Chapt. 34

6.3K 840 153
                                    

Anin menjadi yang terakhir pulang setelah rekan-rekan kerjanya meninggalkan restoran tempat Anin mengadakan farewell sederhana. Waktu cepat berlalu. Ini keputusan yang sudah bulat ingin dia ambil.

Kini dia mematung di teras restoran seraya menatapi gerimis kecil yang turun. Menikmatinya dengan takjub seolah ini kali pertama dia melihat gerimis. Di belakangnya, restoran sedang bersiap tutup dan malam semakin larut. Anin hanya memegang ponsel, belum bergerak untuk memesan taksi.

Setelah ini, dia tidak tahu hidupnya akan berjalan ke mana. Banyak ide yang mampir di kepalanya. Seperti menyusul kakaknya ke Riau. Memulai hidup di sana, menyewa tempat tinggal yang tak jauh dari rumah kakaknya. Meninggalkan apa pun yang ada di sini. Tapi untuk pergi jauh, dia juga ragu. Sementara dia butuh dukungan Papa Mama karena sebenarnya dia masih rapuh dan butuh tenaga untuk pura-pura tegar.

Namun, di sini pun, dia harus siap bertemu Agam sewaktu-waktu. Ini yang sulit dia hadapi. Tapi dia memang harus terbiasa, bukan?

Di antara semua yang memenuhi kepala, terselip percakapannya dengan Dara siang tadi. Dara yang menghubunginya lebih dulu, mengajak bertemu untuk makan siang.

"Agam baik-baik aja." Itu kalimat pertama yang Dara katakan begitu duduk di kursi kafe. Anin sempat terkejut dan Dara melanjutkan. "Aku tahu itu hal pertama yang ingin kamu dengar."

Anin tersenyum kecil. "Aku bahkan nggak tahu kenapa kamu ngajak ketemu."

"Mau lihat apa setelah nyakitin Agam, kamu bisa hidup dengan baik."

Anin sama sekali tidak tersinggung. Tatapan Dara padanya juga bukan dipenuhi kebencian. Jika pun benci, Anin tidak masalah. Meski dia tidak punya masalah dengan perempuan ini. "Hidupku baik kok."

Ekspresi Dara tidak terbaca. Tapi tidak ingin mematahkan kalimat Anin, meski yang dia lihat sebaliknya.

"Agam nggak baik. Dia berusaha terlalu keras untuk hidup normal."

"Selama ini dia juga begitu, berusaha terlalu keras untuk memperlihatkan semuanya fine. Tolong temenin dia. Dia butuh temen ngobrol kayak kamu. Jangan biarin dia terlalu capek kerja, sesekali ajak dia pergi ke tempat yang tenang. Jangan ngomelin dia meski dia nggak akan ngomel balik." Menghela napas, merasa dia terlalu banyak bicara. "Tolong jaga dia, Ra."

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Nin." Dara diam sejenak, mengatur kata-kata. "Kamu benar, perasaanku ke dia nggak pernah berubah. Persetan soal melupakan, aku hanya belagak bisa lupa biar dia nyaman ada di dekatku dan nggak terbebani. Tapi sama sekali nggak berpikir untuk merebut Agam saat kalian masih bersama. Bahkan sekarang pun sama sulitnya."

Seolah sudah membacanya dari awal, Anin tidak terkejut dengan pengakuan yang baru saja dia dengar.

"Sayangnya, aku tersesat saat coba masuk ke hatinya."

Anin hanya mendengarkan.

"Dindingnya terlalu tinggi." Berdeham sebelum melanjutkan dengan serius. "Yang sekarang lebih tinggi dari sebelumnya. Aku nggak yakin apa yang kamu lakukan kemarin, dengan menyakiti dia, apa bisa ngehancurin dinding itu. Rasanya enggak."

"Kamu hanya perlu berusaha lebih keras lagi. Semua butuh waktu, Ra."

"Semua butuh waktu," ulang Dara. Dia tampak setuju tapi kemudian menggeleng pelan. "Agam pernah bilang ini kemarin. Dia nggak mau aku ada di posisi dia. Nggak pengin aku terluka kayak dia. Terdengar lucu ketika kamu minta aku buat gantiin posisi kamu. Aku ingin, tanpa kamu minta, tapi aku sadar kapasitasku di mana. Aku selamanya hanya jadi teman dia, Nin. Aku harus mundur, 'kan? Karena sekeras kepala apa pun buat maksain diri hasilnya sama."

Anin terdiam. Atau sebenarnya merasa kasihan dengan Dara? Dia seperti melihat Agam yang sedang duduk bersamanya.

"Dua orang yang memutuskan berpisah, berharap semua urusan juga selesai dalam sekejap mata, nyatanya enggak. Aku lihat ini di diri kalian. Aku jadi penasaran apa yang bikin kamu pergi dari Agam. Ini bukan yang kamu inginkan, Nin. Aku sekilas bisa lihat semuanya, nggak perlu duduk berjam-jam buat baca isi pikiran kamu. Mungkin karena kita mencintai orang yang sama."

Afterglow: you're not in love with me √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang