Dinding asrama itu tipis, kentut saja bisa terdengar keras oleh tetangga. Ujian hidup bertetangga yang ku pikir hanya akan ada di cerita dan film kini terjadi.
Aku harus terus berfikir positif, tidak mendengar mereka mereka yang menyebalkan.
Seperti saat ini. Jumat pagi ada kegiatan senam bersama di lapangan batalyon. Seluruh jajaran persit ikut dalam senam rutin ini. Biasanya setelah senam akan ada pengarahan oleh ibu ketua persit.
Aku duduk bersama Mbak Yua, Danki Kesayanganku. Yang paling mengerti dan paham sifat ku.
"Calla. Mbak mau tanya boleh?"
"Siap. Boleh mbak. Silahkan, kalau bisa saya menjawab akan saya jawab. Ijin."
Aku melihat tatapan mbak Yua yang terlihat takut.
"Kabar kamu hamil di luar nikah sudah santer di asrama. Bahkan ibu Danyon sudah dengar. Mbak nggak percaya sama omongan itu. Tapi beritanya terdengar sungguhan dek." Aku diam.
"Ijin mbak. Kenapa saya diam saat ada kabar murahan tentang saya terdengar di seluruh sudut asrama. Karena saya tahu saya benar. Saya tahu semua hanya ingin menjatuhkan nama saya. Biar kebenaran yang menjawab mbak. Biar nantinya dia malu sendiri mbak sama omongan kotornya." Mbak Yua mengusap pundak ku.
Acara senam pagi di lanjutkan dengan Jumat berkah. Membagikan sembako ke sekitar batalyon untuk tukang becak, tukang sampah, ODGJ dan warga membutuhkan lainnya.
Kami naik ke truk bersama-sama.
"Ijin Ibu Dipta nggak papa kan naik di sini?"
"Alah Alah manja banget kalau nggak mau bareng di sini. Bu komandan saja juga naik truk masa bawahannya mau pakai mobil." Mulut wanita di depanku ini memang cocok untuk di lakban. Biar rapet, atau mungkin di uleg jadi geprek. Karena mulutnya sudah pedas kaya cabe setan 15 ekstra bon cabe atau paqui yang bikin Typus.
"Maksud saya kan Ibu Dipta baru hamil muda Bu Dharma." Memang mulutnya Mbak Dharma nggak sekolah.
"Gapapa Bu Asep. Saya sudah biasa kok. Naik ambulance juga sering nggak masalah. " lirikan mata sadis mbak Darma terlihat.
Acara di lalui dengan senyuman dari pengurus. Kembali ke batalyon sebelum dzuhur. Aku bergegas untuk pulang. Takut si cabe setan cari ulah lagi.
Aku berjalan kaki menyusuri jalanan asrama bersama Mbak Yua. Dari gerombolan di depan aku bisa mendengar mulut mulut nakal membicarakan ku.
Sampai di rumah suami tercinta sudah menunggu di depan pintu. Mengenakan baju koko putih.
"Assalamu'alaikum." Aku mencium tangannya.
"Waalaikumsalam istri. Kok lemes sih nggak semangat gitu. Cerita sini." Aku menggeleng.
"Mas sana buruan jumatan keburu habis waktu. Aku mau siap-siap kerja." Mas Dipta menurut. Aku langsung masuk dan bersiap masuk siang.
Membiarkan omongan Mbak Nanda yang sering ngawur setiap hari. Bergosip kanan kiri membuat lelah hati.
"Assalamu'alaikum." Suara yang selalu membuat mood naik dalam sekali berkedip.
"Waalaikumsalam mas." Mas Dipta langsung duduk di kursi makan. Menuang air putih dan meneguk dalam sekali tegukan. Wajahku masih terlihat masam.
"Kenapa sih Dek? Ada yang nyakitin kamu?" Aku menggeleng.
"Lalu?"
"Sebel mas sama Mbak Dharma. Cari masalah terus setiap saat mas. Aku jadi sebel pengen marah tahu nggak." Mas Dipta tersenyum. Senyumnya yang bisa membuat semua kejengkelan lenyap seketika.
![](https://img.wattpad.com/cover/245986944-288-k72016.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dan Pradipta
ChickLitHidup bersama senja yang tak kupikirkan sebelumnya. Ini tentang cerita ku bersama Calla Senja dan cinta lainnya. Dia hadir sebagai warna dan tawa di hidupku. Dia adalah sahabat hidupku. -Pradipta Bimantara Wijaya Penguasa udara, juga penguasa hatiku...