P R O M I S E -66-

437 50 19
                                    

Seoyeong bisa saja terjatuh jika saja Donghae tidak menahannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seoyeong bisa saja terjatuh jika saja Donghae tidak menahannya. Tubuh wanita itu terasa lemas saat melihat kondisi putra sulungnya. Ia merasa dèjavu saat melihatnya, tubuh yang terbaring di brankar dengan berbagai alat medis menempel ditubuhnya, persis seperti Jeno dulu. Seoyeong tidak pernah menyangka jika untuk kedua kalinya dia mengalami hal yang sama dan itu terjadi pada kedua putranya.

"Taeyong~a," panggilnya dengan suara serak. Seoyeong menggenggam tangan Taeyong yang terbebas dari alat infus.

"Maaf... seharusnya eomma yang terluka bukan kau... maaf," Seoyeong terisak.

Donghae menghela napasnya, "jangan menyalahkan dirimu sendiri. Taeyong melakukan hal ini, tentunya karena dia ingin kau selamat. Jika kau seperti ini dia akan sedih," jelas Donghae sembari mengusap punggung sang mantan istri.

"Terima kasih," ujar Seoyeong.

Donghae mengangguk.

Drrrrt drrrrt

"Aku akan keluar untuk mengangkat telepon," ucap Donghae yang diangguki Seoyeong.

Sementara itu dibalik kaca ruang inap, Jeno tersenyum kecil. Air matanya kembali mengalir tanpa izin, "maaf...," Jeno menggigit bibir bawahnya menahan suara isakan.

Saat Donghae keluar, ia melihat punggung Jeno, putra bungsunya bergetar. Ingin rasanya ia mengusap punggung itu dan menenangkannya. Tapi sayangnya, ia masih malu untuk bertemu putra bungsunya itu. Keduanya sama-sama kalut, sampai akhirnya Donghae lepas kendali dan bermain fisik.

Drrt drrrt

Lamunannya tersadar saat ponselnya kembali berdering.

"Halo..."

"Semuanya akan segera selesai... kau bisa kembali ke ke keluargamu lagi... appa."

Donghae mengernyit, "apa maksudmu, Reina? Halo... Rei-

Panggilan terputus. Reina memutuskan panggilan sepihak, membiarkan Donghae dengan perasaan aneh saat perempuan yang menjadi putrinya itu berbicara seperti itu.



Jaehyun memijat pangkal hidungnya, jam istirahat yang seharusnya menjadi ketenangan berubah saat Jeno datang padanya.

"Dokter... aku mohon, hanya kau yang bisa... kau dokternya. Tolong aku menolong Taeyong hyung, aku ingin membalas semua jasanya padaku selama ini, dokter," jelas Jeno.

Jaehyung masih tidak menjawab dia sibuk menarik napas dan membuangnya perlahan. Berusaha menenangkan dirinya dari permintaan Jeno yang pastinya tidak bisa ia sanggupi. Bagaimana bisa? Jeno datang dan memaksa untuk menjadi pendonor.

Sebenarnya bukan masalah, karena  Jeno dan Taeyong saudara kandung tentu kecocokan organ mereka terjamin. Tapi mengingat kondisi Jeno sebelumnya dan juga ada 2 orang kakak yang rela berkorban untuk Jeno membuat Jaehyun menolak mentah-mentah permintaan pemuda itu.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang