan kembali cinta-cinta yang lainnya. Tetapi jika menyikapi dengan negatif, mungkin akan jadi sebaliknya, hidupnya jadi berantakan, tumbuh rasa benci dan dendam, kemudian berujung depresi.
Bagi Maura pribadi, dia lebih senang menyikapinya dengan pemikiran positif, bahwa kepergian Dewa setahun yang lalu adalah salah satu dari sekian banyak cara Tuhan menunjukkan padanya bahwa ada hal yang harus dia perhatikan selain tentang Dewa.
Ada cita-citanya yang masih harus dia capai, ada cinta orang-orang di sekitarnya yang sering tidak dia sadari.
Maka, meskipun kesedihannya atas kepergian Dewa belum juga bisa sepenuhnya hilang, Maura tetap sanggup melanjutkan cita-cita. Dia berhasil mewujudkan wishlist terakhirnya; menjadi mahasiswa NAFA, Singapore, di jurusan Art Management.
Seperti yang Dewa inginkan, Maura harus bisa melanjutkan hidup dan kembali bahagia meski tanpa dirinya. Sekalipun itu sedih, Maura tetap harus bahagia dan percaya bahwa semua yang pergi pasti akan ada gantinya.
"He's your boyfriend?"
Maura terkejut. Refleks, tangannya langsung menutup layar laptop dan memutar tubuhnya ke belakang, ke arah teman satu flat-nya, Paula.
"No, no." Maura meringis sambil menggeleng-geleng. Gugup tertangkap basah tengah memandangi cuitan dan foto-foto Dewa di akun twitter cowok itu.
"Are you sure?" goda Paula.
"Emm... yeah... i mean not anymore," jawab Maura.
"Oh, you guys broke up? I'm so sorry."
"No, it's ok. It was a year ago."
"A year ago but you still looking at his photos? Wow..."
Maura tersenyum seraya mengangkat bahu. "Well, i don't understand with myself too why i'm still curious about his life even after he left me. It's not because i still can't let him go, i think... i just still can't forget him. Especially for our too much memories."
"Sounds like a forced-broke up. Am i right?"
"Kind of. There was an accident happened to him. It was made his memory loss and can't remember anything about me. So now I'm just a stranger for him."
"What?" Gadis asal negeri tirai bambu itu terkejut dan memegang lengan Maura. "I'm sorry again."
Lagi, Maura hanya bisa tersenyum. "It's ok."
Waktu satu tahun memang belum cukup untuknya bisa melupakan kejadian menyakitkan itu. Tiap kali kejadian itu teringat lagi, Maura kesakitan lagi. Patah hati lagi. Kemudian mencoba bangkit lagi.
Satu tahun juga belum cukup untuknya bisa melupakan Dewa.
Iya, hidupnya memang masih baik-baik saja meskipun Dewa telah pergi, cita-citanya pun tercapai, wishlistnya terpenuhi, hidupnya tetap berjalan baik seperti apa yang Dewa pesankan padanya.
Tetapi meskipun begitu, kenangan tentang Dewa dan semua yang pernah mereka lalui bersama tidak semudah itu bisa ia lupakan seperti Dewa melupakannya. Justru ketika semakin mencoba melupakan, malah jadi lebih sulit terlupakan.
Kenangan mereka ibaratkan pasir; semakin digenggam, semakin berhamburan. Semakin mencoba dihilangkan, semakin sulit dikendalikan.
Drrtt... Drrttt...
Ponsel di samping laptopnya bergetar, memunculkan nomor Indonesia di layar pemanggil. Maura dan Paula sama-sama melirik ponsel pipih warna hitam-merah itu sebelum kemudian Paula kembali melirik Maura.
"Is that him?" tanya Paula.
"Definitely no!" jawab Maura cepat lalu tertawa. "He even changed his number."
"Oo.. sorry again."
Maura hanya tersenyum dan mengangkat telepon. Belum juga menyapa, suara di seberang sudah menyerobot lebih dulu.
"Ra, lo mesti buka internet sekarang!!! Buruan, pentinggg!! Aduh sumpah, gak ngerti lagi, sumpah. Ah, parah banget! Tadinya gue gak mau ngasih tau lo tapi gue pikir kayaknya lo mesti tau."
Rentetan suara cempreng Elma memenuhi gendang telinga Maura.
"Apa, sih, Ma? Pelan-pelan aja ngomongnya."
"Buka dulu laptop lo cepetan! Buka internet!!"
Maura menuruti perintah Elma, laptop yang barusan ditutup olehnya sekarang dibuka lagi. Jendela browser yang semula menampilkan wajah Dewa segera ditutup. Berpindah membuka jendela web browser baru yang langsung terarah pada layar utama sebuah search engine.
"Udah," kata Maura.
"Ketik nama Luna."
Sedetik, Maura mengatupkan bibirnya dan menghentikkan jarinya di atas keyboard laptop. Ketika nama itu disebut, perasaannya berubah tak enak. Nama Luna membawa pikirannya ke nama yang lain.
"Ra? Udah belom?"
"Eh?"
Maura kemudian menyadarkan diri lagi, tipis-tipis senyumnya terulas, tanda bahwa dia sedang bernegosiasi dengan hatinya supaya jangan mengharapkan apapun lagi.
"Oke, udah. Terus apa—"
Ucapan Maura terhenti saat jemarinya bahkan belum rampung mengetik nama Luna tetapi sudah banyak suggestion keyword yang muncul di sana.
Paoluna Gaby dan pacarnya
Paoluna Gaby di Jerman
Paoluna Gaby pacar
Pauluna Gaby biodata
Paoluna Gaby agama"Lo bisa liat artikel-artikel berita yang muncul di situ, kan?"
Dengan tangan gemetar, Maura memilih satu keyword yang paling atas, yang juga paling menyayat hatinya. Satu halaman browser langsung dipenuhi dengan berita-berita yang kebanyakan berjudul sama, dilengkapi beberapa foto yang rasanya tak sanggup untuk dilihat oleh Maura.
Diam-Diam ke Jerman, Benarkah Paoluna Gaby Menemui Kekasihnya?
Paoluna Gaby Sering Bolak-Balik ke Jerman Bukan Untuk Photoshoot, Ternyata...
Kenali Sosok Anak Pengusaha Kaya Raya di Jerman Yang Dikencani Paoluna Gaby!
Nomor Tiga Bikin Meleleh...Cukup sampai di judul artikel ketiga, Maura tak sanggup lagi melanjutkan menatap layar laptopnya. Benda pipih 14 inchi itu langsung dilipat kasar sembari memejamkan mata. Rasa sakit di hatinya merambat naik sampai ke kepala sehingga mendorong airmatanya keluar.
Padahal, Maura sudah berjanji untuk tidak menangisi Dewa lagi. Tetapi, melihat berita-berita itu membuatnya jatuh lagi ke lembah masa lalu setelah bersusah payah merangkak naik melawan getirnya patah hati.
Hanya karena satu berita, rusak sudah sejuta kekuatan yang satu tahun ini dia kumpulkan untuk melupakan Dewa.
Gagal move on lagi hanya karena satu berita.
Kamu bohong, Wa, kamu bilang nggak akan memilih siapapun di antara aku dan Luna.
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]
RomanceKetika kisah mereka telah menjadi masa lalu bagi orang lain, tapi baginya hanya seperti kemarin. Banyak hal berubah, tapi ia masih tetap di perasaan yang sama. Kedatangannya kembali ingin mengulang kisah yang dulu ia tinggalkan. Mengejar lagi seseor...