COLCHESTER, 2013
Di saat teman satu apartemennya sudah pergi party 'tuk merayakan pergantian tahun baru, Maura malah duduk di depan TV menonton film genre drama romantis yang sudah ¾ jalan cerita berlangsung. Masih kurang dari duapuluh menit lagi film itu akan habis, tetapi Maura sudah menghabiskan lebih dari sepuluh lembar tisu untuk menyeka air mata dan ingus.
"Segitu sedihnya emang?"
Dalam pencahayaan ruangan yang sengaja diredupkan, wajah Maura tersorot terang oleh cahaya TV, air matanya semakin terlihat jelas menetes. Ditutupi selimut, kakinya dilipat naik ke sofa, tangannya memeluk tubuh yang sudah dilapisi kaos, sweater rajut dan selimut. Sejak siang, udara di salah satu kota di Inggris ini memang masih -2° tetapi itu sudah cukup menggigil bagi orang yang biasa tinggal di daerah tropis seperti Maura.
"Aduh, bengkak banget pasti mata gue," ucap Maura berbicara dengan Elma via telepon.
"Lumayan ya, Ra, kamuflase."
"Maksud lo!?" Meskipun mengerti arah pembicaraan Elma, tetap saja Maura enggan mengaku.
"Sekarang tanggal berapa? Lo pasti masih inget, kan? Makanya sengaja nonton film sedih supaya airmata lo bisa keluar dengan alibi karena nonton film sedih. Padahal karena lo kangen dia."
"Mulut lo nggak bisa gausah terlalu jujur, nggak, sih?" Maura mencebik kesal.
Elma malah tertawa di ujung sambungan. Suara-suara kendaraan terdengar jadi background obrolan mereka. "Soalnya lo nggak pernah mau jujur sama diri sendiri, jadi gue yang wakilkan aja."
"Menipu diri itu sebagian dari bentuk pertahanan diri, tau!"
"Ya, ya, ya. Tapi padahal gapapa juga kok ngaku kalo lo kangen dia. Lo pura-pura pun nggak ada ngaruhnya sama ingatan dia."
Maura diam, merasa tertohok lagi oleh ucapan Elma yang banyak benarnya.
"Yaudah, ah, sana lanjut lagi menangisi diri sendiri lagi, gue udah mau sampe nih. Aldo berisik banget dari tadi."
"Oke, gue tutup ya."
Masih dengan selimut membalut tubuhnya, Maura berdiri untuk melihat pantulan wajahnya di cermin. Dia mengecek matanya yang jadi lumayan bengkak dan hidung merah. Langkahnya lalu berpindah menuju kamarnya untuk mengambil laptop dan kembali ke ruang tengah. Setelah layar laptop menyala, tangannya refleks menggeser kursor ke aplikasi browser dan membuka web twitter.
Stalking dimulai.
Niat hati ingin move on, apalah daya tangan, hati, otak dan perasaan masih kepo.
Padahal, Maura tahu, semakin ia kepo, semakin sulit melupakan. Semakin kepo, semakin sakit.
"Tapi ini bukan kepo kok namanya, cuma pengin tau aja," ucapnya berusaha memberi alasan pada diri sendiri.
Cuitan dan foto-foto pemilik akun yang sedang dipantau oleh Maura itu rata-rata berisi pendapat tentang pendidikan, lingkungan dan game. Jarang muncul sesuatu tentang 'asmara' yang sebenarnya berharap Maura temukan di sana.
Mungkin aku sudah lupa bagaimana rasanya malu-malu saat jatuh cinta, karena sudah terlalu malu akibat keegoisan cinta.
Dulu, aku terlalu meminta dimengerti, padahal diriku sendiri tak sanggup mengerti aku.
Bener kata Arfin, gak enak tinggal jauh dari orang-orang tercinta. Bikin rindu tapi gak berani ngaku.
Hanya itu tulisan-tulisan tentang cinta yang terselip di halaman profil milik Dewa, walaupun sudah ditulis bertahun-tahun dan berbulan-bulan yang lalu. Saking sukanya, Maura simpan ke dalam bookmark, dan itu membuat Maura selalu bertanya-tanya, untuk siapakah tulisan itu? Dalam kondisi seperti apakah Dewa saat menulis itu? Bermaksud apakah tulisan itu? Tanpa sadar, Maura jadi menyangkut-pautkan kepada dirinya.
"Ah, mulai lagi, deh!" Maura tersadar dan memukul kepalanya sendiri. "Jangan GR, Ra, ishhh!"
Karena tak mau terlalu lama menikmati diri memandangi tulisan dan foto-foto Dewa, sesegera mungkin Maura menutup jendela browser tersebut. Tetapi sebelum meng-klik, halaman profil Dewa turun menandakan adanya sebuah cuitan terbaru. Penasaran, Maura pun menggerakkan matanya ke tulisan itu.
Dewa menambahkan sebuah swafoto berlatar pantai dan langit malam yang terhampar kembang api cantik berwarna-warni. Yang membuat Maura langsung meremas selimutnya adalah foto tersebut diambil bersebelahan dengan perempuan cantik rambut pirang yang juga tersenyum ke arah kamera. Pipinya dengan pipi Dewa bahkan bersentuhan saking dekatnya posisi mereka. Di luar foto yang tertangkap, Maura yakin pasti tangan Dewa juga merangkul bahu artis cantik itu.
Dewa dan Luna terlihat sangat serasi dan bahagia di foto itu.
Dalam caption-nya, Dewa bahkan menuliskan sesuatu konyol khas-nya.
Ibu Peri Cantik dan Bapak Peri Biasa Aja Tapi Keren ingin mengucapkan Happy New Year 2013 dari Hamburg untuk raykat-rakyat yang udah duluan tahun baru di DKI Jakarta dan sekitarnya. Semoga tahun baru ini bukan seperti tahun second, amin.
Tidak menangis, Maura justru tersenyum melihat apa yang ada di layar laptopnya saat ini. Entah karena memang ikut bahagia melihat Dewa bahagia, atau karena air matanya sudah kering dikuras film sedih tadi. Yang jelas, Maura tidak ingin menangis untuk Dewa lagi, apalagi jika yang ditangisi sudah bahagia dengan oranglain.
Percuma.
Sia-sia.
Tak ada gunanya.
Tak ada juga yang mau mendengar.
Sudahlah, Maura sudah merelakan Dewa. Sudah membiarkan masa-masa indah mereka berlalu dan cukup menjadi memori. Meskipun masa lalu mereka sudah meninggalkan bekas luka yang masih berdenyut di hatinya.
Maura hanya ingin melakukan satu hal lagi untuk Dewa; mengucapkan selamat ulangtahun.
"Di sini masih tanggal 31 Desember, Wa," ucap Maura sambil menatap figur Dewa di laptop. "Happy birthday, Dewa! Aku masih boleh ngucapin ulangtahun buat kamu, kan? Walaupun kamu pasti lupa kalo kamu udah gak benci lagi dikasih ucapan selamat ulangtahun, tapi aku selalu inget sama janji kita yang akan selalu ngerayain ulangtahun kamu bareng-bareng tiap tahun."
Hebat sekali Maura menahan untuk tidak menangis saat berbicara seperti itu.
"Gapapa kita gak bisa ngerayain bareng-bareng, cuma bisa ngucapin kamu pun udah cukup buat aku, Wa. Semoga kamu selalu sehat di manapun berada dan bahagia dengan siapapun itu. Aku bahagia banget pernah jadi bagian dari kenangan hidup kamu, walaupun kenangan itu pun udah terhapus dari ingatan kamu."
Menarik napas panjang dan berat, Maura tersenyum dan melipat laptopnya di atas meja. Sekaligus menutup seluruh lembaran kenangannya bersama Dewa dan bersiap menyambut tahun 2014 dengan kekuatan baru.
"Tolong jangan pernah kembali lagi, ya, Wa, supaya aku bisa selamanya melupakan kamu."
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]
RomanceKetika kisah mereka telah menjadi masa lalu bagi orang lain, tapi baginya hanya seperti kemarin. Banyak hal berubah, tapi ia masih tetap di perasaan yang sama. Kedatangannya kembali ingin mengulang kisah yang dulu ia tinggalkan. Mengejar lagi seseor...