°18°

1.5K 183 4
                                    

Pagi ini Jaemin berangkat sendiri ke kantornya. Setelah resmi melepas status mahasiswanya, kini Jaemin benar-benar fokus pada pekerjaannya. Seharusnya begitu. Tapi sepertinya masih belum untuk hari ini. Seharusnya hari ini dia mengenalkan Jeno sebagai asisten pribadinya yang akan andil baik dalam jadwal pribadinya maupun urusan kantor. Tapi tadi Jaemin mendapat kabar dari ibu Jeno kalau Jeno sedang sakit. Katanya sih hanya demam biasa tapi Jaemin akan datang langsung ke rumahnya untuk memastikan kondisinya. Dia sengaja berangkat awal dan sudah mengabari Wendy kalau ia akan datang terlambat.

"Katanya hanya demam biasa? Biasa apanya? 39 derajat kau anggap biasa? Wajah lesu, bibir putih pucat, mata merah dan berair, bahkan seluruh wajahmu sudah merah sekarang. Masih bisa bilang hanya demam biasa?" serbu Jaemin setelah memeriksa Jeno. Tidak lupa menggunakan termometer untuk mengecek suhu tubuhnya. 

Saat ini Jeno dirumah sendiri karena orangtuanya sedang pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk kedai mereka. Masih belum kembali dan sepertinya juga tidak tahu kalau Jeno sakit karena Jeno pasti juga menutupinya. 

"Aku tidak mau tahu. Sekarang berdiri, pakai jaket ini. Kita ke rumah sakit sekarang" perintah Jaemin sambil mengangsurkan jaket milik Jeno yang sudah ia ambil dari lemari.

"Tidak perlu ke rumah sakit. Hanya beristirahat sebentar nanti juga sembuh" ucap Jeno menolak.

"Ke rumah sakit atau aku telepon dokter serta perawat untuk menjagamu sampai sembuh" ancam Jaemin. 

Jeno jadi gelagapan sendiri. Itu akan sangat merepotkan. Apalagi biaya mendatangkan dokter beserta perawat tidaklah murah. Jeno juga pasti merasa tidak nyaman kalau ada orang lain (dokter dan perawat) yang keluar masuk kamarnya untuk merawatnya nanti. Belum lagi Jaemin yang pasti akan membeli banyak barang dengan dalih kenyamanannya agar cepat sembuh. Jeno sudah sangat hafal dengan pemikiran Jaemin.

"Baiklah. Baiklah. Ayo ke rumah sakit. Tapi kalau diminta untuk menginap aku tidak mau ya!" ucap Jeno segera memakai jaketnya.

"Kita lihat nanti" jawab Jaemin.

 Akhirnya Jaemin benar-benar membawa Jeno untuk periksa ke rumah sakit. Beruntung tidak ada yang serius. Jeno hanya demam biasa walau sampai menyentuh 39 derajat. Dokter menyarankan untuk rawat inap, namun Jeno menolak keras. Dengan segala kekeras kepalaannya dia akhirnya menang melawan debat dengan Jaemin untuk tidak dirawat inap. Namun karena pada dasarnya keduanya sama-sama keras kepala, akhirnya Jaemin menang untuk hal merawat Jeno. Dia akan menghabiskan waktu seharian di rumah Jeno, kalau perlu pun ia akan menginap. Jaemin tetap bekerja dengan memantaunya dari rumah Jeno sambil menjaganya. 

"Tidur. Aku mau memeriksa pekerjaan sebentar" ucap Jaemin setelah selesai menyuapi Jeno. Keduanya hanya di rumah berdua karena kedua orangtua Jeno sudah ada di kedai mereka, bersiap untuk membukanya. 

"Kau juga makan dulu. Sejak tadi kau belum makan apa-apa" ucap Jeno mengingatkan. Ia tidak ingin Jaemin sakit karena merawatnya. 

"Nanti" jawab Jaemin singkat. 

"Makan sekarang. Aku pesankan. Nanti kau ambil. Sekarang kau bisa menunggu sambil melanjutkan bekerja lebih dahulu" ucap Jeno final mengambil keputusan. 

"Kau selalu memaksa" ucap Jaemin sengit.

"Memang. Karena kalau tidak dipaksa kau tidak akan mau makan. Apa susahnya makan sih?!" balas Jeno tidak kalah sengit. 

"Disini kau yang sakit. Aku yang seharusnya merawat dan menjagamu. Kenapa masih saja kau yang menjagaku" ucap Jaemin masih tidak terima. 

"Kau bahkan tidak bisa mengurus dirimu dengan baik. Sok-sokan bisa merawat dan menjagaku" ucap Jeno mencibir. 

"Aku bisa merawat diriku sendiri. Kau saja yang selalu merusuhku" balas Jaemin. 

"Buktinya ada disini. Lihat! Kau bahkan tidak pernah bisa gemuk sedikit. Setiap berat badanmu naik beberapa hari setelahnya turun lagi. Tubuh kecil kurus begini kau bilang sudah diurus dengan baik" jawab Jeno. Tangannya menunjuk-nunjuk tubuh kurus Jaemin. 

"Tidak perlu body shaming!" balas Jaemin merajuk. 

Tangannya terlipat di depan dadanya. Wajahnya ia palingkan dengan bibir mengerucut. Tidak lama setelahnya kakinya menghentak kesal. Pergi duduk menjauh dari Jeno. Meraih laptopnya. Jeno juga tidak mencoba membujuk. Nanti saja kalau makanannya sudah datang. Tinggal membujuknya dengan itu. Jaemin memang jarang makan kalau tidak diingatkan tapi menyogoknya dengan makanan adalah yang paling ampuh. 

Sekitar 40 menit setelah Jeno memesan makanan, akhirnya makanan itu pun datang. Jeno benar, Jaemin langsung luluh begitu melihat visual makanan yang sangat menggoda. Apalagi bau harumnya. Begitu Jeno meletakkan dan membuka satu per satu bungkus makanan di meja depan Jaemin, sontak saja anak itu langsung meraih sumpit dengan semangat. Menatap makanannya penuh minat. 

Setelah Jeno selesai membuka semuanya, segera saja tangan Jaemin menyomoti satu per satu makanan disana. Wajahnya langsung sumringah. Jeno yang hanya melihatnya saja jadi ikut senang. Ia tidak mungkin ikut makan karena dokter melarangnya. Jadi dia memesan banyak semuanya untuk Jaemin seorang. Jadi disini Jaemin yang merawat Jaemin atau Jeno yang merawat Jaemin?

Rasa-rasanya Jeno tidak memerlukan obat dari rumah sakit ini. Cukup melihat wajah bahagia Jaemin karena perlakuannya sudah membuatnya merasa sehat bugar. Sepertinya dia akan cepat sembuh kalau Jaemin selalu menemaninya seperti ini.

"Mau?" tanya Jaemin menyodorkan sushi dengan sumpitnya. Mulutnya masih penuh dengan sushi membuat pipinya mengembung menggemaskan.

"Aku tidak boleh makan yang aneh-aneh. Kau dengar sendiri tadi dokter bilang apa. Aku hanya boleh makan bubur" jawab Jeno. Jaemin mengangguk mengerti. 

"Habiskan" ucap Jeno sambil mengelus kepala Jaemin dengan lembut. 

***

TBC

Mian typo bertebaran ^^

Votement juseyo~~

Partner ~ NOMIN (GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang