An Art Gallery/. 09

35 5 0
                                    

••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••

Tuhan, inikah alur yang ia maksud?
Inikah caraMu mengajarkanku pada banyak hal dalam hidup?
Pertanyaanku seperti terbalas.

Laki-laki ini seperti datang untuk mengisi hari-hariku,
Aku bisa merasakan kami spesial, ketika kami bertemu.
Terbuat dari apa hatinya? Ia sangat-sangat tulus.

Nadin mengetik kalimat-kalimat itu dalam naskahnya. Cerita yang ia bikin menceritakan seorang anak yang bertemu dengan seseorang yang sepertinya sudah ditakdirkan dalam hidupnya. Seperti malaikat, sangat baik hati. Seperti seorang kekasih, ia sangat tulus. Seperti seorang Ibu yang menyayangi anaknya, ia menyayangi.

Berjam-jam Nadin larut dalam tulisannya. Akhirnya ia selesai menulis bab ke-12 naskah itu. Nadin menutup laptopnya.

From: @k2hzraql (Instagram)

Good night.

Seperti mengetahui Nadin akan tidur, Aqiel mengirim pesan itu. Nadin tersenyum. Nadin tak membalas pesan tersebut, ia tahu Aqiel akan menghapusnya sebentar. Karena itu sudah menjadi kebiasaan Aqiel. Setiap Nadin belum membaca pesannya, ia cepat-cepat menghapusnya. Padahal sebenarnya Nadin membaca pesan itu langsung dari notifikasi ponselnya.

•••

Nadin sudah menunggu lama, Aqiel tak kunjung datang.

"Duh, udah setengah jam di sini. Udah habis satu buku cuma buat nungguin Aqiel," gumam Nadin. Melihat jam tangannya.

Laki-laki dengan kaos hitam gelap, dan celana kain berwarna krem datang. Tentu saja itu Aqiel, ia memakai masker warna abu-abu hari ini.

Aqiel ikut duduk di hadapan Nadin. "Maaf telat, makasih udah mau nunggu ya,"

Nadin menggeleng, "Nggak papa kok," ucapnya lalu tersenyum.

Nadin mengeluarkan tiga buku dari tas yang ia bawa. Memberikannya pada Aqiel. "Makasih banyak ya, Qiel."

Aqiel mengangguk, "Oh ya, gimana naskahnya? Udah berapa bab?"

"Dua belas. Lumayan lah," Nadin tersenyum tipis.

"Besok berarti kamu udah berangkat ya, Nad?"

Nadin mengangguk pelan.

Aqiel berpikir sejenak. "Jalan-jalan ke toko buku mau, nggak? Aku yang traktir."

Nadin tersenyum, ia mengangguk cepat. Membeli buku adalah favoritnya, walaupun bacanya kapan-kapan saja.

Aqiel tersenyum senang. Syukurlah Nadin mau kut, ia mengira Nadin tak ingin ikut. Ia segera memasukkan buku-buku tadi ke dalam tas kain yang ia bawa. Lalu keduanya beranjak meninggalkan kafe.

Keduanya ke toko buku naik mobil milik Aqiel. Motor Nadin dititip sementara di kafe. Keduanya menuju toko buku yang diarahkan Nadin.

Sampai di sana. Keduanya langsung berpencar mencari genre masing-masing. Aqiel mencari buku bergenre misteri dan horor. Sedangkan Nadin mencari buku bergenre fiksi remaja. Setelah mendapatkan buku yang ia mau, Nadin berjalan kembali mencari Aqiel.

An Art Gallery [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang