Dipta POV
Malam berganti pagi yang indah. Selepas subuh aku dan Calla sudah bersiap memulai aktivitas. Aku sudah menyapu bersih lantai. Calla sudah mencuci baju seragamku. Semua piring kotor sudah pada tempatnya. Dan kini kami tinggal menikmati jalanan pagi asrama ini. Calla menemaniku jalan pagi. Tidak berlari karena Calla sedang hamil. Alhamdulillah, sudah memasuki bulan ke empat. Dan Minggu depan kami akan menggelar acara doa bersama di asrama.
Sejauh ini Calla begitu baik saja. Hanya satu bulan pertama Calla mual tak bisa memakan nasi. Hanya buah yang membuat berat badannya turun.
Di bulan ke dua hingga sekarang. Semuanya Calla lahap dengan cepat. Nafsu makannya bertambah. Ia terlihat lebih berisi dan seksi. Hehehe.
Kami sampai di warung Bu Tomo. Rumahnya di sulap menjadi waduh serba ada di asrama ini. Bahkan dari jajaran petinggi sekelan danyon saja juga belanja di sini setiap harinya.
Di sini juga menjadi sarang gosip. Di gosok makin sip. Jadi sengaja tak ku biarkan Calla menginjakkan kaki di sini sendiri. Ini kali kedua ia kesini. Selebihnya aku selalu menganjurkan Calla mampir ke pasar setiap pulang dari rumah sakit.
"Eh ada manten baru nih." Ucap Bu Tomo ramah.
"Hehe udah lama Bu. Sudah nggak baru. Mau masak apa dek?" Tanyaku pada Calla yang tampak melihat ke dalam warung yang isinya begitu lengkap.
"Tempe goreng sama sayur sop ya. Aku pengen yang seger-seger." Aku mengangguk.
"Ibu. Saya mau tempenya enam sama sayur sopnya satu plastik aja Bu. Tambah bakso ya." Ucap Calla dengan pembawaan yang ramah.
"Siap. Tambah apa lagi Bu?"
Calla mengambil beberapa bumbu dapur.
"Ijin ibu. Ibu ini sedang isi kah?" Calla tersenyum lalu mengangguk. Tak lama datang manusia yang sengaja ku hindarkan dari Calla.
"Iya Bu. Alhamdulillah sudah jalan empat bulan. Doanya ya Bu. Jadi ini semua berapa ya Bu?"
"Hah empat bulan. Bukannya nikahnya baru kemarin ya om." Mulut Mbak Darma ini rasanya mau ku tonjok. Jika dia bukan perempuan pasti sudah ku pukul.
Wajah Calla terlihat begitu berubah.
"Kemarin saat rikkes nyogok ya?" Tanganku mengepal langsung di usap oleh Calla.
"Mas udah." Bisiknya.
"Ijin Mbak Darma. Kalau bisa di lewati tanpa ada jalur belakang kenapa harus belakang. Saya tahu istri saya luar dalam. Dan tuduhan yang Mbak lontarkan tidak benar. Dulu waktu SMA Mbak Darma di ajari pelajaran reproduksi enggak? Atau saat itu Mbak Darma sedang ijin ke kamar kecil. Ijin Mbak, saya tidak terima tuduhan yang Mbak lontarkan untuk istri saya. Dia wanita baik-baik." Wajahnya yang culas langsung terlihat.
"Halah, wanita baik-baik kok ngerebut tunangan orang lain." Wajahku makin merah. Amarahku semakin memuncak.
"Udah mas. Udah." Cegah Calla.
"Dia jelekin kamu. Fitnah kita, fitnah kamu hamil di luar nikah La. Aku nggak bisa terima. Meskipun ini di tempat umum aku ingin Mbak Darma juga menghargai kita. Bukan karena dia lebih senior bisa seenaknya saja sama kita."
"Oke kalau hany fitnah aku nggak masalah La. Dia fitnah anak kita juga La. Aku nggak terima." Nafasku memburu. Wajah wanita di depanku ini seperti tak takut.
"Bu semua berapa ya." Ucap Calla takut.
"Ijin Totalnya sepuluh lima ratus Bu. Ijin semoga sehat selalu ibu Dipta ya."
"Aamiin. Makasih Bu Tomo, saya mendahului ya. Ijin ibu-ibu semua." Calla menarik tanganku. Kami diam sepanjang jalan.
Sampai di rumah Calla langsung ke dapur. Aku masuk ke dalam kamar mandi. Mengguyur tubuhku agar lingkaran setan yang menguasai tubuhku hilang. Cukup lama, hingga saat aku keluar. Sayur sop sudah tersaji di meja makan. Masuk ke kamar juga seragam ku sudah siap di luar lemari.
Aku mendekat ke arah Calla. "Maaf aku nggak bisa tahan emosi ku sayang. Aku nggak terima dia jelekin kamu. Jelekin anak kita. Kamu nggak hamil di luar nikah La." Calla masih diam. Tapi ia menangis
"Aku takut, aku takut mas dapat masalah."
"Kita nggak buat salah. Dia hanya orang yang kurang edukasi dan ingin mencari kesalahan dan menjatuhkan kamu La. Dan aku nggak terima itu."
"Tapi mas, kamu bakalan kena tegur. Dia pasti ngadu ke suaminya." Aku langsung memeluk Calla.
"Sssstttttt. Kita nggak salah sayang. Kita nggak ada salah kok . Jangan takut, biar aku yang hadapin. Segalanya akan terasa mudah kalau kita lewati sama-sama." Aku mengurai pelukan.
"Mandi gih. Udah mau jam tujuh. Nanti pesen go car ya dek. Aku harus sampai ke kantor lebih cepat." Calla mengangguk. Aku tak membiarkannya untuk menyetir sendirian.
🌻🌻🌻
Tanganku terus mengepal, saat berita Calla hamil duluan menyebar di seluruh warga asrama.
"Mas Dipta, simbok tetep nggak percaya kok sama kabar yang beredar. Simbok itu kenal luar dalamnya Mbak Calla dari kecil. Bapak dulu kan ajudan ayahnya Mbak Calla." Aku sekarang sedang ada di koperasi. Beliau ini adalah istri dari Serda Budi Santoso. Sering kami panggil simbok karena beliau lebih sepuh.
"Nggak ada yang percaya sekarang mbok. Aku cuman takut kalau Calla setres. Kasihan dia harus intership saat hamil aja itu udah berat. Di tambah berita kaya gini." Kesalku.
Kalau saja Bang Darma bukan seniorku sudah ku tonjok pula wajahnya. Dia tidak bisa mengajari istrinya dengan baik.
"Ijin Bang. Ikut bergabung." Aku meneguk kopi yang di buat simbok.
"Pie Gar." Regar menggeleng. Aku hanya menatap kosong gelas kopi ini.
"Ijin, sepertinya Abang lagi banyak masalah. Ijin Bang. Saya sudah dengar berita yang beredar hari ini."
"Ijin Bang. Kebetulan istri Sertu Didit itu kan bidan. Kenapa Abang nggak buat klarifikasi."
"Nunggu di panggil komandan. Biar sekalian itu mulut istrinya Bang Darma diem. Jadi orang kok hawanya mau cari gara-gara terus. Kalau ku permalukan aku kasihan sama suaminya itu." Ucapku menggebu.
"Tapi emang nggak hamil duluan beneran kan Bang."
Pletak....
"Siap. Salah Bang."
"Aku yang buka segel kok sampai bisa hamil duluan gimana to Gar." Wajahku frustrasi menghadapi wajah Regar yang terlihat ngoh.
"Bang, saya nitip balas dendam ya. Masa sama istrinya bang Darma saya di katain nggak laku. Katanya wajahnya zonk. Sakit hati saya bang." Selanjutnya aku tertawa.
"Wo aku setuju sama Mbak Darma." Wajah Regan terlihat kecewa.
"Bercanda Gan. Tenang, jangan di ambil hati. Cukup kau tunjukkan seribu wanita di hadapan wajahnya. Mati kutu dia." Aku menepuk bahu Regan. Dia tidak zonk. Bahkan harus ku akui Regan adalah primadona Batalyon ini.
"Siap bang. Perintah di terima. Kan ku datangkan puluhan ribu wanita untuk mencakar wajahnya."
"Untung ada kamu Gar. Kalau nggak ada kamu udah ku Labrak itu rumah senior kita."
✨✨✨
Selamat malam Minggu semuanya 🥰
Tim Regar mana nih suaranya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dan Pradipta
Literatura FemininaHidup bersama senja yang tak kupikirkan sebelumnya. Ini tentang cerita ku bersama Calla Senja dan cinta lainnya. Dia hadir sebagai warna dan tawa di hidupku. Dia adalah sahabat hidupku. -Pradipta Bimantara Wijaya Penguasa udara, juga penguasa hatiku...