°23°

1.3K 164 5
                                    


Jumat pagi, Jaemin dan Jeno berangkat ke kantor lebih awal. Ada Wendy yang sudah datang lebih awal. Pagi ini Jaemin ada jatah temu dengan salah satu koleganya. Tempatnya cukup jauh sehingga mereka harus berangkat sejak pagi buta. Awalnya Wendy ingin memesan kamar hotel saja dan berangkat sejak Kamis sore agar mereka bisa mempersiapkan diri dan juga tidak terburu-buru. Namun harus ia batalkan begitu Jeno memintanya untuk membantu rencana lamarannya.


"Apa-apan ini? Kalian berangkat bersama? Padahal kemarin kalian saling diam-diaman. Pagi ini sudah seperti perangko saja" ucap Wendy dengan pelan pada Jeno. Tidak ingin Jaemin mendengarnya.


"Sudah baikan. Kau tahu noona? Ternyata dia mendengar kita hari itu. Dia sudah tahu rencanaku. Semalam aku datang karena tidak ingin sayang dengan uangnya jika tidak dimakan pesanannya. Tapi begitu tiba disana ternyata Jaemin sudah ada disana. Katanya dia sudah mendengar kita" ucap Jeno menjawab.


"Ah, jadi dia mendengarnya. Lalu dia pura-pura marah padamu begitu?" tanya Wendy lagi. Jeno mengangguk membenarkan.


"Lalu bagaimana dengan lamaranmu?" tanya Wendy masih penasaran. Kedua orang ini memang kadang bisa diluar nalar. Bukan salah satu saja melainkan benar-benar keduanya. Memang cocok sekali pasangan ini.


"Entahlah. Aku tidak tahu apakah semalam rencanaku itu bisa dibilang berhasil atau tidak. Semuanya berjalan tidak sesuai dengan rencana serta ekspetasiku. Tapi akhirnya mirip. Jaemin menerimaku. Dia mau menikah denganku. Dia menerimaku dengan cara yang cukup ekstrim. Apalagi dia sendiri yang memakai cincinnya sendiri. Benar-benar tidak romantis. Aku bahkan harus menahan malu karena ditertawakan oleh karyawan disana" cerita Jeno dengan lesu. Nampak sekali bahwa dia kecewa karena semuanya tidak berjalan sesuai dengan rencananya walau tidak dia pungkiri juga hasilnya tetap membuatnya bahagia. Jaemin menerima lamarannya.


Bukannya merasa kasihan, Wendy justru langsung tertawa terbahak-bahak. Imagenya langsung jatuh seketika. Ia bahkan sambil membungkuk memegangi perutnya yang kram karena terlalu lama tertawa. Air matanya pun ikut keluar. Jeno yang melihat respon wendy dibuat makin merengut kesal. Wajahnya semakin kusut. Dengan hentakan kaki keras layaknya anak kecil yang sedang kesal, Jeno berniat pergi. Baru satu langkah, tangannya dicekal oleh Wendy yang masih tertawa. Nampak sedang mencoba mengendalikan diri.


"Jangan pergi dulu. Kan belum selesai ceritanya" ucap Wendy menahan. Jeno akhirnya menurut dan kembali pada posisinya semula.


"Lalu bagaimana kelanjutannya? Kan direncanamu setelah Jaemin menerima lamaranmu, kalian akan fitting baju bukan?"


"Sudah. Jaemin sudah kesana sendiri. Aku tidak tahu darimana dia bisa tahu. Bisa-bisanya kemarin sepulang kerja dia mendatangi tempat dimana aku memesan pakaian pengantin kami. Dia mengukur dan meminta untuk memberikan beberapa tambahan ornamen di gaunnya. Woah... aku rasa dia bukannya mendengarku tapi dia tahu karena dia cenayang. Bagaimana bisa dia tahu padahal aku tidak mengatakannya pada siapapun?" ucap Jeno takjub tidak percaya.


Semalam setelah acara lamaran itu, Jeno hendak mengajak Jaemin ke butik. Namun Jaemin justru bilang bahwa dia sudah kesana lebih dulu sebelum ke restoran. Jaemin tidak mengganti pakaian pengantin pilihan Jeno, ia hanya meminta beberapa tambahan pernak-pernik dan sedikit mengubah gaunnya saja agar lebih sesuai dengan seleranya. Benar-benar melenceng dari rencana Jeno.

Partner ~ NOMIN (GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang