Bab 25

433 77 26
                                    

Hari masih pagi saat Penasihat Agung; Hashirama mengumumkan bahwa pembunuh raja adalah Panglima Perang negaranya sendiri.

Dia mengungkapkan fakta itu ketika berada di panteon, usai melakukan ibadah pagi.

Di hari yang sama, Kapten Asuma mengabarkan hal senada dan menyebarkannya di alun-alun kota, bahwa, mulai hari ini panglima adalah seorang buronan.

Tak hanya fitnah kepadanya yang berterbangan seperti dandelion tertiup angin, isu skandal percintaan putri mahkota dan panglima juga ikut mencuat.

Di kabar-kabar yang beredar disebut, alasan mengapa panglima membunuh raja adalah sakit hati karena raja menjodohkan perempuan itu dengan putranya. Cerita yang didengungkan seolah-olah cinta Naruto bertepuk sebelah tangan, hingga berita miring yang mencatut bahwa panglima nyaris melecehkan putri yang untungnya diketahui oleh pangeran.

Rakyat cenderung menyukai rumor negatif, daripada berita bahagia. Isu gelap itu akhirnya beredar dengan cepat melebihi kuatnya kobaran api di musim panas.

Di kapel-kapel, setelah orang-orang melakukan ibadah Minggu, mereka membicarakannya. Di pasar-pasar, di kedai-kedai minuman, perkebunan, sampai bilik-bilik prostitusi. Dari seluruh wilayah Megapolina, tak ada satu bagian pun yang luput. Dan fatwa mengenai Naruto menjadi salah satu buronan yang paling dicari, seolah menjadi ajang perlombaan. Siapapun yang dapat membawanya hidup atau mati, akan diberi upah.

"Kami memberi kalian kesempatan selama satu bulan. Hidup atau mati, jika mampu membawa mantan Panglima Perang 'Uzumaki Naruto' ke dalam istana, kami akan memberi harga yang pantas, yaitu satu peti emas!" Ungkapnya.

.

.

"Yang Mulia...." Hinata begitu hati-hati saat memasuki ruang kerja Sasuke.

Pemuda itu terlihat khusyuk menekuri sebuah surat di mejanya.

"Yang Mulia, apa saya bisa berbicara dengan Anda sebentar—" kata-kata Hinata terhenti kala melihat sepasang obsidian itu menatapnya dengan dingin. Bahu Hinata seolah-olah bisa mengerut hanya karena melihatnya.

"Sa-saya akan tunggu di luar!" Tegasnya.

"Tidak perlu."

Sasuke bangkit dari kursinya yang empuk. Tiba-tiba, Hinata mendengar pintu di belakangnya berderit, lalu menutup sendiri. Hinata tahu itu adalah kekuatan supranatural Sasuke yang juga memperdalam ilmu sihir.

"Biasanya aku yang menemuimu di paviliun. Tapi kali ini, kamu yang mencariku."

Tangan Hinata perlahan mengepal saat Sasuke berjalan mendekatinya. Tak ada perbedaan dalam nada suaranya, kecuali garis rahangnya yang terlihat lebih kaku.

Ini bukan waktunya berpura-pura lagi. Bukankah pemuda itu sudah tahu segalanya?

"Panglima—"

Kening Sasuke mengernyit, seakan tahu maksud kedatangan Hinata.

"Panglima yang membunuh raja. Karena itu kamu terbebas dari segala tuduhan."

Hinata menggigit bibirnya sendiri. Seakan belum puas, dia menghela napas kecil.

Sampai kapan Sasuke akan memperlakukannya seperti orang bodoh yang tak paham apapun? Sampai kapan dia bakal berpura-pura tak tahu tentang hubungannya dengan Naruto?

"Jangan menipuku!"

Pandangan Sasuke tertunduk pada sepasang iris Hinata yang membayang, suaranya terdengar gemetaran.

"Jangan menatapku seperti itu!"

Mengabaikan etikanya kepada seorang raja, rasa kesal di hatinya membuat dia nyaris tersedak. Hinata merasa muak. Ulu hatinya memanas.

The Wheel of FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang