14. LDM

2.8K 497 29
                                    

Hari berganti hari dan waktu pun terus berputar. Tak kuceritakan pilunya hari itu. Senin yang kelabu, melepaskan cintaku untuk bersama istri pertamanya. Negara ini. Dulu setiap kali harus mengantar ayah tugas aku selalu menangis, dulu aku hanya bisa membatin betapa sedihnya bunda di tinggal ayah tugas.

Dan hari kemarin pun, sekian kali aku melepas Mas Dipta tugas, tapi dengan status seorang istrin. Dan rasanya masih sama. Aku hanya bisa berdoa, Ya Allah lindungilah suamiku dan para prajurit yang lain. Ia kan selalu ku dekap dalam doa.

Sedihnya berlarut hingga hari ini. Tiga bulan sejak pasukan berangkat. Aku kembali ke rutinitas pekerjaan yang padat. Di tambah perut yang semakin hari semakin membesar. Aku senang ia tumbuh sehat. Ia kuat seperti ayahnya. Tinggal menghitung bulan ia akan menyapa dunia ini.

Sudah resiko menjadi istri prajurit. Bukan menjadi prioritas, tapi semua harus di jalani dengan ikhlas.

"La, Deni di suruh ke sini saja po? Buat supirin kamu. Kasihan, wes sampai mentok perutmu." Aku terkekeh.

"Bisa Uti, kan di asrama ga boleh sembarang orang masuk. Ini calla masih bisa lah sampai menjelang lebaran nanti."

"Uti khawatir nduk. Kamu kan aktivitas tinggi macet. Pokoknya besok Kakung harus ikut tinggal disini ya. Biar bisa antar jemput kamu."

"Ndakusah Ut, kalau Kakung di sini Calla seneng. Tapi untuk menemani Uti, bukan jadi supir Calla. Kalau kiranya Calla ga bisa dan ga kuat. Calla bisa minta bantuan om asrama atau tantenya kok Ut. Jadi jangan khawatir." Ucapku.

"Yawes bener ya, Kakung tetap Uti suruh tinggal di sini bareng kamu. Sampai melahirkan."

"Boleh, Calla senang." Aku berhenti di depan portal. Menyampaikan Snack yang tadi kubeli untuk om om jaga portal."

"Om, di makan rame rame ya."

"Siap ijin Bu, terima kasih." Aku mengangguk. Melajukan kembali menuju rumah dinas.

Mengeluarkan semua belanjaan yang ku beli bersama Uti di dekat simpang lima kedalam rumah.

Uti begitu senang disini. "Nduk, di taruh meja saja biar Uti bereskan setelah sholat. Kamu istirahat saja. Nanti malam jaga kan."

"Iya Uti. Terima kasih." Aku menurut, tidak kupungkuri kalau badan ini sudah sangat lelah.

Aku membuka ponsel, ada satu pesan yang selalu kutunggu. Aku tersenyum, ada gambar diri Mas Dipta yang tengah berada di pos.

Mas Dipta
Ibu dan dedek sedang apa di sana. Ayah Miss kalian. Lope lope dua belas 😘

Terkadang aku geli sendiri dengan isi pesa. Suamiku itu.

Gaya bahasanya seperti remaja jatuh cinta. Tapi percayalah usianya tak lagi muda.

Me:
Lagi tiduran ayah. Habis belanja sama Uti di simpang lima. Ayah sedang apa?

Pesan langsung di baca.

Mas Dipta
Sedang memikirkan cinta cintaku. Sayang coba cek di Instagram. Mas ngepost foto kita bertiga lho.

Aku beralih ke aplikasi Instagram. Ada di postingan teratas. Ada foto kami saat acara empat bulanan. Caption-nya membuat hatiku menghangat.

pradiptabw
Forever with my best friend
See you on July Ibu dan adik 💕

Mari kita menghitung waktu kedepan bersama. Bersama rindu yang akan dan selalu ada. Bersama rasa khawatir yang selalu pasti ada. Dan bersama harapan dan doa doa yang tak pernah lupa teriring.

Senja Dan PradiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang