Goodbye Memory Ke-5!

463 74 13
                                    

BOGOR, 2010

Tanpa ada rasa malu sedikitpun, Nando selalu meluangkan waktu membantu ibunya di tempat laundry sederhana yang beberapa bulan lalu baru dibuka oleh ibunya. Terkadang, setiap akhir pekan ibunya juga masih berjualan nasi kuning, lontong sayur dan lainnya di depan tempat laundry. Untuk tambahan biaya menyekolahkan adik Nando lagi.

Meskipun tempat laundry mereka sering dilewati teman-teman kuliahnya, Nando tidak pernah malu. Justru teman-temannya yang ngekos sering menitipkan cucian mereka di tempat laundry milik ibunya itu dan sarapan pagi nasi kuning ibunya.

Setelah lulus SMA, Nando berhasil mencapai salah satu langkahnya dalam mewujudkan cita-cita; diterima kuliah di jurusan Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor dengan jalur beasiswa. Tanpa memberatkan biaya pada ibunya, Nando berhasil melanjutkan studi dan mengejar cita-citanya seperti dua sahabatnya yang lain; Dewa dan Maura yang masing-masing kini sedang mengejar cita-cita mereka di negeri yang jauh dari Indonesia.

Nando masih selalu ingat kata-kata Dewa padanya sebelum pergi ke Jerman. Dan kata-kata itulah yang semakin membuat Nando semangat.

"Nan, kalo suatu saat nanti kita ketemu lagi, janji ya lo udah harus jadi orang sukses yang bisa mengembalikan keadaan keluarga lo kayak dulu lagi?"

Gue janji, Wa, suatu saat ketika kita bertiga ketemu lagi, gue pasti udah wujudkan cita-cita gue. Kita bertiga pasti bakal jadi orang sukses, batin Nando tiap kali ingat pesan Dewa.

Dan satu lagi pesan yang dititipkan Dewa padanya, yang juga sebisa mungkin selalu Nando ingat dan laksanakan; menjaga Maura dan memastikan bahwa gadis itu selalu bahagia meski tanpa Dewa.

Ketika Maura berhasil mewujudkan wishlist terakhirnya kuliah di Singapore, Nando pun berhasil mengumpulkan uang tabungannya untuk membeli ponsel bekas yang sederhana. Dipakai untuk berkomunikasi dengan Maura, menjaga gadis itu dari jauh. Meskipun terkadang komunikasinya dengan Maura membuat Mia cemburu.

Nando melirik jam tangannya dan mendapati jarum sudah menunjuk pukul delapan lewat lima menit. Pagi ini rencananya akan diadakan rapat acara memperingati hari Pendidikan Nasional yang semula telah disepakati dimulai pukul setengah delapan pagi, tapi ketika Nando tiba di ruang rapat BEM Keluarga Mahasiswa, ruangan itu masih kosong melompong. Lampu ruangan pun masih belum dinyalakan. 

Nando pun memutuskan untuk menarik kursi dan membuka buku tebal favoritnya sejak SMA. Mumpung ruangan masih sepi dan udara pagi masih segar, dia menyempatkan membaca satu bab.

Berkat kecintaannya dengan buku-buku berbau arsitektur itu sejak dulu, Nando jadi sedikit lebih unggul dari teman-teman jurusannya di sejumlah mata kuliah. Nilai IPK-nya di semester pertama bahkan berhasil menjadi nilai tertinggi di jurusan seangkatannya.

Selama tiga tahun berada di sekolah yang sama dengan Dewa, Nando belum pernah berhasil menduduki tahta tertinggi itu. Nando belum pernah berhasil merasakan seperti apa menjadi orang nomer satu. Dan kini akhirnya setelah perjuangannya yang tak kenal henti, dia berhasil mendapatkan tahta itu. Sejak saat itu, Nando pun semakin berjanji pada dirinya sendiri akan selalu mempertahankan peringkatnya, seperti Dewa dulu.

Bukan lagi hanya sekadar sebagai sahabat, Dewa sudah dianggap sebagai panutan olehnya. Semenjak tahu tentang rahasia keluarga Dewa, Nando semakin ingin menjadi kuat seperti Dewa. Dia ingin tetap berdiri paling tinggi meskipun tak ada orangtua yang menyokong, ingin tetap tak tertandingi meskipun orangtua tak peduli, ingin tetap terlihat bahagia meskipun orangtua tak utuh.

Suatu hari nanti, Nando ingin kembali bertemu dengan Dewa. Dengan janji-janjinya yang sudah ditepati. Kemudian mengucapkan banyak terimakasih.

Dan Nando harap, ketika hari itu tiba, Maura juga bisa berada di sana.

Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang