16 |Kalut

433 49 2
                                    


.

.

"Tuan?"

Aku terlonjak kaget saat suara bibi menyapaku tiba-tiba. Tanganku segera meletakkan kembali remote TV ke atas meja depan sofa dan menoleh ke arah bibi yang sudah selesai berkemas.

"Eh? Bibi sudah mau pulang?" tanyaku sambil berjalan ke arah bibi yang balas tersenyum ke arahku.

"Iya, bibi pamit ya. Makan malam sudah bibi siapkan di dapur, tuan jangan lupa makan supaya tidak sakit lagi."

Aku langsung mengacungkan kedua jempolku pada bibi yang dibalas kekehan ringan dari wanita paruh baya itu. Setelah mengantarkan bibi sampai ke depan pintu, aku langsung bergegas masuk dan menuju dapur guna mengambil makan malamku. Lalu piringnya kubawa ke depan TV dengan tangan satunya ku biarkan sibuk untuk mengganti-ganti saluran TV, mencari acara malam yang seru untuk ditonton.

Setelah dapat aku segera memakan makananku. Aku duduk di atas karpet bulu depan sofa dan bersandar pada kaki sofa.

Sebenarnya aku tidak benar-benar fokus menikmati makanan atau menonton acara TV yang tersaji di depanku, pikiranku selalu berkecamuk memutar berulang-ulang perkataan Mark sore tadi di mobil.

Apa dia tahu aku yang sebenarnya?

Apa dia menguping pembicaraanku bersama Haechan di rumah sakit?

Bagaimana bisa? Katanya dia mampir sebentar ke sekolah sebelum menjengukku ke rumah sakit, kapan dia punya waktu untuk menguping?

Dan terlebih lagi ia bersama Jeno dan juga dokter itu, masa mereka berdua juga ikut menguping?

Berarti Jeno dan dokter itu juga tahu dong?

Tapi mereka terlihat biasa saja tuh?

"Argh!"

Aku membanting sendok makanku ke atas meja dan menghempaskan tubuhku ke atas sofa sambil meninju-ninju bantal sofa yang ada di sana secara acak.

Aku frustasi.

Terlebih setelah mengatakan hal itu Mark malah tersenyum misterius melihat reaksi terkejutku. Aku tidak bisa berkata apapun saking shocknya. Sampai kami tiba di rumahku pun aku tidak mengatakan apapun dan langsung keluar begitu saja dari mobil Mark.

Sekarang aku takut dengan Mark, benar-benar takut!

Aku juga harus waspada dengan Jeno, siapa tahu pria itu juga mengetahui diriku yang sebenarnya.

Bagaimana ini??

Siapapun tolong aku!

"Huang Renjun ada apa ini!?"

Aku menghentikan kegiatanku memukuli bantal sofa yang tidak tahu apa-apa. Aku mengintip takut-takut dari balik sofa, aku tahu persis suara yang menegurku barusan.

"A-ayah.." cicitku. Disana ayah Renjun berdiri tidak jauh dari sofa yang ku duduki dengan balutan piyama tidur sedang menatapku tajam.

Apa dia marah? Apa aku seberisik itu?

"Apa yang kau lakukan disitu?" tanyanya masih diam di tempat. Aku perlahan menegakkan badanku masih berdiri di balik sofa.

"Em, ti-tidak ada ayah.." jawabku pelan sambil menunduk tidak berani melihat wajah ayah Renjun.

"Ku lihat kau sedang makan, kenapa tidak makan di dapur? Dan kenapa TV dibiarkan menyala tidak kau tonton?" tanya ayah Renjun beruntun. Aku tidak bisa melayangkan protes, ini semua memang salahku.

"Iya maaf ayah, ini salahku." Aku buru-buru mengambil remote TV dan mematikannya. Bantal-bantal yang berserakan karena ulahku kuletakkan ke tempatnya semula. Aku juga membereskan makananku dan bergegas meletakkannya di atas meja makan, aku segera menarik kursi dan makan dengan benar sekarang.

Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang