18. Kekerasan Dika

2.7K 424 30
                                    

Hari hari menjadi ibu yang membuat kehidupanku berubah. Kata orang, setelah menjadi seorang ibu kita akan merasa sempurna sebagai wanita. Langit memang hadir menyempurnakan hidupku. Ia menjadikanku seorang ibu. Dia membuatku terus belajar menjadi seorang Ibu.

Tapi point pentingnya, kesempurnaan wanita bukan hanya saat ia menjadi ibu. Jadi untuk para pejuang garis dua, tetap semangat. Kalian sempurna menjadi diri kalian sendiri.

Usia Langit hari ini genap satu Minggu, kuputuskan untuk aqiqah menunggu saat ayahnya kembali dari tugas. Aku ingin Ayahnya menemani setiap moment penting di hidup Langit.

Aku di asrama di temani oleh Uti, Kakung dan Buk e. Iya, buk e datang sejak tiga hari yang lalu. Ia ingin dipanggil simbah oleh Langit. Aku begitu bahagia melihat senyuman ibu mertuaku saat menggendong cucunya.

Gurat bahagia tak bisa terdefinisikan. Senyumnya, tertawanya, beliau akan di sini sampai minggu depan. Bergantian dengan Bunda yang sedang di Jakarta sekarang.

Sejak Langit lahir, Buk e memberanikan diri untuk menentang Mas Dika. Aku tidak tahu bagaimana nanti, tapi kami semua akan menjadi tameng bagi Buk e dan juga Pak e dari kebencian ayah.

Sejak kemarin, beberapa kerabat dan tetangga asrama datang untuk bertrmu langit. Satu yang masih aku tunggu, si adik kecilku yang sibuk sekali. Jahat ya Nak, Oom nggak jenguk kamu.

Selama seminggu ini jam tidurku belum kembali normal. Langit masih sering menangis di tengah malam. Bergadang menjadi kegiatan baruku, tapi sungguh. Aku begitu menikmati setiap momen itu. Momen dimana aku mengasihinya, tangan mungil itu menggenggam jari ku. Dan mata indahnya seakan berbicara. Dan mata indah itu yang akan selalu menatapku hingga nanti, hingga mataku pun menutup selamanya.

Langit, doain ibu dan ayah umur panjang ya nak. Supaya kami bisa terus belajar dan mengarungi dunia ini bersamamu nanti.

Dari langit aku juga belajar sabar dan memahami. Semoga ibu bisa terus lebih baik ya nak. Maaf jika masih mengeluh dan ada kesalahan yang ibu lakukan ya Nak.

"Ibu, kok ada mobil berhenti ya itu?" Aku melihat lewat jendela.

"Iya Mbak. Tapi ibu nggak janjian sama siapa siapa." Aku keluar dari kamar menggendong Langit yang baru saja bangun tidur.

Oiya, kata bunda dan buk e. Sekarang aku harus membiasakan diri memanggil namaku dengan sebutan Ibu. Katanya supaya kelak Langit terbiasa. Pahadal penggennya sih di panggil Kakak sama Langit. Hehehe bercanda ya Nak. Langit anakku sayang.

Dan woaaaaaa, another surprise hari ini.

"Kenapa makin kurus om, aku langsung memeluknya. Adikku tercinta, Daffa Adnyana Yudhaga.

"Engga ini ototnya lho Mbak. Sehat kan." Daffa membalas pelukanku.

"Daffa kangen banget sama Mbak Calla." Bisiknya, tak terasa air mataku menetes begitu saja. Seakan paham Buk e membawa Langit ke gendongannya.

"Langit sama simbah dulu ya." Aku bisa merasakan tetesan air mata Daffa.

"Mbak sehat kok. Mbak nggakpapa."

"Tapi Daffa kan udah Janji untuk temani. Maafin Daffa ya mbak." Aku mengusap kepalanya.

"Semuanya oke kok adekku. Mbak sehat, Langit sehat." Daffa melepas pelukanku. Berpindah melihat Langit. Matanya melihatku dengan penuh antusias.

"Assalamualaikum Langit. Ini Om." Daffa meraih tangan kecil Langit.

"Mandi om, habis itu gendong Langit." Perintah Buk e.

"Iya Budhe. Saking senengnya sampai lupa salim. Gimana kabarnya? Langit menjabat tangan buk e dan mencium tangannya. Buk e merangkul Daffa.

"Sehat Om. Doanya, Semoga selalu kuat dan sehat. Biar nemenin Langit terus sampai gede." Daffa memeluk Buk e.

Senja Dan PradiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang