41 |Cerita Haechan

206 20 5
                                    


.

.

Riuh ramai aku rasakan di telinga kiri dan kananku. Sekarang aku berada di kantin sekolah yang ramai dengan siswa-siswi karena jam istirahat. Meja yang kutempati sekarang sangat ribut walaupun hanya tujuh orang namun berasa seperti sepuluh orang.

Chenle hari ini ulang tahun, ia mengajak aku, Haechan, Jeno, Jaemin, Mark dan Jisung makan di kantin. Tentunya tuan muda itu yang mentraktir makan. Untung hari ini aku tidak sempat membuat bekal, jadi bisa makan gratis di kantin deh. Kalau Haechan jangan ditanya, Jaemin biasanya hanya menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan, Mark dan Jeno tentu di ruang keramat mereka, dan Jisung.. kurang tau juga sih.

Berkat tuan muda Chenle, kami semua bisa berkumpul di satu meja yang sama, sambil makan dan berbincang santai.

Aku makan dengan tenang sambil sesekali terkekeh kecil karena lontaran canda baik dari Chenle, Haechan atau Jeno yang terbilang cukup membuat perut kami terkocok.

Sebenarnya aku ingin membuka pembicaraan dengan yang duduk di sebelah kiri dan kananku, tapi masalahnya itu adalah Jisung dan Jaemin. Mana keduanya pendiam lagi. Mau minta ambilkan air putih yang jauh di ujung meja dekat Mark duduk jadi enggan. Padahal gelasku sudah kosong karena aku kepedesan akibat makan keripik setan sebagai camilan penutup kami. Mau memanggil Haechan tapi yah kalian sudah tahu kan jika beruang itu bila sudah makan akan tidak ingat lagi dengan dunia. Jadilah aku sebisa mungkin menahan rasa pedas yang mulai menjalar ke area bibir.

Karena sudah tidak tahan lagi, aku memberanikan diri untuk menggamit lengan kanan Jisung. Kenapa Jisung? Karena anak itu duduk searah dengan Mark, jadi lebih memudahkan mengoper teko air ke tempatku.

Jisung menoleh dengan wajah datarnya. Ia mengangkat satu alisnya mengisyaratkan agar aku mengatakan tujuanku menggamit lengannya.

"Ambilkan teko air di dekat Mark dong." ucapku dengan suara kecil. Aku mendadak malu entah karena apa, padahal cuma minta tolong saja.

Tapi percuma terdengar karena ucapanku kalah dengan teriakan Chenle yang tidak terima pipinya diolesi eskrim oleh Haechan.

Jisung pun mengernyit dan mendekatkan telinganya ke arahku. Aku langsung mengulang kata-kataku kembali. Syukurlah kini ia paham dan tanpa kata tangan panjangnya terulur mengambil teko itu. Aku menerimanya dengan senang hati dan ucapan terima kasih. Tapi kok ada yang aneh..

Aku mencoba membuka tutup tekonya dan seketika wajahku berubah datar. Airnya habis.

"Pfft."

Aku sontak menoleh ke sisi kiriku tempat Jisung duduk. Aku yakin barusan anak itu tertawa walaupun sekarang wajahnya masih saja datar seperti triplek.

Aku hanya menghela nafas pasrah mendorong pelan teko itu ke tengah meja. Mengelap air yang keluar dari hidung akibat rasa pedas yang tak dinetralkan.

Perlahan dari ujung mataku, segelas kopi tersuguhkan ke hadapanku. Aku menoleh ke arah Jaemin dan ia mengangguk mempersilahkan aku meminum.

Dengan senyuman terimakasih aku langsung meneguk kopi itu. Lalu..

Bruushh

"Huek! Pahit!" teriakku tanpa sadar. Kenapa rasanya pahit sekali!? Itu kopi atau racun sih!?

Semua pasang mata di meja itu melongo menatap ke arahku. Aku tidak peduli dan memilih kalang kabut mencari air putih agar segeranya menghilangkan rasa pahit dari kopi laknat Jaemin.

Aku berlari ke tempat duduk Haechan dan menggoyang-goyangkan badannya dengan heboh.

"Chan! Chan! Air putih! Air putih!"

Haechan juga ikutan heboh. Karena tidak ada air putih di sana, dengan random tangannya mengambil jus semangka milik Mark yang masih utuh karena baginya sebagai minuman favorit harus diminum paling akhir.

"Nih Njun, minum."

Aku segera menenggak jus itu tanpa tahu wajah Mark sudah hampir menangis karena jus kesukaannya telah tandas.

"Ah.. lega.."

Rasa pahit di rongga mulutku sudah tergantikan dengan rasa manis semangka. Aku tak habis pikir kenapa Jaemin bisa sanggup mengonsumsi cairan super pahit itu.

"Kamu kenapa sih Njun?" tanya Haechan sambil menarik pinggangku agar duduk di pahanya, namun aku membalas mencubit pinggangnya hingga ia mengaduh kesakitan.

"Tadi aku minum kopi Jaemin sedikit. Rasanya sangat jahanam sekali." ucapku sambil mempoutkan bibirku kesal. Semua yang ada di meja itu terkekeh tak terkecuali pelaku yang membuatku heboh hari ini.

"Jaemin memang begitu, dia sanggup minum americano 12 shots perhari. Bayangkan sepahit apa itu. Seleranya benar-benar ekstrem! Aku tak habis pikir bisa-bisanya berteman dengan manusia unik ini." ucap Jeno sambil geleng-geleng kepala.

Aku terperangah mendengar satu fakta dari Jaemin. Tapi aku malah jadi khawatir, karena bagaimanapun juga hal itu tidaklah baik untuk kesehatan.

"Tapi sekarang aku mulai mengurangi mengonsumsi kafein. Tenang saja, aku tahu batasannya." ucap Jaemin menjawab kekhawatiranku. Aku diam-diam menghela nafas lega. Syukurlah.




***




"Kita mau kemana?"

Saat ini tanganku ditarik Haechan menaiki tangga. Tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba saja beruang ini membawaku ke suatu tempat yang jauh dari kelas kami berada. Aku baru sadar jika Haechan membawaku ke rooftop sekolah. Ia melepaskan tanganku ketika kami sampai pada pembatas rooftop. Angin siang langsung menerpa surai hitam kami berdua.

"Eh, bahaya Chan! Kau mau mengajakku bunuh diri?"

Aku panik saat tangan Haechan menarik tubuhku ke atas pembatas rooftop.

"Astaga Njun, pikiran macam apa itu? Sudah, kau duduk saja dengan tenang. Kau aman bersamaku."

Tenang bagaimana. Aku hampir memekik kencang ketika melihat ke bawah sana. Bagaimana kedua kakiku tergantung di udara sedangkan di bawah terlihat hanya kepala siswa-siswi yang berkeliaran di halaman depan sekolah.

Dengan tangan gemetar, aku mencengkeram erat lengan jas Haechan. Sungguh kedua kakiku sudah terasa kebas sekarang.

Sadar aku masih ketakutan, ia melingkarkan tangannya ke pinggangku. Itu sedikit mengurangi parnoku akan ketinggian.

"Merasa lebih baik?" Aku mengangguk walaupun masih saja ngeri.

"Dulu aku dan Renjun suka membolos disini. Kami bercerita banyak hal tentang kehidupan kami yang banyak memiliki kesamaan."

Aku mendongak menatap wajah tampan Haechan. Ia tersenyum tulus padaku.

"Jadi bolehlah aku menceritakan kisah hidupku juga padamu?"

Ada kilatan kesedihan yang terpancar dari manik coklat itu. Aku paham, Haechan ingin curhat masalah kehidupannya denganku. Tak masalah. Tanganku selalu terbuka lebar untuk siapapun.

Aku mengangguk mempersilahkan, "Ceritakan semua yang ingin kau ceritakan. Aku sahabatmu."

Haechan menghela nafas sedikit berat. Sepertinya ia akan menceritakan masalah yang serius.

"Kau ingat waktu di rumah sakit paman Doy menunjukkan foto calon istri ayahku pada kita?"

Aku mengingat-ingat sejenak. "Oh itu! Iya aku ingat." Seorang guru SMP pindahan dari Thailand itu kan? Kalau tidak salah namanya ada cita cita nya deh.

"Memangnya kenapa?" tanyaku balik. Mataku menatap raut Haechan yang sekarang terlihat seperti.. terbebani? Apakah..

"Ayah akan menikahinya dalam waktu dekat ini."

Kan, benar dugaanku.




Tbc.

Yuhuu~

Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang