°12°

1.4K 190 1
                                    

Pagi ini Jeno hanya membantu sedikit pekerjaan orangtuanya. Dia ada kelas jam 9. Tapi bukan itu masalahnya. Semalam Jaemin meneleponnya dan memaksanya untuk mengantarkannya. Lucunya adalah ia harus mengantar jemput Jaemin untuk hari dengan mobil Jaemin sendiri.

"Aku sedang malas menyetir jadi kau harus mengantar jemputku hari ini" perintah Jaemin semalam melalui telepon. 

Lebih bodohnya lagi adalah Jeno mengiyakannya. Akhirnya pagi-pagi sekali dia bangun untuk membantu walau hanya sedikit pekerjaan orangtuanya. Setelahnya dia segera bersiap dengan perlengkapan kuliahnya. Jeno menaiki bus menuju rumah Jaemin. Sesampainya di rumah Jaemin, ia disuguhkan sang pemilik rumah yang terduduk lemas di meja makan. Makanan di piringnya terlihat masih utuh. Belum tersentuh sama sekali. 

"Wae? Kwencana?" tanya Jeno khawatir karena melihat wajah Jaemin yang lesu dan ia terlihat lemas. Jaemin tidak menjawab. Jeno akhirnya memilih duduk disamping Jaemin dan menghadapnya. 

"Dia kenapa?" tanya Jeno pada salah satu pekerja di rumah itu. 

"Nona muda sedang sakit perut. Dia sudah bolak-balik ke toilet" jawab pekerja itu. Jeno kembali menatap ke arah Jaemin yang duduk bersandar dengan lemas. 

"Makanya jangan rakus! Siapa suruh makan sebanyak itu sendirian" ucap Jeno gemas. Dia mencubit pipi Jaemin. Jika biasanya Jaemin akan menepiskan dan berteriak heboh, kini hanya diam menerimanya saja. Jeno jadi merasa kasihan padanya. 

"Ini obatnya?" tanya Jeno saat menyadari ada obat di samping piring Jaemin.

"Iya tuan. Tapi nona Jaemin belum mau menyentuh makanannya sebelum minum obat" jelas pembantu itu.

"Apa ada bubur?" tanya Jeno lagi. 

"Ada tuan. Saya sudah buatkan tadi tapi nona muda menolak karena tidak suka bubur" jawabnya.

"Tolong ambilkan sedikit saja ya ahjumma" ucap Jeno meminta tolong. Segera saja pembantu itu mengambilkannya. 

"Makan sedikit saja ya? Agar kau bisa minum obatnya" ucap Jeno dengan lembut.

"Tidak mau. Perutku tidak nyaman" ucap Jaemin dengan suara pelan menandakan dia lemas.

"5 sendok saja ya?" bujuk Jeno sambil menerima mangkuk bubur untuk Jaemin.

"Tidak mau"

"4?"

"Seperempat"

"3,5"

"Setengah"

"3?"

"Tiga perempat"

"2,5?"

"1"

"Baiklah 2. Buka mulutmu. Aaaa~"

"Ini terlalu ba-"

Segera saja Jeno masukkan sendok itu ke mulut Jaemin selagi ia melayangkan protes. Sengaja mengambil sangat penuh setiap sendoknya karena tau Jaemin akan menolak. Setidaknya jika memang hanya beberapa sendok tapi isinya sudah sangat penuh. 

"Jeno jahat" ucap Jaemin dengan mata berkaca setelah menelan buburnya.

"Untuk kebaikanmu. Buka mulutmu lagi" 

"Suda-"

"Sudah 2 sendok kan? Sekarang telan dan minum obatnya" ucap Jeno. Jaemin menggeleng sebagai jawaban bahwa ia menolak.

"Memangnya kau mau perutmu tidak nyaman selamanya?" tanya Jeno. Lagi-lagi Jaemin menggeleng.

"Ini!" Jeno menyodorkan wadah berisi obat dan juga segelas air putih. Jaemin mau tidak mau akhirnya menurutinya. Meminumnya walau berat hati. 

Partner ~ NOMIN (GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang