"Kak Caca ke mana aja? Baru keliatan?" Sambutan dari Mila, salah satu pengurus panti milik eyang Marisha. Biasanya, setiap minggu memang dia mengunjungi tempat ini. Banyak hal yang dilakukan Marisha untuk anak-anak panti yang tidak beruntung. Sama seperti masa lalunya yang entah akan bagaimana jika tidak ditemukan oleh Eyang Ratna.
Sebenarnya kadang Marisha merasa penasaran dengan orang tua kandung yang tega membuangnya. Namun, saat melihat kasih sayang yang eyangnya berikan, rasa takut akan kecewa itu muncul.
Pertanyaan seperti, bagaimana jika sebenarnya dia memang benar-benar bukan anak yang diinginkan? Selalu saja muncul dan membuat nyalinya menciut. Jadi lebih baik seperti ini, tidak tahu apa-apa terkadang memang lebih baik dari pada tahu segalanya, tetapi membuat hati kita sakit.
"Kemarin-kemarin sibuk nyiapin pembukaan rumah makan," jawab Marisha sembari melangkah masuk. Dari kejauhan dilihatnya anak-anak panti yang masih berusia dibawah sepuluh tahun tengah melakukan kegiatan menggambar.
"Oh, ya, kemarin dicariin Mas Restu," ujar Mila, membuat fokus Marisha teralih.
"Ada perlu apa katanya?"
"Karena ada yang kangen sama kamu." Jawaban itu bukan berasal dari Mila, melainkan dari sosok laki-laki yang mengenakan kemeja serta jas biru, yang kini melangkah ke arah mereka.
"Kak Ca, aku pamit dulu, ya." Mila langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Marisha. Semua penghuni panti juga tahu siapa Restu, dan apa niat laki-laki ini selalu datang ke panti dengan alasan sebagai donatur.
"Mas Restu? Ada perlu?" Biasanya Marisha enggan menemui laki-laki ini. Bukan karena Restu tidak baik, bukan juga karena laki-laki ini duda dengan satu anak yang dengan terang-terangan mendekatinya. Namun, karena Marisha tidak mau baik Restu atau pun anaknya menaruh harap padanya yang tidak memiliki ketertarikan sama sekali pada laki-laki ini.
Bukan karena fisik Restu yang bermasalah. Malah, Marisha bisa katakan fisik Restu nyaris sempurna. Seperti penggambaran seorang laki-laki yang ada di novel-novel. Jika dibandingkan dengan Antariksa, Restu bisa dikatakan lebih tampan. Namun, yang namanya hati tidak bisa memilih pada siapa harus berlabuh, bukan?
"Nganter titipan." Laki-laki itu menyorongkan sebuah paperbag. "Minggu lalu saya ngajak Queen ke Bali, dan itu oleh-oleh buat kamu katanya."
Marisha melongok isi paperbag yang sudah beralih ke tangannya dan menemukan sebuah tas di sana. "Terima kasih, sampaikan juga buat Queen," ujar Marisha sembari tersenyum.
Restu mengangguk pelan, laki-laki itu sepertinya belum selesai. "Ada satu lagi sebenarnya," ujarnya sembari merogoh saku kemeja. Mengeluarkan sebuah kertas, seperti undangan ulang tahun.
"Saya sebenarnya nggak enak sama kamu, tapi takut Queen kecewa kalau nggak saya sampaikan permintaannya." Restu tersenyum sungkan pada Marisha yang kini tengah membaca undangan ulang tahun putri semata wayangnya.
"Queen ulang tahun?" Marisha tersenyum, dan sudah mengerti apa maksud dari undangan ini.
"Nanti saya bantu kamu buat kasih alasan—"
"Saya usahakan untuk datang," potong Marisha cepat. Bisa dilihat reaksi Restu yang terkejut dengan jawabannya. Laki-laki berusia 35 tahun itu pasti tidak menyangka jika dirinya akan memberi jawaban seperti ini.
"Kamu yakin?" Restu menahan bibirnya untuk tidak tersenyum, takut jika Marisha sedang salah bicara.
Entah sudah berapa kali wanita ini menolaknya, dan Restu sudah memutuskan untuk menyerah. Memang ini bukan pertanda apa pun, tetapi Restu tidak akan membohongi hatinya jika harapan yang belum benar-benar hilang itu kembali muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
PILIHAN TERBAIK (Tamat - Revisi)
RomanceAntariksa merasa terjebak dalam perjodohan yang ibunya buat. Hal klise yang tidak bisa dihindarinya karena belum juga bisa membawa calon istri sampai pada waktu yang sudah disepakati. Dan kali ini, dirinya harus menghadapi calon istri yang tidak dii...