bab 10

1K 128 28
                                        

"Menggeser batas wilayah, memonopoli harga pasar, lalu diam-diam merebut hati rakyat dengan uang. Aku pernah membaca yang seperti ini di buku, politik adalah transaksi bagi mereka para pemegang kekuasaan. Apakah mencuri milik orang lain juga bisa diartikan sebagai transaksi?"

"Kalau ilegal namanya kejahatan, Putri. Sesuatu yang menjadi milik orang lain kadang tampak lebih indah, lalu timbul hasrat ingin memiliki. Orang-orang yang bergerilya dengan politik hitam selalu memiliki ciri khas yang sama, serakah."

"Kupikir konspirasi-konspirasi yang kubaca di buku hanya seni mengarang bebas. Ternyata benar-benar ada. Lalu kenapa mereka masih mendatangi kita? Bukankah harusnya diberi sangsi?"

"Tidak semudah itu. Ketegangan dua negara tak larut hanya karena secangkir teh yang dituang dalam upacara. Tidak sesederhana para raja saling memaafkan lantas selesai. Ada kehormatan, juga kepercayaan di dalamnya."

"...?"

"Singkatnya harus ada pakta tertulis, tapi mereka sudah melakukan ini dua kali, yang berarti menyomasi bukan solusi karena kelihatan mereka menyepelekan kita."

"... Panglima?"

"Perang juga bukan pilihan terbaik. Sebab itu aku harus menyelidiki—" pupil Naruto terlihat membola, "aah, kita sudah sampai!"

Kereta kuda yang ditunggangi mereka akhirnya tiba di tepi sungai Sam yang menjadi batas antara Megapolina dengan Southpolia. Sungai ini berhulu di Kerajaan Windward, memiliki panjang 1.100 km, kemudian mengalir melalui Megapolina dan Southpolia sebelum bermuara di Laut Selatan.

Tanah yang dipersengketakan adalah Fureen Island; sebuah delta sungai yang secara administratif masuk dalam Distrik Evertown, wilayah Kerajaan Megapolina. Kawasan itu didominasi tanaman nipah atau sejenis palem yang kerap tumbuh di daerah pasang-surut. Kenapa Southpolia terkesan menginginkan endapan lumpur tersebut, karena Fureen Island sendiri memiliki luas 135 hektare. Lumayan besar guna menambah lebar wilayah.

Tak jauh dari tepi Sungai Sam terdapat sebuah pasar yang sering digunakan penduduk setempat juga turis dari South bertransaksi. Di pasar itu cukup mudah ditemukan pedagang yang menjual minyak non volatil.

.

"Woaah ... apa itu makanan khas tempat ini? Aku baru melihatnya! Ah, lihat! Bukankah ini permen jahe? Hahaha, akhirnya aku tahu bagaimana membuatnya!

"Panglima, Panglima, itu cemilan yang sering dijual di pasar ibu kota, 'kan?"

Lihatlah antusiasme Hinata saat diajak berkeliling pasar. Iris rembulannya yang berbinar mengingatkan Naruto pada masa kecil dulu ketika melihat hal baru dan menyukainya.

Wajar gadis itu sangat senang. Sebab bagi kehidupan seorang putri, bisa jadi kegiatan seperti ini cukup jarang dilakukan atau bahkan tidak pernah dilakukan.

"Apa Putri baru pertama kali ke pasar?" tanya Naruto.

Hinata terang menggeleng, "Umm ... tidak. Aku pernah beberapa kali. Hanya untuk membeli buku dan harus sembunyi-sembunyi dari ayah."

"Pasti naik kereta kuda, bersembunyi di dalam dan kusir yang turun memilih. Betul, 'kan?"

Ah, kenapa dia bisa menebaknya?

"Bagaimana Panglima tahu?" Hinata langsung menoleh ke Naruto.

"Insting! Ingat, aku ini sangat peka."

"... huh?" Jawaban pemuda itu tak ayal membuat kening Hinata berkerut. Astaga ....

"Nanti mau beli cemilan?"

"Bo-bolehhh?!" Jawaban Hinata terdengar bak anak kecil yang selalu dilarang jajan sembarangan karena takut batuk.

The Wheel of FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang