••
"Berpikir positif aja. Kalau gagal masih bisa bangkit lagi, beda kalau nyerah. Menyerah udah nggak bisa apa-apa lagi," Ael menasehati sebelum Nadin turun dari mobil.
Ael tersenyum tipis, "Seenggaknya, lo udah mencoba."
Nadin tersenyum. Bersyukur sekali rasanya mempunyai sahabat seperti Ael.
"Makasih ya, El."
Ael mengangguk, "Mau gimanapun, lo itu tetap sahabat terbaik gue, Din."
Nadin kembali ke rumah, pulang dan menceritakan semuanya ke Oma dan Mamanya. Keduanya ikut sedih mendengarkan. Tapi, Nadin sudah membuktikan kalau dia sudah melewatinya.
"Nad, Mama tahu kamu pasti masih punya seribu satu cara untuk temukan apa bakat kamu," Indah masuk ke dalam kamar Nadin. Gadis itu duduk di sofa yang menghadap ke jendela, melihat langit malam penuh hiasan bintang.
"Nadin nggak mikirin apa-apa sekarang, Ma," Nadin berkata pelan. Matanya masih menatap indah langit.
Indah menghampiri Nadin, ikut duduk di sebelah gadis itu. Ikut melihat ke langit. "Cantik langitnya ya, Nad," Indah tersenyum, ia bisa merasakan apa yang dirasakan Nadin setiap kali memandang ke jendela melihat langit luas.
"Tenang seperti habis minum obat kan, Ma?" Nadin merasakan angin lembut menerpa wajahnya.
"Tenang banget, Nad. Kita bisa lebih bersyukur lagi kalau sering melihat langit seperti ini," Indah menoleh ke Nadin. Tersenyum.
Nadin menyandarkan kepalanya di pundak Indah. "Ma, Nadin nggak pernah takut kalau misalnya Nadin gagal. Tapi kenapa gagal yang selalu buat Nadin takut nggak bisa apa-apa?" Nadin bertanya.
"Perlu kamu tahu, kalau setiap orang itu punya porsinya masing-masing. Gagal bukan berarti kamu kalah, Nak. Gagal bukan berarti kamu harus mengulang semuanya. Gagal, itu berarti kesempatan untuk memulai lagi. Kesempatan untuk memperbaiki lagi," Indah mengelus lembut kepala Nadin.
"Dan tadi itu, kamu bukannya gagal. Kamu terlalu mengentengkan sesuatu sampai jadi seperti itu, Nak." Nadin kembali memperbaiki posisinya menjadi duduk. Menatap lamat-lamat wajah keriput Ibunya.
"Nadin nggak gagal ya tadi, Ma?" tanya Nadin dengan mata berbinar-binar. Indah menggeleng pelan. Tersenyum simpul.
"Mama tahu, Nadin akan terus mencoba. Dan Mama yakin, apa yang kamu dapatkan nanti itu adalah yang terbaik," Indah mengelus lembut pipi Nadin dengan jempolnya. Nadin tersenyum malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Art Gallery [END]
Teen FictionNadin Zhieyra, selalu merasa gagal dalam mancapai sesuatu. Tak ada satu pun yang bisa menarik Nadin untuk melakukannya dengan serius. Mencari di mana bakat dan jati dirinya bukan hal yang mudah. Sahabatnya, Raelna. Menyarankan agar Nadin mempelajari...