P R O M I S E -25-

763 99 34
                                    

"Kau tidak akan pulang? Ini sudah hampir tengah malam Jeno," ucap Doyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau tidak akan pulang? Ini sudah hampir tengah malam Jeno," ucap Doyoung. Dia ikut merasa bersalah dengan kejadian ini, karena yang terakhir menghitung uang di kasir adalah dirinya tapi yang disalahkan justru Jeno.

"Aku masih ingin berlatih," balas Jeno sembari men-dribble bola basket di tangannya. "Jika kau ingin pulang, pulang saja hyung...," lanjut Jeno.

Doyoung menghela napasnya, dia mengenal Jeno tidak hanya sehari atau dua hari. Dia sudah hampir 1 tahun, sejak Jeno melamar pekerjaan paruh waktu.

"Jeno, aku tahu kau sedang stress... tapi dengan melampiaskannya pada hobimu dan dilakukan secara berlebihan juga tidak baik," jelas Doyoung, dia berharap Jeno bisa luluh dengan perkataannya. Tapi sayangnya tidak, pemuda itu tetap fokus pada latihan basketnya.

"Ibumu pasti mengkhawatirkanmu," ujar Doyoung, sontak Jeno menghentikan aktifitasnya. Doyoung tersenyum kecil, sepertinya Jeno  akan luluh jika dia membawa nama ibu Jeno.

"Aku- ... argh!" Jeno meremas perutnya. Dia ingat, jika dia melewatkan makan malamnya hari ini.

"Jeno! Kau tidak apa-apa?" panik Doyoung saat melihat Jeno meringis. "Lihat 'kan?! Kau pasti melewatkan makan malammu! Ck, jika begini kau justru kesakitan. Dasar keras kepala!"

"Akan semakin sakit jika kau hanya mengomeliku!"

Jeno duduk di pinggir lapangan, dia mengambil tas nya lalu mengambil roti yang sempat diberikan Renjun.

"Pulanglah! Makan malam dirumah!" kesal Doyoung, saat Jeno dengan santainya duduk di pinggir lapangan sembari memakan roti isi.

"Roti saja cukup," Jeno kembali menikmati roti itu.

"Terserah!" Doyoung mengambil tasnya lalu pergi dari lapangan basket itu meninggalkan Jeno.

Sementara itu Jeno terkekeh melihat Doyoung yang kesal. Tanpa berniat menyusulnya.

Drrrt drrrt

Ponselnya bergetar, Jeno menekan tombol berwarna hijau dengan simbol telepon.

"Kau dimana?! Ini sudah larut malam!"

Jeno mengerutkan dahinya mendengar bentakan dari sebrang panggilan. Tentu dia mengenal suara itu, Taeyong yang menelponnya melalui ponsel milik ibunya.

"Pulang!"

"Apa pedulimu?" balas Jeno dengan nyalang.

"Eomma demam karena memikirkanmu, sialan!"

Entah sadar ataupun tidak, Taeyong sudah membentak bahkan mengumpat pada Jeno.

Jeno mengepalkan tangannya, dia mematikan sambungan telepon. Lalu meraih tasnya dan pulang dengan perasaan khawatir sekaligus emosi. Dia diberi tahu jika ibunya berada di rumah sakit karena kondisinya yang menurun.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang