"Makasih banget buat hari ini, ya, Kak Anta. Aku seneng banget." Yasmin mengatakan itu sembari melempar senyum tulus pada Antariksa yang baru saja menyalakan kendaraan roda empatnya.
Laki-laki itu tersenyum tipis, acara hari ini menurutnya tidak ada yang spesial, kenapa Yasmin bisa sesenang ini? "Sama-sama, tapi ini cuman kondangan biasa, kamu bisa seseneng itu?"
Yasmin mengangguk cepat untuk merespon kalimat yang Antariksa ucapkan. "Nggak penting acaranya seperti apa, yang penting perginya sama siapa."
Kali ini Antariksa tidak mampu tersenyum, dia bingung dengan kondisi yang rasanya semakin tidak kondusif. Yasmin dan harapannya sepertinya semakin terlihat nyata. Gadis ini tidak malu menunjukkan rasa suka yang tersorot di matanya dengan terang-terangan.
"Aku suka sama Kak Anta."
Antariksa yang baru saja menjalankan mobilnya untuk keluar dari tempat parkir gedung pernikahan, nyaris mengerem mendadak kendaraannya itu karena terkejut. Yasmin tidak hanya terang-terangan kali ini, tetapi sengaja memperjelas perasaannya.
"Baru batas suka, belum jatuh cinta." Gadis itu malah tertawa kecil, seolah-olah merasa lucu dengan ekspresi yang Antariksa tunjukkan. "Tapi kalau nanti aku jatuh cinta sama Kak Anta, boleh, kan?"
Siapa yang bisa menjawab pertanyaan semacam itu? Antariksa bahkan sama sekali tidak bisa membuka mulutnya. Yasmin, kenapa dia harus dipertemukan dengan gadis yang blak-blakan seperti ini?
"Aku tahu hati Kak Anta saat ini masih diisi oleh orang lain," ujar Yasmin lagi sembari menatap wajah Antariksa dari samping.
Laki-laki itu tampak terkejut, dan Yasmin memakluminya. Sebenarnya dia bukan gadis yang terbiasa blak-blakan seperti ini. Namun, untuk bisa dekat dengan Antariksa sepertinya dia harus berani menahan malu. Laki-laki ini adalah sosok langka yang harus dia perjuangkan. Apalagi status yang Antariksa sandang kali ini adalah single, jadi Yasmin tidak merasa bersalah pada siapa pun saat memutuskan untuk mengejar Antariksa.
"Tapi kalau boleh, aku mau bantu Kak Anta buat ngelupain orang itu." Yasmin mengingat wanita pemilik rumah makan yang dia temui beberapa hari lalu. Bisa dilihatnya dengan jelas, sorot yang Antariksa beri untuk wanita itu. Laki-laki ini menyukai wanita itu, tetapi sepertinya mereka tidak bisa bersama. Entah apa alasan yang menyebabkan Antariksa tidak bisa bersama dengan wanita itu, yang jelas saat ini Antariksa sedang dalam kebimbangan, dan dia memiliki celah untuk menelusup masuk ke hati laki-laki ini.
Antariksa yang mendapat serangan mendadak seperti ini tentu saja bingung. Berusaha untuk tetap melajukan mobilnya dengan baik, meski hatinya tengah kacau. Yasmin sungguh memilih waktu yang salah untuk membahas ini semua.
"Nggak papa kalau sekarang Kak Anta belum bisa kasih jawaban," ujar gadis itu lagi. "Tapi setelah ini Kak Anta janji jangan ngehindari aku, ya?"
Antariksa menoleh sejenak untuk menatap wajah Yasmin, gadis itu tengah menunjukkan sebuah senyum penuh ketulusan. Dan entah karena terhipnotis atau apa, Antariksa langsung memberi anggukan kepala. Apa, memang Yasmin adalah sosok yang tepat untuk menggantikan Marisha? Gadis ini, mampukah menggeser tempat Marisha di hatinya?
*
Bunyi pecahan gelas membuat beberapa pelanggan rumah makan mengalihkan fokus pada Marisha yang baru saja menjatuhkan benda itu. Entah mengapa fokus Marisha mendadak hilang untuk sejenak, hatinya juga seperti berdenyut nyeri untuk sesaat.
"Ya ampun, Mbak. Biar saya beresin aja. Mbak Marisha mendingan istirahat." Salah satu pegawai meminta Marisha berdiri, bosnya ini sejak tadi memang terlihat tidak fokus saat memegang sesuatu.
"Ada apa ini?" Sosok Restu tampak berjalan mendekat sembari memegang jemari putrinya.
"Nggak papa." Marisha menjawab sembari berdiri, dan nyaris jatuh saat dirasa kepalanya sedikit pening.
Restu dengan sigap menahan lengan wanita itu, dan mengamati wajah Marisha yang memang terlihat pucat. "Kamu sakit?"
Marisha menggelengkan kepalanya, meski sedikit pusing, tetapi dia merasa baik-baik saja. "Mungkin kecapean."
"Kalau gitu aku antar pulang, ya?" tawar Restu. Sebenarnya hari ini dia ingin mengajak Marisha untuk jalan karena Queen menginginkan mereka pergi bertiga. Namun, jika kondisi Marisha seperti ini, maka rencana ini sebaiknya dilakukan lain hari.
"Saya istirahat sebentar aja, Mas. Nanti juga baikan, kok. Lagian kalau pulang cepet nanti eyang khawatir." Marisha memutuskan untuk istirahat di kantornya saja.
"Ada stok obat?" tanya Restu pada salah satu pegawai Marisha. Sesekali menoleh ke arah Marisha yang kini berjalan menjauh dengan sosok Queen yang menggandeng tangannya.
"Ada, Pak. Sebentar saya ambilin."
*
"AC-nya mau dikecilin?" Restu langsung mencari remote AC saat Marisha menjawab dengan anggukan. Lalu menyelimuti tubuh wanita itu dengan jaket yang dikenakannya. Badan Marisha sedikit panas, tetapi wanita itu enggan diajak ke dokter untuk memeriksakan diri.
"Saya beneran nggak papa, kalau Mas Restu ada urusan bisa tinggalin saya sendiri." Marisha benar-benar tidak enak karena merepotkan Restu. Kali ini dia hanya kelelahan, dan mungkin ditambah dengan stress.
Restu tersenyum lembut, menoleh ke arah Queen yang sudah sibuk dengan game onlinenya. Saat libur, Restu memperbolehkan anaknya itu memegang ponsel, tetapi tidak lebih dari setengah jam.
"Rencana kami hari ini adalah ngajak kamu jalan. Tapi karena kamu sakit jadi kami nggak punya acara apa pun."
Marisha semakin merasa bersalah karena rencana Restu dan Queen gagal akibat dirinya. "Maaf, ya. Saya ngacauin."
Restu tertawa kecil. "Nggak masalah, kamu juga bukan sengaja sakit, kan? Lagian masih ada lain waktu. Queen aja nggak masalah."
Marisha ikut menatap sosok Queen yang selalu tampak tenang jika berada di sekitarnya. Hal yang mampu mengikis sedikit ragu untuk melangkah maju dan membuka hatinya. Queen, Marisha bisa menjadikan gadis itu alasan untuk bangkit. Dia menyayangi Queen dengan tulus, dan bukankah akan lebih baik jika dia menjadi ibu sambung gadis kecil itu? Yah, sepertinya inilah rencana yang sudah Tuhan tulis untuknya.
"Queen, maaf, ya, hari ini Tante malah sakit." Marisha merasa perlu mengatakan itu. Restu yang medengarnya hanya tersenyum. Sementara Queen segera mengalihkan fokusnya dari tablet ke wajah Marisha.
"Nggak papa, Tante. Queen bakalan jagain tante, tenang aja." Setelah mengatakan itu Queen kembali mengalihkan fokus pada gawai di tangannya. Restu dan Marisha pun mau tidak mau tertawa untuk tingkah lucu yang Queen tunjukkan. Lihatlah, bukanlah kini mereka terlihat seperti keluarga kecil yang begitu bahagia?
"Kamu mendingan istirahat aja, nanti aku anter pulang kalau udah agak baikan." Restu membetulkan jaketnya untuk menyelimuti tubuh Marisha. Dan merasa senang karena wanita itu tidak menolak perhatiannya.
Marisha yang sebenarnya merasa enggan untuk perhatian yang Restu berikan memilih untuk menikmati kelembutan laki-laki itu. Mungkin dengan seperti ini, hatinya perlahan-lahan akan goyah. Restu adalah laki-laki baik yang seharusnya menjadi kandidat pasangan hidup terbaiknya. Yah, mulai sekarang dia akan benar-benar mencoba untuk membuka hati. Restu adalah pasangan terbaik yang sudah Tuhan kirim sebagai jalan untuk melupakan Antariksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PILIHAN TERBAIK (Tamat - Revisi)
RomanceAntariksa merasa terjebak dalam perjodohan yang ibunya buat. Hal klise yang tidak bisa dihindarinya karena belum juga bisa membawa calon istri sampai pada waktu yang sudah disepakati. Dan kali ini, dirinya harus menghadapi calon istri yang tidak dii...