Bab 13

600 87 11
                                    

Apakah masuk akal, seseorang yang mengaku tidak meminum alkohol, tetapi tercium bau cider yang pekat dari napasnya?

Sungguh, Sasuke tidak ingin bertengkar. Lantas mengapa Hinata memulai lebih dulu?

Purnama bahkan telah bergulir ke sisi barat. Tinggal menunggu menit bagi semburat keunguan mengangkasa di ufuk timur. Darimana saja dia?

Hinata meremat kedua tangannya. Mengontrol lidahnya agar tak terpelintir, andai bersuara tidak salah bicara.

Ketakutan di dalam dada membuat napasnya sesak. Namun, bukan ini jawaban yang Sasuke inginkan. Tubuh tremornya justru kian memperjelas bahwa dia baru saja kabur dari pertemuan penting sebagai calon pasangan.

"Ma-maafkan saya." Hinata mengiba.

Yang bagi telinga Sasuke terdengar sebagai bentuk afirmasi bahwa Hinata telah melakukan kesalahan.

"Jadi benar, kau baru minum-minum ...?" sang Putra Mahkota menjeda, "... bersama siapa?"

Sekali lagi pertanyaan Sasuke berhasil membuat lidahnya kelu. Berkata jujur sama hal bunuh diri. Bak mengikat lehernya dengan akar berduri hingga darah mengucur bebas dari kerongkongannya. Tidak, belum waktunya dia mati—terlebih setragis itu.

Lehernya tampak bergerak naik dan turun. Hinata menelan ludah. Sebelum menjawab, ia berdoa dalam hati agar Dewa mengaburkan pendengaran pria ini, dan memercayai kepalsuannya.

"Posisi Putri Mahkota, rasanya terlalu berat untuk saya sandang, Yang Mulia."

"...?"

"Ada ketakutan tersendiri, bila kepribadian buruk saya menjadi noktah dalam lembaran putih yang telah terukir di istana selama ini. Pangeran, apakah gemar meminum alkohol adalah bentuk dari pelanggaran etiket?"

Netra segelap malam Sasuke memusatkan penuh atensinya terhadap Hinata. Ia berkedip pelan, bertanya singkat. " Menurutmu?"

"Minum atau tidak, bagi saya adalah hak masing-masing. Ketika membicarakan hak, artinya ada urusan yang tidak bisa dicampuri. Selama bukan pelanggaran norma dan peraturan tertulis, bagi saya, kita dapat melakukannya.

"Jika Anda bertanya apakah saya minum? Ya, saya meminumnya sedikit lebih banyak karena stress. Lalu perihal bersama siapa, saya minum sendirian, Pangeran. Bagi seorang perempuan yang dilahirkan di keluarga Duke, ada tata perilaku yang saya pelajari sejak dulu. Tidak mungkin saya mabuk di depan orang lain. Karenanya, saya memilih kembali dengan sembunyi-sembunyi dan sedini hari mungkin agar tidak ada yang melihat. Agaknya, Dewa memilih berpihak pada Anda, dengan menunjukkan sisi buruk saya sebelum kita menikah." Hinata menyoja, menunjukkan rasa bersalah.

Sasuke sendiri tak tega melihat jemari gadis itu terus bergetar. Apakah pertanyaannya terlalu menyudutkan? Atau, secara tidak langsung dia telah menuduh Hinata berselingkuh?

Hinata—masih dalam kepura-puraan—menyentuh bibir. Sengaja jatuh bersimpuh—nyaris bersujud—andai Sasuke tak buru-buru menahannya.

"Saya siap menerima hukuman apa pun, Yang Mulia—!"

"Putri!" Sasuke segera meminta Hinata berdiri, "aku tidak akan memaafkanmu jika kau merendah seperti ini padaku."

"Tetapi saya memang bersalah dengan sengaja kabur dari makan malam kita."

"Bangkitlah, aku turut andil bersalah karena terlalu egois. Kita perlu berbicara lebih banyak!"

Perlahan tapi pasti, Hinata kembali berdiri. Masih dalam tipu muslihatnya, ia melimbungkan badan seolah sengaja jatuh ke dalam pelukan Sasuke.

"Pu-Putri!"

"Saya menghabiskan tiga gelas besar cider, saya merasa sedikit pusing sekar—" semakin dramatis kala Hinata berpura-pura mau muntah.

The Wheel of FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang