An Art Gallery/. 12

21 4 0
                                    

••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••

Sebagai seorang Dokter, pertimbangan dan tindakannya harus berhati-hati karena akan berpengaruh pada kondisi pasien.

"Maafkan saya Aqiel, saya tahu pertemuan kamu itu sangat penting untuk kamu. Tapi saya sebagai Dokter juga harus memastikan kondisi pasien saya baik-baik saja. Perlu kamu tahu di sini, kesehatan kamu lebih penting... Kamu ingat? Kamu ingin segera sembuh dan pulih bukan? Tolong, kali ini jangan remehkan terapi demi kesehatan kamu."

Aqiel menderita penyakit jantung arteri koroner. Salah satu alasan Neira dipindahkan ke rumah sakit pusat Kota salah satunya adalah perawatan khusus untuk Aqiel. Selain dipercaya oleh Saentra dan Izarah, Neira juga berpengalaman dan sangat tekun dalam pekerjaannya.

"Bukannya Dokter Neira sedang ambil cuti tiga hari?"

"Besok Adik saya sudah pulang, kamu bisa datang siang atau sore. Kamu ada di mana sekarang Aqiel?"

"Adik Dokter Neira pulang besok?" Aqiel seperti mengingat-ingat sesuatu.

"Iya, Adik saya Nadin."

Aqiel terkejut mendengar jawaban Neira.

"Saya tahu kamu lagi dekat dengan Adik saya. Nadin sering cerita tentang kamu, jujur... Sebenarnya saya kaget juga, ternyata Adik saya adalah alasan kamu ingin selalu pulang dan menunda-nunda terapi."

Neira terdiam. Aqiel juga ikut terdiam.

"Tolong jangan bilang ke Nadin tentang penyakit ini, Dok," suara Aqiel melemah.

"Saya tidak bisa jika terus-terusan membohongi Adik yang sudah sangat percaya pada saya selama ini."

Aqiel menunduk. "Saya yang akan menjelaskan langsung ke Nadin."

"Kita fokus saja pada terapi kamu, soal Nadin bisa dipikirkan nanti."

"Saya akan datang besok siang, Dok."

Panggilan itu terputus. Aqiel yang mengakhirinya.

Neira mengusap wajahnya, meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Neira tak tahu akan mengatakan apa pada Nadin, ia sudah membohongi Nadin tentang ia yang pura-pura tak kenal dekat dengan Aqiel.

•••

Pukul delapan pagi, Neira mengajak Nadin mencari sarapan terdekat dari apartemen tempat Neira tinggal. Nadin memutuskan untuk sarapan bubur ayam, Neira hanya ikut. Karena percakapannya semalam dengan Aqiel, membuat Neira memikirkan banyak hal termasuk bagaimana menjelaskan pada Nadin semua yang terjadi.

"Kak Nei! Kok buburnya Cuma diaduk-aduk aja?"

Lamunan Neira terbuyar. "Eh? I-iya Nad?"

"Kakak mikirin apa sih? Dari tadi kok melamun terus?"

Neira menggeleng pelan. "Nggak ada kok," Neira tersenyum.

"Oh iya, Kak. Naskah aku dikit lagi selesai, semoga nanti bisa diterima penerbit ya, Kak."

An Art Gallery [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang