Lebaran, momen yang selalu di tunggu setiap umat Muslim di seluruh dunia. Merayakan hari kemenangan setelah satu bulan berpuasa. Merasakan kenikmatan berkumpul dengan sanak saudara dengan penuh kebahagiaan haru dan saling memaafkan. Tapi tidak denganku.
Aku selalu menyambut lebaran dengan rasa takut. Bertemu dengan Mas Dika adalah hal yang paling kuhindari. Semasa bujang aku selalu mengambil cuti setelah hari lebaran tiba. Tapi hari ini, aku sudah bukan lagi seorang bujang. Ada Calla yang membuatku harus mudik, bertemu keluarga. Juga harus bertemu Mas Dika.
Aku tahu buk e begitu sedih melihat kami. Selalu dingin tak pernah bertegur sapa. Setiap lebaran sebelum sebelumnya tak ada yang kulewati indah seperti keluarga lain. Setelah berkeliling di tempat saudara. Aku lebih memilih duduk di pos ronda. Atau menumpang makan di rumah Calla.
Tapi tahun ini sangat berbeda, ada hal yang membuatku begitu memaknai lebaran tahun ini. Tahun pertamaku sebagai seorang suami. Calla sudah senang bukan main saat aku mendapat giliran cuti kloter pertama sebelum lebaran. Ya h-1 tapi sangat bersyukur.
Semalam kami menikmati malam takbir dengan berkeliling, menikmati lampu malam Jogja yang penuh cinta. Duduk di motor sambil melihat parade takbir di alun-alun. Sederhana, tapi sangat bermakna.
Kemarin sore, Calla juga begitu semangat membantu buk e masak opor. Walaupun dengan di temani kejulidan kakak ipar ku. Calla tetap tersenyum dan mencoba bersikap baik.
Semalam Calla juga ngotot untuk meminta tidur di rumahku. Bukan di rumahnya yang penuh hangat. Katanya ingin merasakan nikmat mudik di rumah mertua. Tapi setelah kejadian-kejadian ini aku rasa ia akan kapok bermalam di sini.
Satu alasan yang membuatku tetap bertahan adalah, senyum Simbah. Tapi semuanya berbalas dengan kesakitan batin dan hatiku.
Aku menarik tangan Calla, keluar dari rumah yang terasa panas jika ada Mas Dika.
Aku tahu Calla ketakutan, tapi emosiku masih menguasai diri. Sampai aku melihat pintu kayu yang terbuka lebar dengan kebun bunga di luarnya.
"Assalamualaikum." Calla berteriak dan kami langsung masuk. Satu hal yang ada di pikiranku saat melihat ayah Aksa. Aku langsung memeluknya. Menumpahkan segala tangisku seperti di tahun tahun sebelumnya. Tapi tidak dengan bersembunyi.
Aku lelaki yang payah yang setiap tahunnya akan menangis di hari raya. Semuanya tentu berlangsung sejak aku masih kecil. Dulu aku selalu bersembunyi. Iri dengan Mas Dika yang bisa tetap santai berkumpul dengan cucu yang lain. Tapi aku, aku menjaga hati buk e. Karena setiap Mas Dika melihatku ia akan dengan ringan menonjok wajahku. Dan membuat buk e menangis. Ampau lebaran yang selalu ditunggu anak anak. Selalu kulewatkan. Aku lebih suka pelukan bapak baik hati yang rumahnya tak jauh dariku. Setiap pukul tiga sore di setiap lebaran. Ia akan menungguku di gerbang rumahnya. Memberikan hal yang sama setiap tahunnya. Pelukan dan sandaran untuk aku berkeluh kesah. Tanpa ada yang tahu. Hingga tahun ini aku menumpahkan segalanya yang kupendam puluhan tahun. Semua luka ini jatuh bersam air mata yang saat ini menggenang.
Semuanya makin terasa saat tangan-tangan hangat lainnya ikut memelukku. Tangisku semakin menjadi.
Ini keluarga yang selama ini ku nanti,hangat yang selalu ku rasakan. Walaupun bukan dari keluarga ku yang sesungguhnya. Tapi kini semua makin bertambah lengkap.
"Kamu jangan pernah lagi menangis di hari lebaran ya Mas. Disini sekarang tempat kamu pulang. Jangan takut untuk pulang ya. Disini ada yang menunggu kamu pulang. Uti akan selalu menunggu kamu di setiap waktu. Rumah ini akan tetap terbuka lebar pintunya." Bahkan Uti yang bukan nenek kandungku. Menuambutku dengan penuh kasih.
Aku mengurai pelukan ayah.
"Sudah cukup kamu menangisi kebodohan saudara mu. Cukup. Sekarang kami akan selalu di belakang mu Dip. Cukup lakukan hidupmu dengan baik bersama orang orang yang membawa energi positif untuk kamu. Tinggalkan yang tak perlu di gapai. Fokus mu bahagiakan ibumu, ibumu, ibumu. Tanpa saudara mu itu tahu." Ucap ayah aku mengangguk.
"Bunda akan selalu menyayangi kamu Mas. Rumah ini, tempat di manapun bunda nanti tinggal. Jadikanlah pula tempatmu pulang." Aku mengangguk. Bunda memelukku.
"Makasih Bun. Terima kasih untuk selalu menjadi pengobat luka di setiap hari lebaran untuk Dipta. Terima kasih banyak atas segala kebaikan bunda ke Dipta selama ini. Dipta seneng, lega. Di tahun ini Dipta merasakan punya keluarga lengkap. Tidak takut untuk menunjukkan rasa cinta. Dan Dipta percaya suatu saat Dipta akan berani sama mereka. Sekarang Dipta hanya menjaga buk e dan pak e."
Bunda mengangguk. Mengurai pelukan. Aku beralih melihat Calla. Wajahnya banjir air mata.
Dia langsung memelukku erat.
"Maaf Calla nggak tau kalau sesakit ini mas. Besok Calla ngga akan maksa buat nginap sana."
"Kamu nggak salah sayang. Ssst"
"Mas jangan takut lagi. Di sini akan ada dekapan kasih untuk mas. Dari Calla dan anak-anak nanti. Dan Calla pastikan Mas akan selalu menantikan lebaran bersama Calla."
Aku tersenyum mencium kening Calla lama.
"Untuk obat nangis. Ayo makan ketupat. Kakung sudah lapar ini." Aku tertawa melihat keluarga ini. Mengikuti ke arah meja makan yang sudah tersaji.
"Daffa lagi di jemput ya Bun?" Tanya Calla.
"Iya. Sebentar lagi sampai." Aku memandang keluar jendela. Tersenyum penuh arti.
"Calla ambilkan ya mas." Aku tersadar.
"Iya sedikit saja." Calla mengambilkan aku ketupat dengan opor.
"Mau ayah suapin enggak mbak?" Wajah istriku langsung tersipu.
"Ayah. Kan embak udah besar." Jawab Calla. Yang di susul tawa oleh semuanya.
"Mau mas suapi?" Tanyaku yang dijawab anggukan oleh Calla.
Tak lama, tubuh jangkung menggenakan pakaian dinas pesiar harian. Tersenyum membuka topi petnya.
"Assalamualaikum"
Lelaki jangkung itu lantas memeluk bunda. "Daffa Miss bunda sangat. Maaf lahir batin ya " bunda tersenyum membalas pelukan putra tercintanya. Aku tersenyum. Membayangkan kelak melihat Calla yang akan memeluk hangat buah cinta kita.
Aku menatap ke arah jendela, dari dalam aku bisa melihat daun mangga melambai penuh senyum.
Ya Allah terima kasih atas segala nikmat mu. Hari ini, lebaran pertama ku yang terasa nyaman. Lebaran bersama orang terkasih. Walaupun tidak ada pak e dan buk e. Aku bersyukur, Calla datang di hidupku. Benar arti namanya, matahari senja yang menyinari dengan cinta. Dia menerangi redupnya Dipta yang takut akan cinta. Dia yang datang melengkapi hidupku.
"Semuanya akan selalu baik-baik saja mas. Ada aku yang akan selalu menjadi cahaya bagi kehidupan kamu. Ada anak-anak yang kelak akan memelukmu dengan penuh cinta dan kasih. Kamu jangan takut lagi ya mas. Lebaran hari ini dan lebaran di tahun tahun selanjutnya. Akan menjadi pengalaman lebaran yang salalu indah. Dan lebaran yang akan selalu kamu nantikan." Aku kembali menitihkan air mata.
"Makasih ya sayang. Kamu selalu menjadi cahaya ku."
"Ayah nggak boleh lagi menangis. Ibu dan adik akan selalu ada buat ayah. Selamanya" aku tersenyum.
Nak, tumbuhlah dalam dekap cinta kami. Kelak lahir dan tumbuh dengan penuh cinta dan suka. Bersama ayah dan ibu yang mencintaimu tiada akhir.
✨✨✨
Tes tes tes
Halooo😍
![](https://img.wattpad.com/cover/245986944-288-k72016.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dan Pradipta
Romanzi rosa / ChickLitHidup bersama senja yang tak kupikirkan sebelumnya. Ini tentang cerita ku bersama Calla Senja dan cinta lainnya. Dia hadir sebagai warna dan tawa di hidupku. Dia adalah sahabat hidupku. -Pradipta Bimantara Wijaya Penguasa udara, juga penguasa hatiku...