Goodbye Memory Ke-13!

452 75 151
                                    

JAKARTA, 2015

Laki-laki itu duduk di kursi bisnis pesawat tujuan Jakarta yang sebentar lagi akan landing. Duduk di dekat jendela sambil memandangi laut dan kota di bawah yang kian mendekat.

"Ladies and Gentlemen, we shortly will be landing at Soekarno-Hatta International Airport in Jakarta. The local time now is 20 minutes past 5 p.m. The time in Jakarta is 6 hours ahead of Hamburg. Please fasten your seat belt against your seatback into the outbreak position and locks your table securely. Place your phone back and video monitor in place also keeps your window safes open during this time. Passenger who are using laptop and other entertainment devices, please switch them off now. We would like to remind you that carrying narcotics and drugs in Indonesia is the violation of the law, Thank you."

Pre-landing announcement yang baru saja diumumkan oleh pramugari membuat Dewa bergegas memakai seatbelt dan menegakkan sandaran kursi. Penumpang di sebelahnya tersenyum dan mengajaknya bicara.

"Are you okey?"

Dewa menoleh lalu balas tersenyum. "Aku gak pusing sama sekali kok. Tenang aja, Lun."

"Oke." Luna yang akhinya ikut pulang ke Jakarta dengan Dewa kembali menatap lurus selagi badan pesawat menurun dan memiring. Walaupun tahu hati Dewa sudah bukan untuknya lagi, Luna tetap tak mau meninggalkan Dewa yang baru kemarin keluar dari rumah sakit begitu saja.

"Nanti aku langsung ke Bogor, ya," kata Dewa.

Luna menoleh lagi, "Ke Bogor tempat siapa?"

"Kamu tau, lah."

"Wa, kemaren kata Omah apa? Kamu harus langsung istirahat di rumah Omah, kita abis melakukan perjalanan panjang, lho."

Dewa terkekeh pelan, "Lun, aku gak sakit apa-apa, kemaren hasilnya membuktikan, kan? Nanti pulang dari Bogor kan aku bisa langsung istirahat di hotel sana."

"Tapi dokter bilang kemungkinan masih akan ada kepusingan-kepusingan yang bakal kamu rasain."

"Santai...." Dewa tersenyum lembut kepada Luna. "Aku gak akan mati juga, kan, kalo langsung ketemu Maura?"

Luna menghela napasnya lalu membuang wajahnya lagi dari Dewa. Sekarang, Dewa sudah kembali menjadi Dewa yang akan rela menjadi buta dan gila demi seorang gadis bernama Maura.

"Nanti aku anter kamu dulu sebelum ke Bogor," ucap Dewa.

"Gak perlu."

"Iiih, jangan ngambek gitu, dong."

"Bukan ngambek, Wa, tapi aku emang udah seharusnya aku gak bergantung lagi sama kamu. Ya, kan?"

Dewa langsung diam. Bingung harus menjawab bagaimana, dia pun memilih untuk melihat lagi pemandangan di jendela pesawat.

***

Sudah dijemput oleh asistennya dengan mobil yang dikendarai supir pribadi mereka, Luna masih belum masuk ke mobil. Dia menoleh lagi pada Dewa setelah berpikir dan bernegosiasi dengan hatinya sendiri.

"Ayo, bareng aku aja," kata Luna.

"Lun, aku mau langsung ke Bogor," balas Dewa.

"Yaudah aku juga mau ke Bogor."

Ucapan Luna itu tentu mengejutkan asistennya di dalam mobil, cowok kemayu itu langsung membuka pintu dan berdiri membisiki Luna.

"Say, besok pagi kita talkshow, lho."

"Yaudah berangkat dari Bogor bisa, kan?" balas Luna berbisik.

"Hari kerja, say, macet, duuuh."

"Yaudah jalan subuh."

Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang