8. Bom Asrama II dan Air Mata

5.3K 726 36
                                    

Matahari bersinar begitu cerah. Seperti l wajah Calla yang terlihat begitu putih dan bersih. Hari ini akan ada pengajian empat bulan kehamilan Calla. Semua sudah berkumpul termasuk keluarga Jogja, ayah bunda dan pak e buk e. Tinggal Daffa yang sedang di jemput Om Andi di Magelang. Bunda bercengkrama dengan simbok penuh rindu di belakang.

Masih ada cukup waktu untuk bersiap. Bahagia campur sedih yang kurasakan saat ini. Bagaimana caranya nanti aku harus berbicara tentang keberangkatan ku tugas.

Dan bagaimana nanti saat riuh di grup ibu-ibu Persit yang membahas tentang keberangkatan tugas para suami.

Dan bagaimana Callaku...

"Mas kok ngelamun. Itu bajunya udah aku setrika." Aku tersentak.

"Eh iya sayang. Aku ganti baju dulu." Tema hari ini warna putih. Calla sudah menyiapkan baju Koko di gantugan lemari.

Pukul sepuluh pagi acara di mulai. Lantunan ayat suci Al Quran menggema merdu di rumah ini. Tetangga asrama,senior, pejabat batalyon turut serta dalam pengajian siang ini.

"Selamat ya om Dipta dan Tante. Semoga lancar sampai nanti persalinan. Kami pamit ya. Terima kasih untuk jamuannya."

"Siap. Ijin ibu, terima kasih untuk waktunya. Ijin ibu."

"Iya om. Sama-sama. Sekalian saya juga bisa ketemu ibu Persit idola Indonesia. Ibunya tante Dipta. Ijin ibu." Bunda memeluk ibu Danyon.

"Nitip Calla ya dek. Di bimbing biar bisa sehebat adek ini."

"Ijin ibu. Dek Calla ini sangat teladan. Di sela kesibukan intershipnya. Dia sdlalu menyempatkan untuk hadir di setiap giat. Ijin ibu. Dek Calla menepati janjinya saat pengajuan dulu." Bunda tersenyum.

"Iya dek. In syaa Allah anak saya ini selalu saya didik dengan baik. Budi pekerti, sopan santun." Duh bunda. Aku menahan senyum saat tatapan bunda yang tajam mengarah ke Mbak Dharma.

"Saya kecewa dek. Kenapa bisa ada anggota Persit yang seperti itu. Mengujar kebencian. Bisa di tindak lho. Terlepas Calla anak saya, seperti itu harus di beri efek jera. Semoga hanya terjadi pada Calla ya dek. Tidak dengan Persit yang lain. Kasihan kesehatan mentalnya. Apalagi saat hamil. Berita ini sudah sampai ke ibu pangdam. Sampai-sampai beliau konfirmasi ke suami saya saat ada kunjungan. Kasihan kan kalau sampai nama bataliyon ini jelek hanya karena satu kabar burung yang di besar-besarkan. " Aku melirik ke arah Bu Danyon yang menunduk. Pasti setelah ini Mbak Dharma kembali di panggil.

"Siap. Ijin ibu. Saya mewakili Persit, memohon maaf atas ketidak nyamanan atas berita tentang dek Calla ibu. Ijin saya akan memberikan teguran. Ijin ibu, sekali lagi saya memohon maaf. Ijin petunjuk."

Saat adzan Zuhur seluruh rangkaian acara telah selesai. Para laki-laki bergegas ke masjid. Dan para perempuan ada di rumah saja.

Termasuk Ibu Danyon dan Mbak Dharma yang sudah tidak karuan lagi. 

"Maaf ya dek jika nanti saya kasar ngomongnya. Tolong tegur saya ya." Bunda sudah mewanti-wanti.

Sebelumnya bunda juga sudah meminta Komandan datang dengan Bang Dharma.

"Dip panggil Calla sana." Perintah bunda.

Aku memanggil Calla. Calla beranjak dengan enggan. Wajahnya di tekuk terlihat malas.

"Duduk mbak. Kamu juga Dip. Ayah sini yah." Lah suasana jadi mencekam.

"Kita tunggu pak Danyon kesini. Sama si Dharma."

"Bun, sudahlah. Ini bukan daerah kewenangan kita." Tegur ayah.

"Ayah bisa ngomong gitu sekarang. Coba kalau ayah tahu apa yang di lakukan istri Dharma sama Calla. Lupa kali ya sama kulitnya. Memang ini bukan daerah kewenangan kita."

Senja Dan PradiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang