"Aku menumbuhkan bunga yang tak mekar."
-Fake Love, BTS.
***
"Nin? Ayo, malah bengong. Lihat siapa sih?"
Anin tertinggal dari rombongan teman divisinya yang hendak makan siang. Sekelebat melihat sosok yang dia kenal melintas di lobi, membuatnya terhenti dan terpikirkan satu hal. "Kalian duluan aja. Gue mau ketemu kenalan dulu."
Dia segera memisahkan diri. Berbelok ke arah lobi. Langkahnya semakin lebar bahkan berlarian kecil, takut orang itu telanjur masuk ke dalam mobil.
"Dara?"
Orang itu menoleh, urung membuka pintu mobil. "Ya? Siapa-oh, Anin?"
"Buru-buru nggak, Ra? Mau makan siang bareng?"
Dara melihat jam di tangan. "Boleh. Ada waktu setengah jam." Setelahnya dia bicara sebentar dengan teman yang sudah menunggu di mobil bahwa dia akan naik taksi nanti.
"Aku yang traktir."
Dara pun menurut. Membiarkan Anin yang memesankan untuknya. Dalam benak bertanya-tanya apa yang membuat Anin sengaja mencegatnya dan mengajak makan siang-yang mungkin cuma jadi alasan.
Terasa canggung selama beberapa saat setelah mereka duduk menunggu makanan diantar, tapi Anin tidak ingin membuang waktu. "Aku mau minta maaf. Kelakuanku bener-bener nyebelin kemarin lusa."
"Kapan ya, Nin?"
"Waktu kamu jenguk Ayah."
"Emang kamu kenapa?" Dara justru bingung sendiri. Tidak begitu memperhatikan bagaimana reaksi Anin kemarin. Karena sejak awal berkenalan dengan perempuan itu, Dara sudah mendapat kesan dinginnya. Jadi kalaupun Anin jutek padanya, dia tidak ambil hati.
"Aku lagi sensitif kemarin. Padahal kamu sama Agam kan temen dan aku mestinya yakin kalau kalian profesional. Maafin ya." Anin tidak mau rugi. Sambil minta maaf sekalian memastikan Dara tahu batasannya dalam berinteraksi dengan Agam. Kalian boleh memaki Anin yang tidak sadar diri atau lupa berkaca dan sebagainya.
Dara manggut-manggut, jadi arahnya memang ke sana. Senyum tipisnya terbit dengan mudah. "Tapi aku emang naksir Agam sih, Nin."
Sudut bibir Anin berkedut, jika diteruskan entah akan membentuk senyum atau seringai. Dia tidak berkedip selama beberapa detik. Tangannya di atas meja juga perlahan mengepal.
"Agam nggak cerita kalau aku pernah nembak dia?"
Anin tercengang, menelan ludah gugup. Mengingatkan diri sendiri untuk tetap tenang dan bernapas secara teratur. Luntur sudah kepercayaan dirinya. Ternyata permohonan maafnya berlanjut ke hal yang tidak terduga.
"Bagus kalau nggak cerita." Dara terlihat kecewa tapi berusaha tetap baik-baik saja. Malah seperti ingin menghibur Anin. "Aku ditolak kok. Kamu yang menang, Nin."
"Kamu oke ketemu aku begini?"
"Sekarang udah nggak apa-apa. Dulu pas masih patah hati, kamu orang pertama yang aku hindarin banget. Aku datang ke resepsi kalian, nulis nama, masukin amplop, terus pulang. Nggak ada nyali buat kasih selamat ke kalian di pelaminan."
"Kamu pasti benci ya sama aku?"
"Kenapa harus benci?" Dara mengerling geli. "Kamu orang yang dicintai Agam. Kamu pasti memang spesial banget dan pantas menurut Agam buat jadi istrinya."
Dara salah besar. Anin sangat tidak pantas untuk Agam. Yang terjadi selama hampir setahun ini penuh luka batin yang disembunyikan baik oleh Agam. Apa yang dikatakan Dara hanya membuat Anin semakin sadar tempatnya ada di mana. Orang melihatnya persis ada di sebelah Agam, tapi sebenarnya tempat itu tidak pantas untuk dia tempati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow: you're not in love with me √
Romance[Angst] He fell first, she fell harder. Agam mencintai Anin sejak pandangan pertama. Lantas kemudian menjadi cinta pertama. Dipendam, tapi ditunjukkan. Entah tersampaikan atau tidak. Sementara bagi Anin, cinta pertamanya adalah Reno. Seseorang yang...