Edisi dibuang sayang (4)

315 13 13
                                    


.

.

Aku menatap nanar pada halaman sekolah yang basah kuyup terkena guyuran hujan. Sekitar 10 menit sesudah bel berbunyi, cuaca tiba-tiba mendung dan rintik air langsung turun dengan derasnya tanpa menghiraukan diriku yang sebenarnya akan segera pulang jika saja hari ini tak terkena jadwal piket.

"Hahh.." hela nafasku pelan. Sepertinya aku harus bersabar menunggu hujannya reda agar bisa pulang.

Mungkin kalian merasa keanehan kala beruang madu itu tidak ada di sekitaranku bukan? Ya karena Haechan hari ini tidak bisa berhadir ke sekolah karena sakit katanya.

Pagi tadi dia melakukan video call denganku. Mukanya agak bengkak, mata memerah berair, bersin-bersin sampai layar kamera buram, selimutan dan suaranya terdengar serak.

Katanya dia terserang demam lumayan tinggi entah karena apa. Tetapi aku tebak pasti gara-gara begadang main game semalaman, dan ini mungkin hukuman bagi Haechan agar dia tak mengulangi kegiatan yang tidak perlu seperti itu.

Kembali pada diriku yang tengah berjongkok di pelataran sekolah sambil berdoa semoga hujannya cepat reda. Aku memindai sekeliling area sekolah yang cukup sepi. Angin hujan berhembus hingga mampu membuatku bergidik dingin.

"Loh Renjun? Belum pulang juga?"

Aku menoleh ke belakang tempat sumber suara itu muncul.

"Eh Jeno? Kau juga belum pulang ternyata?"

Jeno mengangguk, "Ada tugas yang belum diselesaikan di ruang OSIS tadi." Kini aku membulatkan mulutku. Aku tidak terlalu tahu pasti apa saja tugas sebagai anggota OSIS mengingat sejak sekolah dasar dulu aku tidak suka berorganisasi.

"Tumben kau tidak bersama Haechan? Biasanya beruang itu menempelimu setiap saat seperti lintah."

Aku terkekeh mendengar penuturan Jeno barusan, "Anaknya lagi sakit, demam katanya."

Jeno mengernyit, "Ternyata anak itu bisa sakit juga ya."

"Ya kan Haechan juga manusia."

Kami terkekeh bersama. Lalu Jeno bertanya lagi, "Kau pulang bersama siapa nanti? Ada yang menjemput atau bagaimana?"

Aku menggeleng, "Tidak ada yang menjemput, aku nunggu hujan reda lalu mencari taksi untuk pulang."

Dapat terlihat kernyitan tak suka tercipta di dahi pria tampan itu. "Kau ikut aku pulang, tidak ada penolakan."

Aku hanya mengangguk saja karena wajah Jeno menampilkan aura yang tidak ingin dibantah, tapi masih lucu. Yah, lumayan kan dapat tumpangan gratis.

"Tunggu sebentar disini, aku mau mengambil jas hujan di jok motorku." Segera saja ia melepas tas punggung dan tas laptop di sampingku, menerobos hujan sampai ke parkiran yang tak jauh dari tempatku jongkok.

"Renjun?"

Kembali aku menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Mark yang kutebak pasti dari ruang OSIS. Mark dan Jeno juga sama seperti aku dan Haechan. Dimana-mana selalu berdua:)

"Belum pulang? Tumben Haechan tidak ada bersamamu." Aku mengangguk, "Iya kak, hari ini supir pribadiku lagi sakit. Tadi Jeno nawarin tumpangan buat ngantar aku ke rumah." jelasku. Mark hanya mengangguk singkat. Tak lama Jeno pun kembali dengan jas hujan di tangannya.

"Ren, jas hujannya ternyata cuma satu. Kamu saja yang pakai, aku ada jaket di tas."

Aku sontak menggeleng ribut. "Tidak mau! Nanti kau kehujanan. Aku nunggu hujannya reda saja." tolakku. Tidak mungkin aku membiarkan Jeno menyetir sambil hujan-hujanan, sementara aku duduk di belakang memakai jas hujan miliknya.

"Tapi Ren-"

"Renjun bersamaku saja."

Sontak aku dan Jeno menatap ke arah Mark yang tengah merogoh sesuatu di saku jasnya.

"Tapi kau kan membawa motor diamondgreen mu hari ini."

"Tak masalah, aku membawa dua jas hujan di jok motor."

Segera saja Mark berlari ke parkiran. Jeno menatapku sebentar sebelum menepuk pundakku, "Kalau kau tak mau ikut denganku, ikutlah dengan Mark. Daripada ditinggal sendirian di sekolah sepi ini."

Ini Jeno mau nakut-nakutin aku apa bagaimana?

Tak lama, satu jas hujan berwarna neon tersodor ke arahku. Aku berterimakasih dan langsung memakainya. Mark juga tengah bersiap untuk pulang, begitupun dengan Jeno.

Karena Mark tidak membawa helm cadangan, aku merapatkan tudung jas hujan neon itu sampai hanya wajahku saja yang kelihatan.

Kami bertiga ke parkiran, Mark membantuku naik ke atas motor yang sama besarnya dengan milik Jeno. Apa semua laki-laki suka motor dengan modelan begini?

"Sudah siap Ren?" tanya Mark.

"Sudah!"

Dua motor besar keluar meninggalkan parkiran sekolah yang sepi. Aku mengeratkan genggamanku pada pinggang Mark yang terbalut jas hujan. Sebisa mungkin aku menghindari tetesan air hujan yang terasa menyakitkan kulit kala dengan kecepatan jahanam Mark melajukan motornya.

'I-ini kak Mark mau ngantar aku ke rumah kan? Bukan ke akhirat?'

Kurasa tubuhku seperti melayang di atas angin. Aku mencoba memberanikan diri menoleh ke arah belakang. Motor Jeno sudah menghilang, entah ketinggalan atau sudah berbelok ke arah rumahnya yang berlawanan arah dengan rute rumahku.

"Kak Mark! Bisa pelankan laju motormu tidak!?"

Teriakanku percuma terdengar. Secara Mark pakai helm fullface ditambah suara kresek-kresek dari jas hujan yang teterpa angin kencang. Aku hanya bisa berdoa semoga kami selamat sampai di rumah.

Dan tiba-tiba pemikiran horor menyeruak ke dalam otakku. Apa mungkin Mark ini punya kepribadian ganda? Siang menjadi anak sekolah yang teladan, malam menjadi anak berandalan yang suka balapan liar.

Akh! Apa-apaan pemikiran itu? Sepertinya aku sudah terpengaruh bacaan fiksi di salah satu platform membaca gratis yang akhir-akhir ini kugemari.

Tak lama setelah itu aku diherankan dengan laju motor yang perlahan melambat. Apakah sudah sampai? Tetapi ini bukan daerah tempat tinggalku perasaan.

Mark menepikan motornya di parkiran sebuah kedai. Ia turun dari jok motor dan membuka helm fullface-nya.

"Kita kenapa singgah disini?" tanyaku masih keheranan.

"Lagi pengen bakso aja. Enak kalau makan pas hari hujan begini." Aku membulatkan mulutku. Boleh juga ide pak ketu ini.

Kami pun memasuki kedai tersebut tanpa melepas jas hujan yang masih menempel di tubuh kami. Ternyata tidak banyak pelanggan datang ke tempat itu. Mungkin karena kedai itu hampir memasuki jam tutup.

Mark memesan dua mangkuk bakso serta satu teh panas untuknya dan susu coklat hangat untukku. Mark yang traktir katanya. Aku hanya berterimakasih dan melihat-lihat ke arah jalanan yang masih diguyur dengan derasnya hujan sambil menunggu pesanan datang.

Harum lezat bakso menyeruak masuk ke indera penciumanku. Rupanya pesanan kami sudah datang.

"Silahkan dinikmati baksonya selagi panas." ujar pelayan itu dengan ramah. "Ini susu coklat hangat untuk si adik manis." lanjutnya seraya menyodorkan minuman itu ke arahku. Aku hanya tersenyum menanggapi.

Kami berdua mengucapkan terimakasih. Namun sebelum pelayan itu pergi, dia melontarkan pertanyaan padaku yang menurutku cukup aneh didengar.

"Adik masih baru ya?"

"Uh, baru apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Ya baru, kan masih diplastikin."

Aku seketika ngebug. "Ma-maksudnya?" Sedangkan Mark sudah tertawa renyah bersama pelayan itu.

"Saya juga baru mbak, masih pakai plastik."

Keduanya tertawa kembali. Aku masih berusaha mencerna omongan mereka yang tidak sampai di otakku.

"Sudah Ren, jangan dipikirkan. Sekarang makan baksonya, nanti keburu dingin." ujar Mark. Aku hanya menurut sambil masih memikirkan hal tadi.

Ada yang paham gak apa maksud mereka??

Selesai😅

🎉 Kamu telah selesai membaca Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓ 🎉
Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang