23 : Break up now

25 4 0
                                    

07.00 MALAM WAKTU KOREA SELATAN

"Mau berondong jagung?"

Aku mengangguk setuju, tubuh Soobin bangkit dan berjalan menuju tempat di mana berondong jagung di jual. Sembari menunggu pintu teater bioskop aku memilih untuk bermain ponsel.

Beberapa menit setelahnya, Soobin datang dengan dua kotak berukuran sedang yang berisi berondong jagung karamel di dalamnya. Aku tersenyum tipis dan menggapai berondong jangung tersebut dengan senang hati.

"Berapa menit lagi pintu teater dibuka?"

"Lima menit lagi." Soobin mengagguk, lalu beralih untuk duduk di sebelahku. Kami duduk dengan perasaan canggung, kulihat wajah Soobin dari samping. Tekstur kulitnya yang halus itu membuatku terkagum sendiri. "Kau perawatan kulit, ya?" tanyaku refleks. Soobin menoleh ketika wajahku pasih menatapnya dari samping.

Meski kami sudah berstatus sebagai sepasang kekasih beberapa hari lalu, tapi itu tidak pernah menghilangkan debaran jantungku ketika kedua mataku bersitubruk dengan netra milik Soobin.

"Ada apa?"

Masih terdiam dari posisiku dan tampaknya aku menikmati wajah Soobin yang dari dekat ini.

Sampai tak terasa pintu teater kami sudah terbuka, Soobin menyadarkanku dengan satu tepukan ringan di bahuku. Wajahnya memandangku khawatir, "Juhee?"

Aku membalas dengan senyuman, "ayo, pintu teaternya sudah dibuka." ajakku menggandeng telapak tangannya yang kasar. Kami berjalan beriringan menuju ruangan teater sesuai nomor yang sudah tertera di tiket.

── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

"Bagaimana filmnya?"

Soobin tersentuh di sebelahku, "bagus, aku menyukainya." Aku membalas tersenyum.

"Syukurlah."

Setelah menonton film di bioskop aku dan Soobin segera keluar dari sana, kami memutuskan untuk berjalan-jalan di luar mencari sejentik udara segar setelah paru-paru kami sesak karena aroma pengharum jeruk di dalam ruangan yang keterlaluan. Sungguh membuat dada sesak dan pusing.

"Mau duduk?" tawarku ketika melihat bangku kayu di taman sekitaran bioskop. Soobin mengagguk.

Kami berjalan sembari bergandengan tangan menuju bangku tersebut. Setelah kami sampai, masing-masing dari kami mulai duduk mencari posisi ternyaman. Saat diriku sudah duduk dan Soobin pun tampaknya juga sudah, lagi-lagi suasana kecanggungan menyeruak, aku yang tidak biasa dengan kecanggungan mulai merasa tidak nyaman.

Dan Soobin hari ini pun tampak berbeda dari hari biasanya, gelagatnya sangat aneh.

"Canggung sekali," gumamku sembari menghela napas. Aku mendongakkan kepalaku sehingga pandanganku beralih menatap langit malam bertabur bintang.

Ngomong-ngomong, tangan kami masih bergandengan. Hehehehe.

Usai selama kisaran sepuluh detik mataku menatap langit, kurasakan tangan Soobin mulai melepaskan diri dari genggamanku. Lantas terheran aku langsung mengarahkan wajahku yang semula menatap langit jadi menatap Soobin.

Mataku menatap Soobin dengan sedikit kecewa. "Ada apa, Soobin?" tanyaku berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi kekecewaanku padanya.

"Maaf,"

Aku menyeritkan dahi bingung, "kau salah apa sampai harus meminta maaf seperti itu?"

Matanya menatapku dengan sendu. "Maaf karena sampai sekarang pun aku belum bisa menjadi pacar yang baik."

"Aku tidak menyuruhmu untuk menjadi pacar yang baik, Soobin. Cukup kau menjadi pacarku, sudah itu saja. Aku tidak perlu yang lain." ucapku penuh kehati-hatian.

"Ayo kota sudahi saja. Aku takut jika ini terus berlanjut, kau akan lebih patah hati daripada hari ini."

Sontak membaca gerakan tangan Soobin membuat kedua bola mataku terasa disiram oleh ratusan cabai. Aku marah sekali, sangat marah. Kami banru saja berkencan selama satu minggu lebih dua hari, tapi di hari pertama kita melakukan kencan Soobin malah meminta untuk putus.

"Apa maksudmu? Kita baru saja satu minggu resmi sebagai sepasang kekasih!" Aku sungguh tak sadar ketika aku meninggikan suaraku, sungguh aku benar-benar marah sehingga aku tidak bisa mengontrol suaraku dengan benar. Jantungku sudah tercabik-cabik dan hancur.

Mata Soobin memandangku berkaca-kaca, "maaf .."

"Jangan minta maaf! Jelaskan padaku dulu apa maksudmu untuk mengakhiri hubungan kita yang bahkan belum sampai dua minggu ini?"

"Aku sudah tidak mencintaimu lagi, sudah. Itu jawabanku. Apa lagi yang ingin kau tanyakan?"

Aku membeku ditempat.

"Kalau begitu, cukup kita akhiri saja, aku tidak ingin kau lebih menderita. Cukup sampai sini saja, Juhee. Terima kasih sudah menjadi pacarku, kau adalah pacar terbaikku. Kau cinta pertamaku, kau yang terbaik dari semua perempuan yang pernah aku temui. Selamat tinggal Juhee. Berbahagialah bersama orang lain."

Dengan itu, Soobin pergi meninggalkanku yang masih terdiam di tempatku. Terdiam begitu saja karena masih syok dengan ucapan Soobin yang bagaikan petir di pagi buta.

Tapi aku tahu betul bahwa saat itu Soobin sedang berbohong. Aku tahu Soobin masih sangat mencintaiku—aku tidak mengada-ngada, dia sungguh mencintaiku—sama seperti bagaimana diriku mencintainya. Lalu kenapa? Kenapa Soobin ingin mengakhiri semua ini? Sudah tidak mencintaiku? Pembohong! Soobin bukan tipe orang yang mudah untuk jatuh cinta. Mungkin diriku adalah orang pertama dan terakhir yang dicintainya. Lantas kenapa dia berbohong?

Tepat di saat aku ingin meluruskan masalahku dengan Soobin dengan pergi untuk menyusul Soobin, tiba-tiba ponselnya bergetar.

Terdiam ditempat, membuka ponselku yang berisik. Aku membuka pesan yang dikirimkan Beomgyu padaku.

MESSAGE

Beomgyu teman Yeonjun : JUHEE! CEPAT KE RUMAH SAKIT!

Beomgyu teman Yeonjun : YEONJUN BARU SAJA KECELAKAAN MOBIL!

Seketika itu juga duniaku serasa runtuh. Segala di sekitarnya rasanya hancur lebur tak bersisa. Niat awalku di hari itu yang hendak pergi ke menyusul Soobin demi meluruskan segalanya, harus dikubur dalam-dalam. Hatiku yang telah retak karena Soobin mengakhiri hubungan kami malam itu dan Yeonjun yang kecelakaan, kini telah hancur berkeping-keping.

Yah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

dear sunshine, soobin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang