00. P R O L O G

7.4K 366 9
                                    

HAPPY READING!!

Cerita ini murni dari pemikiran author, jadi jika ada kesamaan alur tokoh dan sejenisnya, saya minta maaf. itu unsur ketidaksengajaan.

ENJOY THE STORY!
•••••

“Kamu harus masuk ke sekolah itu, sekolahan itu sekolah terbaik yang ada di Indonesia.”

BEGITULAH kira-kira perkataan para orang tua untuk memasukkan putra-putrinya ke sekolah bergensi elit bernama High School Nerlangga.

High School Nerlangga (HSN) merupakan sekolah elit menengah atas yang berada di bagian Barat Indonesia. Sekolah itu sudah terbuka selama 60 tahun lebih dan sudah menyandang banyak gelar salah satunya "Best school Internasional".

HSN bukan hanya menampung orang-orang yang mempunyai banyak harta saja, melainkan sekolah tersebut juga menampung murid yang mempunyai kepintaran lebih.
HSN satu-satunya sekolah Asia yang berhasil masuk jajaran lima besar di Internasional High School.

Pada tahun ajaran baru, HSN akan membuka sebuah kelas yang hanya diperuntukan untuk murid yang mempunyai kepintaran di atas rata-rata. Intelligence Class (IC).

IC memiliki sepuluh orang murid yang mempunyai kecerdasan di atas orang biasa. Julukan "Ten Genius Disciples" bahkan sudah tidak asing terdengar di pendengaran para murid di Nerlangga.

—HSN—

"AAAA," teriak Thalia ketakutan.

Di depannya sudah ada sosok mayat yang  berlumuran darah segar yang mengalir di sekujur tubuhnya.

Mayat tersebut terlihat baru saja dibunuh seseorang.

“GUYS, CEPETAN KE SINI!” Gadis itu berteriak kencang memanggil teman-temannya yang masih stay di dalam rumah.

Para anggota IC yang mendengar teriakkan temannya itu refleks meninggalkan kegiatan belajar mereka.

Ck, apaan, sih, tuh anak teriak-teriak.” Aluna berdecak kesal.

“Udah, kita keluar aja samperin dia.” Naura berjalan menghampiri Thalia disusul teman-temannya dari belakang.

Setelah sampai di tempat Thalia berada. Cakra langsung bertanya. “Ada apa lo teriak-teriak? Jam belajar kita hilang cuma gara-gara teriakan cempreng lo!” Cakra melirik tajam ke arah Thalia.

“Tau tuh, ada apaan emang?” sambung Gavin.

Pertanyaan kedua temannya itu hanya seperti angin lalu bagi gadis itu. Ia masih diam membayangkan sosok mayat yang ia temui tadi.

Tidak ada jawaban dari Thalia, Cakra beralih melirik gadis itu. Saat sedang menatapnya, anehnya Thalia melihat ke arah belakang rumah Gavin. Hal tersebut membuat jiwa penasaran Cakra bergelojak.

"Kenapa si Thalia lihat ke arah belakang rumah Gavin?” gumamnya.

Tanpa bertanya ke Thalia apa yang terjadi di lorong sana, Cakra berjalan ke tempat tersebut dengan langkah hati-hati. Teman-temannya yang melihat kelakuan aneh Cakra mencoba mengikuti jejak langkahnya dari belakang tanpa mengucap sepeser kata pun.

Mereka berjalan pelan di belakang Cakra, sampai Gavin menyeletuk, “Mau ke mana sih nih anak."

Saat sampai di sana, mereka dibuat terkejut dengan satu mayat yang berlumuran darah, serta mulutnya yang sobek seperti ditusuk benda tajam.

Shit, kenapa ... di-dia ... ma-mati di sini?” ucap Allen terbata-bata melihat yang di depannya adalah teman sekelasnya sekaligus anak IC.

Mereka dibuat terkejut kedua kalinya serta syok saat mayat itu mulai bergerak dan melotot ke arah mereka.

“Sial, dia hidup coy, mundur!” seru Alatha.

Mereka mundur perlahan saat mayat itu mulai berdiri dan mendekat.

“Kayaknya dia belum mati deh,” ucap Cakra.

“Gue belum mau mati, jangan bunuh gue!” titah Aluna.

Mereka terus-menerus mundur sampai akhirnya terpojok dengan adanya pagar si pemilik rumah.

“Rumah Gavin sialan, gue nggak mau mati sekarang!” pekik Hans.

Anak IC spontan berteriak ketika mayat itu memegang pisau dan mengarahkannya ke para bocah berseragam itu.

“WOYY, JANGAN BUNUH KITAA!”

Teriakan mereka tidak digubris oleh mayat itu. Namun, ternyata mayat itu malah mengucapkan kalimat yang mereka tidak mengerti maksudnya.

“To-tolong ... cari pembunuhku!” Mayat itu mengucapkan sepenggal kalimat dengan penuh penekanan sembari menunjuk ke arah anak-anak IC yang tengah ketakutan setengah mati.

“Apa dia baru aja dibunuh seseorang?” Naura melihat sosok di depannya dengan iba. Dia merasa temannya itu masih terlalu muda untuk meninggal.

Para anak IC diam membeku melihat mayat hidup itu mengucapkan kalimat sepenggal itu. Mereka masih syok dengan kejadian yang mereka temui ini, serasa mimpi tapi kenyataan.

“Tolong ... aku, hanya kalian yang bisa cari pembunuh itu ....” Setelah berucap, mayat itu jatuh tumbang tak berdaya di atas hamparan tanah yang berbalut darah segar miliknya.

Mereka semua mulai mencerna setiap kata yang diucapkan oleh mayat itu. Apa yang harus mereka lakukan dan mengapa teman mereka ini bisa jadi korban pembunuhan? Kalimat itu mampu membuat isi pikiran mereka bertanya-tanya.

“Kita sembunyikan kematian dia, kita cari dulu dalang di balik pembunuhan ini.”

-HSN-


Jangan lupa tinggalin jejak dengan vote dan komen!!


[END] Genius Disciples [Dibukukan] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang