Main Hati - 29

66 6 1
                                    

Tatapan mematikan dari mata laki-laki itu tak membuat Arnold menjadi ciut. Laki-laki itu memang sudah separuh baya, namun Arnold tak gentar.

"Tolong jangan ganggu aku, Pah", ucap Arnold.

"Apa yang kamu lakukan ini tidak membuat kamu terlihat gentle. Hentikan ini semua Arnold, kamu jadi terlihat semakin menyedihkan", ucap pria paruh baya yang masih terlihat cukup berwibawa di usianya yang semakin matang.

"Papah yang menyedihkan, tidak pernah bisa mengerti perasaan anak sendiri", ucap Arnold dengan penuh kekesalan.

"Papah hanya ingin kamu membuka matamu, Arnold. Be a gentle man".

Ayah dan anak itu saling memandang dengan sorot mata tajam dan penuh kebencian. Terlihat sekali Arnold tidak suka jika ayahnya mengganggu kesenangannya.

"Lepaskan Sandra, biarkan dia bahagia dengan pilihan hatinya", ucap lelaki paruh baya itu lagi.

"Papah tidak berhak mengatur hidup ku".

"Dan kamu tidak bisa memaksakan kehendak kamu kepada siapapun!!", ucap Papahnya Arnold dengan nada tinggi.

"Aku berhak dan aku bisa, Pah".

"Seperti kamu dulu saat masih bertunangan dengan Siska? Kamu tahu itu rasanya tidak enak, tapi kini kamu mau memaksakan itu kepada orang lain? Egois sekali kamu", ucap sang ayah kecewa.

"Pah!!"

"Sandra, kamu pulang lah", ucap Papahnya Arnold.

"Sandra tidak akan kemana-mana, Pah. Duduk kamu Sandra", titah Arnold pada Sandra.

"Arnold hentikan!!! Biarkan Sandra pulang", pinta sang ayah.

"Ga Pah, lusa kami akan menikah", ucap Arnold.

"Pernikahan bodoh macam apa yang akan kamu jalani, berpikirlah realistis", ucap sang ayah.

Sandra berusaha menghindar, ia mencari celah untuk bisa keluar dari pertengkaran ayah dan anak itu.

Papah Arnold masih terus berusaha menyadarkan Arnold, sedangkan Arnold masih dengan pikiran sempitnya, ingin memaksakan keinginannya terhadap Sandra.

"Arnold cuma cinta sama Sandra, Pah, harusnya Papah bisa mengerti itu".

Sandra akhirnya punya kesempatan untuk lepas dari pertengkaran itu, ia merasa inilah saatnya ia melarikan diri. Sandra tak ingin tengok-tengok kebelakang, dimana ayah dan anak itu masih terus bertengkar. Ia langsung menuju pintu utama rumah itu, dan langsung keluar. 

Ia sendiri sebenarnya bingung, harus menuju kemana, karena ia tidak tahu dimana posisi tepatnya ia berada. Kendaraan umum disini pun pasti sangat jarang.

Sinyal di ponselnya memang ada, tapi ia masih bingung harus menghubungi siapa ditempat ini. Ia ingin berlari dulu menjauh dari rumah keluarga Arnold dan ia harus menghubungi Alvin ataupun Siska yang pastinya tahu lokasi dimana ia berada.

Saat ingin melipir menuju sebuah pos yang berada diujung jalan, Sandra terkejut oleh bunyi klakson yang cukup kencang. Ia takut sekali jika Arnold yang menyusulnya. Lalu ia mendengar teriakan namanya di panggil oleh suara yang sangat ia kenal.

"Sandra....", suara tersebut mengejutkannya. Sandra hampir tak percaya bahwa itu Alvin. Karena hari beranjak gelap, dan suasana di sekitarnya juga mulai tampak gelap, apalagi kabut yang sudah turun sejak tadi menyelimuti daerah tersebut.

Alvin segera turun dari mobilnya, Sandra masih berusaha menyakinkan dirinya bahwa itu benar Alvin, karena ia masih takut jika Arnold berhasil menyusulnya.

Setelah ia yakin itu benar Alvin, Sandra memeluknya. Alvin menyambut pelukan Sandra. Alvin bisa merasakan tubuh Sandra sedikit gemetar saat dipelukannya.

Main HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang