Bab 33. Membuat kenangan baru

213 10 0
                                    

"Besok pagi kita check out."

Marisha mengerutkan kening bingung untuk satu keputusan yang Antariksa buat. Laki-laki itu baru saja kembali untuk membeli beberapa makanan ringan. Mereka tidak bisa keluar karena di luar hujan turun begitu lebat.

"Kenapa memang?" Marisha duduk di sofa yang berada di dekat balkon hotel. Memandangi air hujan yang terlihat dari kaca jendela kamar hotelnya.

"Kita harus buat kenangan baru, besok kita keluar dari Jogja." Antariksa tersenyum untuk menutupi ketakutan yang tersorot dari matanya. Laki-laki itu masih mengingat betul apa yang pernah terjadi dulu. Hubungan mereka yang langsung merenggang sepulang dari kota ini. Jika dulu semuanya berasal dari keegoisannya, kali ini Antariksa takut Marisha yang akan mengabaikannya jika mereka sudah kembali ke Tangerang.

Marisha yang sebenarnya juga memiliki ketakutan sama, memutuskan untuk mengangguk setuju. Jogja memang meninggalkan kenangan manis untuk mereka. Namun, kenangan manis itu berubah menjadi suatu hal yang tidak menyenangkan saat itu.

"Jadi rencana mau ke mana?"

"Ke Magelang aja," ujar Antariksa yang sudah memeriksa beberapa tempat menarik di kota itu. "Nanti terus kita ke Temanggung, abis itu ke Wonosobo. Dari Wonosobo kita pulang ke Tangerang naik bis. Gimana?"

Terdengar sangat menarik. Dari dulu Marisha membayangkan untuk berpetualang tanpa tujuan pasti seperti ini. "Jadi, berapa hari yang bakal kita habisin?" tanyanya.

"Satu minggu mungkin. Kamu nggak masalah?"

Masalah, Marisha merasa waktu satu minggu bukanlah waktu yang lama. Namun, tidak mungkin juga mereka menghabiskan waktu lebih lama karena banyak hal yang juga perlu mereka urus saat kembali ke kota asal nanti.

"Nggak masalah," jawab Marisha setelah diam cukup lama.

Antariksa sebenarnya kecewa mendengar jawaban itu. Dia berharap Marisha mengajukan ide untuk memperpanjang waktu liburan mereka. Namun, di Tangerang mereka memiliki usaha yang tidak mungkin ditinggal lama. Jadi satu minggu adalah waktu yang cukup, Antariksa berjanji dalam hati untuk membuat waktu satu minggu ini menjadi waktu yang tidak terlupakan.

"Ya udah, kamu istirahat, udah malem." Antariksa berdiri, merasa enggan pergi, tetapi tidak mungkin juga mereka berada di kamar yang sama.

Marisha mengangguk, keduanya sempat terkejut oleh suara petir yang menyambar. Antariksa sempat berharap Marisha akan ketakutan dan memintanya tinggal, tetapi sayangnya Marisha bukan wanita penakut yang akan berlari ke arahnya hanya karena di luar hujan lebat dan petir terus menyambar.

*

"Nggak perlu ada rencana mateng. Kita nikmatin waktu aja, ya," ujar Antariksa saat keduanya sudah sampai di Magelang. Dan tujuan pertama yang mereka datangi adalah Wisata Candi Borobudur.

Marisha mengangguk, dan tidak keberatan sama sekali saat tangannya terus digenggam oleh Antariksa. Ada rasa aman dan nyaman yang kini dirasakannya. Bahkan senyum terus terpatri di wajah cantik itu sejak tadi.

Antariksa juga merasakan kehangatan itu mengalir ke hatinya. Apalagi saat Marisha tidak lagi menyembunyikan senyumnya. Wanita yang mengikat rambut panjangnya menjadi satu ke belakang ini terlihat semakin cantik dengan senyum di wajahnya. Antariksa hanya bisa berharap, senyuman itu tidak akan pernah luntur. Dan kebahagiaan yang mereka rasakan kini juga tidak lenyap hanya meninggalkan kenangan seperti dulu.

Keduanya terus berjalan bergandengan menaiki candi. Sesekali berhenti untuk berfoto. Suasana ramai karena memang ini akhir pekan.

"Kamu masih simpen foto kita yang dulu?" tanya Antariksa saat mengingat dulu mereka pernah mengambil beberapa foto untuk dijadikan kenangan.

Marisha mengangguk pelan, lalu mengutak-atik ponselnya untuk mencari foto yang mereka ambil dulu.

Antariksa tersenyum senang karena Marisha ternyata tidak menghapus kenangan mereka walaupun dia pernah mengabaikan wanita ini.

"Sebagian udah aku hapus, yang itu kelewatan," ujar Marisha tidak sungguh-sungguh. File lain tidak disimpan di ponselnya karena takut Restu melihat jika suatu saat memegang ponselnya. Meski belum memiliki perasaan apa pun terhadap laki-laki itu, tetapi Marisha berusaha untuk menjaga hati Restu yang sudah bersikap baik padanya selama ini.

Antariksa mengangguk saja, menahan senyuman saat yakin perkataan Marisha tidak benar. "Nanti kalau kita datang lagi ke sini, aku harap udah kayak gitu," celetuknya sembari menunjuk keluarga kecil yang terdiri antara ayah, ibu dan dua anak.

Marisha malah tertawa geli mendengar penuturan Antariksa yang sudah membayangkan hal terlalu jauh.

"Kenapa ketawa?"

"Kamu mikirnya terlalu jauh," jawab Marisha yang terpaksa mengingat kembali hubungannya dengan Restu. Juga Queen yang harus dirinya pikirkan perasaannya.

Antariksa sadar tengah membangun topik yang salah, segera mengalihkan pembicaraan. Untuk saat ini, pembahasan masa depan rasanya memang hanya akan merusak suasana.

*

Lelah berjalan keduanya segera mencari tempat untuk beristirahat. Mencari rumah makan yang bisa mereka gunakan sebagai tempat makan juga menjalankan kewajiban sebagai muslim. Karena Marisha sedang berhalangan, maka dia memilih menu terlebih dulu untuk disantap. Rumah makan yang mereka kunjungi kali ini menyediakan menu rumahan.

"Udah pesen?" Antariksa menarik satu kursi untuk duduk. Wajahnya yang sedikit basah sedikit menambah kadar menawan laki-laki ini. Bahkan Marisha sempat tertegun sejenak sebelum akhirnya menundukkan wajah karena Antariksa kini tengah menatapnya.

"Udah," jawab Marisha sembari menyembunyikan senyuman yang hadir dengan memerika ponselnya yang memiliki beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Restu, laki-laki itu juga menghubunginya, tetapi tidak terangkat karena Marisha tidak mendengar panggilan telepon.

"Ada masalah?" tanya Antariksa pada Marisha yang mendadak terlihat bingung.

"Ah, enggak." Marisha bingung antara ingin menghubungi Restu balik atau tidak. Dan di tengah kebingungan itu ponselnya berdering dengan nama Restu sebagai pemanggil.

Mood baik Antariksa yang terbangun hingga beberapa detik lalu langsung menghilang saat melihat siapa nama yang tertera di layar ponsel Marisha. Dia bisa melihat jelas karena ponsel wanita itu tergeletak di atas meja. Andai saja kini Marisha sudah resmi menjadi miliknya, maka akan segera dia akhiri panggilan itu. Namun, sayangnya Marisha bahkan belum memberi keputusan apa pun untuk status hubungan yang mereka jalani saat ini.

"Aku cuman minta waktu kamu untuk satu minggu ke depan ini tanpa gangguan," ujar Antariksa untuk memberi alasan pada Marisha agar mau mematikan ponselnya yang terus mengalunkan lagu.

"Cuman satu minggu, setelah itu semua keputusan ada di kamu," ujar Antariksa lagi saat Marisha terus saja terlihat gamang. "Kamu boleh angkat, terus bilang ke dia buat nggak ganggu kamu selama satu minggu ini."

Marisha seharusnya kesal karena Antariksa seolah-olah tengah mengaturnya. Namun, rasa takut jika Antariksa marah malah mendominasi sekarang. Maka wanita itu pun langsung mematikan sambungan telepon dari Restu, lalu mengirim pesan untuk laki-laki itu agar tidak mengganggunya selama satu minggu ke depan. Setelahnya Marisha menyorongkan layar ponsel ke depan Antariksa agar laki-laki itu bisa membaca isi pesan yang dikirimkannya untuk Restu.

'Maaf, Mas aku lagi di luar kota. Aku nggak bisa angkat telepon.'

Antariksa yang membaca pesan itu langsung tersenyum, meraih jemari Marisha, meremasnya, dan tidak menyangka jika wanita itu malah ikut tersenyum karena tingkahnya. 

PILIHAN TERBAIK (Tamat - Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang