Chapter 07

111 21 5
                                    

   Ryuji mengangkat pedang merahnya.

   Patung Hitam itu juga mengangkat sabit besarnya.

   Keduanya berada dalam posisi siaga, dengan energi Mana yang masih berbenturan. Bentrokan Mana itu menyebabkan tekanan yang besar antara kedua sisi.

   Jika saja para Hunter Rank-A masih di sini, mereka pasti akan mual dan pusing.

   Bersamaan, Ryuji dan Patung Hitam itu melesat maju.

   Ka ching!!

   Bentrokan terjadi antara pedang dan sabit besar.

   Hembusan angin yang hebat terjadi akibat bentrokan itu. Api biru yang mengelilingi altar mengecil sebelum nyalanya malah membesar. Tekanan angin itu memaksa energi Mana pada altar untuk bertambah supaya api di sana tak padam.

   Ryuji menepis senjata lawan ke tepi, lalu menghunuskan pedangnya.

   Patung Hitam menangkis dan melakukan serang balas disaat yang, umm, bersamaan?

   Serangan lawan kembali ditahan, dan serangan balasan diteruskan.

   Serangan demi serangan diblokir, serangan demi serangan dilancarkan.

   Adu senjata kembali terjadi.

   Benturan Mana pada tiap serangan seakan menciptakan badai, saking dahsyatnya energi yang terlepas dari benturan.

   Kilatan cahaya dari kedua senjata itu terlihat seperti garis-garis tak beraturan, saking cepatnya serangan kedua monster tersebut.

   Yang satu adalah monster berwujud Patung, berperawakan Malaikat Pencabut Nyawa. Sedangkan satunya adalah monster berwujud manusia, yang pantas mendapat gelar itu karena kekuatannya.

   Terjebak dalam peraduan yang sengit, Ryuji mencoba memecah pertempuran yang seakan tak berujung itu. Dia menepis sabit besar si Patung ke bawah sebelum menahan senjata lawan dengan satu kakinya. Hanya perlu satu detik dan si Patung berhasil menarik sabitnya. Namun Ryuji memang hanya perlu satu detik itu.

   Satu serangan ke leher berhasil dilancarka—

   Tidak, tidak berhasil.

   Ryuji terlempar jauh ke belakang, jauh melewati panggung altar. Ryuji segera mendarat dengan posisi sempurna. Terlempar oleh serangan itu bukanlah hal yang dia duga.

   Namun si Patung Hitam juga baru berhasil menghentikan diri dan mendarat. Dia terlempar, disaat yang bersamaan dengan Ryuji. Serangan balas Ryuji itu bukanlah hal yang dia duga, dia sama kagetnya dengan lawannya saat ini.

   Tanpa aba-aba kedua orang itu kembali melesat laju.

   Bunyi gemuruh menemani tiap rentak kaki mereka, yang diakibatkan oleh kelajuan mereka berlari.

   Ka ching!!

   Mereka terpental akibat serangan yang mengambil ancang-ancang itu. Namun tak perlu sesaat dan mereka kembali maju untuk beradu senjata.

   Ka ching!!

   Ka ching!!

   Ka ching!!!

   Berkali-kali terpental dan terundur, dan berkali-kali maju untuk menyerang. Hal itu mereka lanjutkan berulang-ulang kali.

   Kilatan yang tadi hanya terlihat di atas altar, kini terjadi dalam skala yang lebih besar.

   Bunyi gemuruh nyaring yang setia menemani kian menyerupai suara guntur.

   Hembus angin yang menderu hebat muncul dimana-mana, akibat bertempurnya dua serangan monster gila itu.

Solo Leveling: JikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang