Epilogue: the truth untold

7.4K 856 116
                                    

Dua jam berlalu setelah percakapannya dengan Ayah yang berakhir buruk. Sangat buruk. Dia tidak tahu hari seperti ini akan datang.

Setiap tarikan napas panjangnya tidak memberikan ketenangan, justru memperparah sakit yang menekan dada. Ini kali pertama dia meninggikan suara di depan salah satu sosok yang begitu dia hormati dan sayangi. Sekarang penyesalan bercampur dengan amarah bercokol di mana-mana. Anin sengaja menyingkir ke halaman belakang. Terduduk di tepian kolam renang yang senyap dan dingin.

Agam belum pulang dan Anin hanya meletakkan ponselnya di sisi tubuh sejak tadi, tidak berniat menanyakan lelaki itu akan pulang jam berapa.

Kepalanya terasa berat dan penuh. Semakin dia berusaha mengalihkan pikiran, percakapannya dengan Ayah semakin menerjang dari semua sudut pikiran. Dia kesulitan untuk membendungnya. Setiap kalimatnya masih menggema.

"Nin, duduk sebentar, Ayah ingin bicara."

Anin tersenyum menghampiri Ayah yang duduk di depan televisi yang dibiarkan menyala lirih.

Dia memeluk Ayah dari belakang. "Maaf, Yah. Aku lembur. Ayah udah makan malam?"

Ayah hanya mengangguk. Tapi ada yang berbeda di sorot mata serta gesturnya. Anin pun duduk di sofa yang berhadapan. Sedikit penasaran dengan apa yang ingin Ayah sampaikan. Dia siap menerima jika disuruh berhenti memasak karena rasa masakannya yang mungkin tidak sesuai dengan selera Ayah.

"Reno datang menemui Ayah. Dia bicara tentang kamu. Tentang kalian."

Seperti ada kilat yang menyambar tubuhnya, Anin menegang seketika. Tangannya saling mencari lalu meremas satu sama lain di atas pangkuan, meredam gemetar yang perlahan muncul menakutkan.

Kepalanya tertunduk, matanya bahkan tidak lagi berani menatap ke Ayah. Di tengah carut-marut pikiran, Anin tidak sulit untuk menyimpulkan apa yang sudah terjadi.

"Apa kamu sudah tahu apa yang sekiranya Reno katakan ke Ayah?"

Anin tahu dan memilih bungkam. Remasan tangannya semakin kencang hingga terasa sakit. Tapi ini tidak seberapa. Sungguh tidak seberapa sakitnya dari apa yang harus dia hadapi karena kesalahannya sendiri.

"Ayah ikut punya andil salah dengan keputusan kalian menikah."

"Ayah, apa pun yang dikatakan ...." Terdiam, tercekat. Lalu memulainya pelan-pelan untuk mengakuinya. Anin sadar tidak bisa mengelak atau pun lari. Meski dia tidak pernah menyiapkan diri untuk yang satu ini.

"Aku tahu aku yang paling salah di sini, Yah. Tapi aku sedang berubah. Aku dan Mas Reno, sama sekali tidak ada yang tersisa dari kami. Aku mencintai Agam. Aku berusaha untuk 'melihat' Agam, Yah."

Ayah menatap menantu yang dia sayangi. Tidak ada kebencian yang membakar dadanya, sebaliknya, dia tetap duduk tenang. Berusaha memberi sorot ramah. Bicara dengan nada rendah dan gestur hati-hati. Tidak ada kemarahan yang dia tunjukkan, meski dia ingin, dia mampu lakukan. Tapi dia memilih sebaliknya.

Namun, tidak dengan sebagian hatinya yang kecewa. Lama-lama sulit untuk ditutupi.

Seperti tidak menerima pembelaan apa pun, Ayah tetap pada pendiriannya. Tetap mengatakannya dengan lembut, tapi ini sungguh menyakitkan untuk Anin. "Dia mungkin saja tidak tahu cara melepasmu, tapi kamu tahu. Dia hanya terlalu mencintaimu. Ayah maafkan semuanya dan tidak akan mengungkitnya, tapi tolong selamatkan hidup anak Ayah. Tolong, lepaskan saja dia, kembalikan ke Ayah. Di sisa hidup orang tua ini, Ayah ingin melihatnya benar-benar bahagia dengan perempuan yang tepat."

Afterglow: you're not in love with me √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang