Bab 17. Berbeda

193 11 0
                                    

"Nggak malu-maluin, kan?" Kalimat tanya yang keluar dari bibir Yasmin saat Antariksa datang untuk menjemputnya. Gadis itu meminta Antariksa menunggu di depan gang masuk ke rumahnya karena tidak mau menjadi bahan gosip. Yasmin tinggal di daerah perkampungan, kedatangan Antariksa yang menggunakan mobil untuk menjemputnya tentu saja akan menggemparkan kampung kecilnya. Banyak spekulasi buruk yang akan mampir ke tempatnya nanti. Dan untuk mencegah hal itu terjadi, maka lebih baik dia mencegahnya.

Antariksa tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Cantik kok," ujarnya basa-basi. Saat melihat Yasmin, entah mengapa dia selalu mengingat adiknya. Dua gadis ini memiliki beberapa kesamaan, mungkin hal itu yang sering membuat Antariksa ragu untuk membuka hati. Yasmin di matanya masih seperti anak-anak.

Yasmin tersenyum senang mendengar pujian itu meski terdengar tidak tulus. Antariksa sepertinya bukan tipe laki-laki romantis dan peka terhadap lawan jenis. Namun, entah mengapa hal itu malah membuat Yasmin tertantang untuk menaklukannya. Laki-laki seperti Antariksa ini, sekalinya jatuh cinta akan sangat dalam. Dan sekalinya menyayangi seseorang, maka dia akan menjaganya dengan sungguh-sungguh. Dan Yasmin butuh laki-laki seperti itu untuk berada di sisinya.

"Cewek yang pernah Kak Anta ajak ke acara kayak gini, pasti lebih cantik. Kak Anta nggak malu, kan, ngajak aku yang biasa gini?" tanya Yasmin saat keduanya sudah duduk di dalam mobil.

Antariksa yang mendengar penuturan itu mau tidak mau tertawa kecil. "Ngapain malu? Kamu cantik," puji Antariksa jujur. Yasmin memang memiliki kecantikan alami khas orang Indonesia. Tidak memakai riasan pun gadis ini sudah menarik, apalagi saat merias dirinya dengan gaya simple seperti sekarang ini, aura Yasmin benar-benar keluar. Namun, untuk jatuh cinta yang Antariksa perlukan bukan hanya wajah cantik dan menarik.

"Pacar Kak Anta sebelum ini, pasti orangnya cantik. Aku jadi penasaran kayak apa orangnya." Yasmin benar-benar ingin tahu seperti apa orang yang berada di sisi Antariksa sebelum dekat dengannya.

Pacar? Antariksa ingin tertawa sendiri mendengar satu kata itu. Apalagi saat wajah Marisha muncul begitu saja. Wanita itu, apa bisa disebutnya pacar? Atau malah status yang lebih serius? Bukankah mereka pernah berada di dalam lingkar perjodohan?

"Nggak ada," jawab laki-laki itu semakin membuat Yasmin penasaran.

"Nggak ada gimana?"

"Aku nggak punya waktu untuk pacaran." Antariksa tidak akan pernah membeberkan rencana perjodohannya yang gagal karena itu adalah aib memalukan. Memalukan karena dia yang membatalkannya untuk satu alasan yang sebenarnya bisa dikatakan sangat pengecut.

Yasmin yang tidak percaya dengan kalimat itu malah menyelidik wajah Antariksa. "Yakin?"

Antariksa mengangguk, lalu menunjukkan senyuman tipis. "Kenapa memangnya?"

Yasmin tampak ragu sebelum berujar, "Tapi, Kak Anta normal, kan?" Gadis itu meringis ragu saat menanyakannya. Dia pernah mendengar jika laki-laki tampan masih jomlo itu ada dua kemungkinan. Yang satu dia terlalu pemilih, dan yang kedua adalah penyuka sesama jenis.

Antariksa tertawa lirih, wajah polos Yasmin saat menanyakan itu tidak membuatnya tersinggung. "Menurut kamu?"

"Nggak keliatan kalau belok, si." Yasmin lalu tersenyum, dan menatap wajah Antariksa yang sedang fokus menatap jalanan di depan. "Berarti, Kak Anta ini termasuk tipe pemilih, ya, kan?"

Antariksa hanya tersenyum mendengar penuturan itu, dan selanjutnya memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan. Pembahasan tentang perasaan seperti itu hanya membuat kepalanya terus memunculkan sosok Marisha.

*

Antariksa merasa beruntung karena tidak nekad datang sendiri di pernikahan salah satu teman SMA-nya ini. Yasmin adalah penyelamatnya, dan gadis ini menghindarkannya dari bullyan teman-teman yang lain. Lihat saja teman yang datang seorang diri, sejak tadi terus saja dijadikan bahan ledekan.

"Teman Kak Anta seru-seru juga, ya," ujar Yasmin. Gadis ini sungguh pintar berinteraksi sehingga bisa mengimbangi candaan teman-teman Antariksa yang menggodanya tadi.

"Yah, begitulah kalau cowok lagi pada ngumpul." Antariksa tersenyum sembari menatap wanita yang duduk di kejauhan sana. Entah mengapa sosok yang mengenakan hijab itu terlihat familier di matanya.

Suara dehaman seseorang menyentak fokus Antariksa, dan berdecap malas saat sosok Argantara muncul.

"Kak Anta kembar?" Komentar yang Yasmin berikan saat melihat laki-laki serupa dengan Antariksa kini mendekati mereka. Dua laki-laki ini sungguh nyaris tidak bisa dibedakan.

Antariksa yang melihat ekspresi terkejut Yasmin tersenyum tipis. "Iya, Argan, bapak dengan dua anak," ujar laki-laki itu sembari melempar senyum malas ke Argantara yang malah tergelak.

"Argan." Kembaran Antariksa itu menyorongkan tangan ke arah Yasmin. "Yasmin, kan?"

Yasmin yang mendengar ittu tentu saja terkejut. "Iya, kok tahu?" tanyanya sembari menatap wajah Antariksa yang menunjukkan aura malas.

Argantara kembali menunjukkan tawa. "Tahulah—"

"Nggak usah macem-macem lo," potong Antariksa cepat sebelum Argantara mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Oke, oke. Have fun," ujar Argantara dengan senyum geli lalu segera pergi meninggalkan Antariksa. Hari ini laki-laki itu datang seorang diri karena Karina masih kelelahan akibat baru saja pulang dari menjenguk orang tuanya.

"Seru, Kak, punya kembaran?" tanya Yasmin sembari memandang sosok Argantara yang berjalan menjauh.

"Yah, begitulah," jawab Antariksa sembari mengingat hubungan mereka yang sudah benar-benar membaik sekarang. Meski harus melewati beberapa rintangan yang begitu terjal, dan dirinya harus menjadi korban kelakuan bejat saudara kembarnya itu.

"Dari dulu aku selalu pengin punya kakak," gumam Yasmin.

"Kamu anak pertama?" tanya Antariksa. Sedikit penasaran juga dengan latar belakang Yasmin.

Gadis itu mengangguk, "Aku punya adik laki-laki, sekarang baru mau masuk kuliah."

"Beda berapa tahun?" Antariksa sebenarnya hanya basa-basi awalnya, tidak terlalu berniat ingin tahu kondisi hidup Yasmin.

"Lima tahun, adik aku sekarang delapan belas tahun."

Antariksa mulai menghitung usia gadis di depannya ini, dan ternyata benar Yasmin seusia dengan Reisa. "Kamu masih duapuluh dua tahun?"

Yasmin mengangguk, "Udah nggak muda lagi."

"Nggak muda gimana? Kamu seumuran adik aku." Antariksa mulai berpikir, Reisa masih kuliah saat ini, sementara Yasmin sudah bekerja.

"Tapi aku nggak ada waktu seneng-seneng seperti anak muda lainnya." Bisikan itu entah sengaja dikatakan agar Antariksa mendengarnya atau tidak, tetapi laki-laki itu mendengar dengan jelas karena kini musik yang mengalun di pesta pernikahan ini adalah lagu melow.

"Kamu nggak kuliah?" tanya Antariksa hati-hati.

Yasmin menunjukkan senyuman dalam bentuk lain. Tidak ada keceriaan, tetapi mata itu menyorotkan sebuah tekanan yang selama ini tidak tampak. "Kalau kuliah, mana mungkin aku kerja jadi sales, dan sekarang karyawan supermarket. Kalau punya title aku pasti udah usaha buat nyari kerja yang gajinya gede."

Untuk pertama kalinya Yasmin tidak lagi terlihat seperti anak kecil di mata Antariksa. Gadis ini sedang menunjukkan sisi dewasa melalui ceritanya.

"Ayahku meninggal sejak aku masih duduk di bangku SMP. Mulai hari itu aku banting tulang kerja bantuin ibu aku." Yasmin masih menunjukkan senyuman lain, meski masih ada sorot ceria, tetapi tekanan hidup yang saat itu Yasmin rasakan bisa Antariksa rasakan juga.

"Aku mutusin buat sekolah sampai SMA aja, dan nyekolahin adikku sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Dia anak laki-laki, harus punya tittle biar nggak diremehin. Dan lagi otak adik aku juga lebih encer, dia selalu dapet beasiswa berprestasi," ujar Yasmin kali ini dengan senyuman bangga.

Antariksa yang mendengar cerita itu seketika merasa kagum. Dan di matanya, Yasmin seolah-olah menjadi sosok yang berbeda.

"Orang tua kamu pasti bangga punya anak kayak kamu." Entah sadar atau tidak, Antariksa menepuk puncak kepala Yasmin. Hal yang tentu saja membuat seorang Yasmin salah mengartikan perbuatan tanpa arti Antariksa itu sebagai sesuatu yang spesial. 

PILIHAN TERBAIK (Tamat - Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang