4. Suatu Hari di Jogja

6.5K 795 39
                                    

Kami sampai di Jogja setelah sholat Maghrib. Lebih dulu mampir ke Magelang menjemput Om Daffa yang dengan santai tidur di belakang tanpa dosa. Di tengah perjalanan sampai di Ambarawa Daffa menelpon. Kalau ia mendapatkan IB sampai esok hari.

"Daff bangun. Jangan kebo deh." Istriku tengah bersungut menepuk pipi Daffa.

"Apaan sih mbak. Aku itu baru tidur sebentar." Karena jengkel Calla menutup pintu dengan kencang.

"Mana kuncinya Mas." Ucapnya padaku.

"Mana. Malah lama, mau nggak dapat jatah?" Kalau masalah jatah aku tidak bisa berkutik.

Calla mengunci pintu membiarkan Daffa di dalam mobil. Lalu kami berdua masuk. Menyapa Uti dan Kakung Calla. Beliau langsung menghambur ke pelukan Calla. Mengusap perut Calla yang mulai terlihat buncit.

" Sehat ya nduk. Besok mau empat bulanan di mana Dip?"

"Rencananya di asrama saja Ut. Dipta nggak bisa ambil cuti. Begitu pun Calla. Ini pulang mau bahas itu sama Buk e di rumah. Kalau ayah sama bunda manut. Mau di mana saja. Yang penting enjoy."

"Bener, Uti setuju. Kamu langsung kesini tadi?" Kami berdua mengangguk. Calla bangkit. Pamit untuk mandi.

"Iya. Buk e masih kondangan jadi di suruh mandi-mandi di sini. Simbah juga ikut soalnya."

"Yawis. Mandi-mandi dulu sana. Uti masakin pindang mau?" Aku mengangguk mantap.

"Eh dip. Mobilmu kok kedip-kedip." Tak lama dering telepon terdengar.

"Daffa itu Ut. Tidur nggak bangun sama Calla di kunci." Gelak tawa langsung terdengar. Aku langsung keluar membuka kunci. .

"Wah mau bunuh aku ya Bang. Kampret kok." Aku hanya bisa tertawa. Membuka bagasi belakang. Membantu Daffa mengeluarkan tasnya.

Ia langsung berjalan tegap. "Assalamualaikum." Teriak taruna tinggi yang kulihat semakin gagah.

"Waalaikumsalam. Kangen banget Uti le." Pelukan terjadi. Uti dan Kakung pamit ke dalam.

"Gimana pendidikan mu Daffa."

"Siap. Alhamdulillah lancar Bang. Minggu depan sudah mulai ujian. Pertengahan tahun naik pangkat deh. Alhamdulillah, terus tingkat tiga. Terus empat. Jadi perwira. Jalan kok masih panjang." Aku tertawa.

"Semangat om. Jangan kendor latihan dan selalu jadi yang terbaik." Ucapku.

"Aamiin Bang. Makasih."

"Kamu Minggu depan IB nggak?" Daffa menggeleng.

"Pesiar Minggu paling Bang. Semoga nggak ada pelanggaran."

"Ke Semarang ya. Mbakmu mau syukuran empat bulanan. Biar tambah seneng bahagia. Semuanya kumpul."

"Semoga bisa keluar ya Bang."

"Biar di jemput anggota Abang kalau kamu bisa." Daffa mengangguk. Lalu memelukku tiba-tiba.

"Wett. Kenapa om?"

"Makasih udah jagain, bahagiain Mbak Calla Bang. Aku seneng banget. Bahagia lega pendidikan bisa tenang. Karena mbakku berada pada orang yang tepat." Aku mengusap air mata Daffa. Ia tetap seorang anak kecil di mataku.

"Nggak malu sama Chevron kok nangis-nangis. Abang akan jagain mbak mu. Abang cinta banget sama mbakmu. Setiap hari cinta Abang terus tambah dan tambah. Sekolah yang bener. Bikin ayah bunda dan Mbak Calla bangga. Jadi yang terbaik. Sesuai mimpimu, Adhi Makayasa itu nggak mudah. Pasti berat untuk dapetin. Fisik Akademik dan non akademik harus imbang dan tinggi. Sekarang fokus ke sekolah. Mbak akan aman sama Abang. Begitupula Bunda dan Ayah. Allah akan jaga mereka. Daffa doakan kebahagiaan mereka. Kesehatan dan rezeki yang lancar."

"Abang ke atas ya. Mau nyusul mbakmu."

Aku masuk ke kamar, Calla sudah selesai mandi. Memakai celana tidur lengan panjang motif bunga. Rambutnya basah, buncitnya membuat kadar cintaku semakin bertambah.

"Mandi mas. Daffa udah keluar?" Aku mengangguk. Melepas kaos yang kupakai. Lalu masuk ke kamar mandi.

🌻🌻🌻

Masuk ke dalam rumah Loji ini begitu banyak kenangannya. Kenangan masa kecilku yang selalu merasa sepi. Hanya ada Mbah Kakung dan Mbah Uti. Itupun tidak lama. Karena Mbah Uti yang harus pergi untuk selama-lamanya.

Hanya akan ada suara buk e berbisik di telepon. Atau suara ayah yang bilang semangat dengan berbisik pula di telepon. Sampai aku menemukan teman bermain. Di akhir pekan selalu ada dua anak kecil yang menemaniku menghabiskan hari libur.

Sampai beranjak dewasa mereka pun masih dengan setia menemaniku. Aku tidak tahu salahku apa dengan Mas Pradika. Sebenci itu dia terhadapku. Pelukan semu sering ku lihat dan ku dapatkan. Termasuk saat praspa, saat hari pernikahanku.

Begitunpun dengan Mbak Shinta istrinya. Mungkin terpengaruh. Bahkan aku sedikitpun tak boleh memegang anaknya.

"Sehat Mbah." Aku duduk di dekat Simbah. Calla sudah tidur di dalam.

"Alhamdulillah. Sehat e orang tua gini Dip. Kamu bahagia kan?" Aku mengengguk.

"Percaya ya le. Semua hanya perlu waktu untuk menemukan kebahagiaan. Calla adalah perantara yang Allah kasih untuk membahagiakan kamu. Jagain dia. Jagain anakmu. Dengan kebahagiaan. Bekali mrreka dengan cinta. Esok kelak kalau kamu mempunyai banyak anak. Ajarilah saling mencintai. " Aku mengangguk.

"Besok ke Semarang ya Mbah. Sama Buk e dan ayah juga ikut. Doain buyutnya supaya sehat lahir selamat dan jadi anak yang baik. Sholeh Sholehah."

Simbah menatapku penuh haru dan tersenyum. Senyum yang tak pernah absen menyambutku saat pulang sekolah. Senyum yang selalu membuatku rindu jika dalam jarak.

"Aamiin. Di jaga istrinya, jangan capek kalau perlu cari orang untuk bantu bersih-bersih. Istrimu kan masih kerja. Harus belajar mikir rumah suami, bukan hal yang mudah."

"Iya mbah. Kalau untuk yang bantu Dipta belum butuh. Dipta masih cukup kuat untuk sama-sama urusan rumah. Dedek juga nggak rewel ibunya kerja. In Syaa Allah semua sehat dan masih aman Mbah." Simbah mengangguk.

"Ya sudah. Yang terpenting simbah  hanya bisa do'ain. Kamu sehat bisa cari nafkah yang halal buat anak istrimu."

"Aamiin mbah. Do'ain Dipta ya."

"Pasti, sana istirahat. Kasian istrimu sendiri di dalam." Aku menurut.

"Ayo simbah juga. Angin malam nggak baik buat simbah. Ayo masuk istirahat juga di dalam. Biar pintunya Dipta kunci." Aku dan simbah terpisah saat memasuki kamar. Di tempat tidur Bina sudah terlihat pulas. Wajahnya berseri cantik.

Cup...

Aku mencium keningnya. Ia sedikit terusik. Aku mengusap perutnya pelan.

"Bobok yuk dek. Besok ayah ajak jalan-jalan ke tempat uyut Brosot." Aku ikut lelap bersama Calla.

Calla yang semakin ku cinta dengan sejuta Pesonanya.

✨✨✨

Selamat hari Minggu.

Sudah berapa kondangan yang kamu hadiri?

Senja Dan PradiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang